TSK-40

65K 3.4K 261
                                    

Vote dulu ya

"Dimana kakek?" gumam Liona ketika hendak keluar dari gedung hotel yang kini menjadi tempat gugurnya Obsidian Cartel.

Arion yang berada di sisinya menjawab. "Gibran Frederick telah di amankan. Kamu tenang saja."

"Siapa yang mengamankannya?"

Arion tidak menjawab melainkan menatap lurus kedepan dimana pintu keluar banyak yang berbaris rapi.

Liona mengikuti arah pandang cowok itu. Langkahnya terhenti ketika seseorang yang tidak dia harapkan berdiri diantara anak buah Arion dengan raut khawatir.

Liona mengerutkan kening, matanya menyipit penuh curiga. "Kenapa dia ada di sini? Tempat ini berbahaya," tanyanya dingin.

"Bundamu terlibat dalam operasi ini, Liona. Dia bantu ngamanin kakek lo."

Liona kembali menatap Elina yang belum melihatnya. Namun setelah menunggu beberapa saat, tatapan mereka bertemu.

Air mata Elina langsung jatuh begitu melihat putrinya itu baik-baik saja. Wanita itu berlari kemudian memeluk Liona erat.

Liona tersentak. "Apa-apaan ini?" desisnya.

Elina mengucapkan kata maaf berkali-kali dengan suara bergetar. "Maaf, bunda melakukan semua ini untuk melindungimu... maaf... maaf..."

"Maksudnya apa?!"

"Kakekmu, aku menjauhkanmu dari iblis itu sekuat tenaga tapi tetap saja..." Elina menjeda kalimatnya kemudian melanjutkannya dengan susah payah. "Bunda gagal..."

Liona mendorong Elina menjauh dengan kasar, melepaskan diri dari pelukan ibunya. "Apa maksud bunda dengan menjauhkan aku? Kenapa bunda di sini dan kenapa baru sekarang muncul setelah semua yang terjadi?"

Elina terisak, wajahnya penuh dengan penyesalan. "Liona, bunda tidak pernah ingin meninggalkanmu. Tapi Gibran... dia memaksa bunda menjauh darimu. Bunda terpaksa bekerja sama dengan pihak lain untuk memastikan kamu aman."

Liona menggelengkan kepalanya dengan marah, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Dan bunda pikir semua ini akan membuat semuanya lebih baik? Bunda tidak pernah ada untukku, tidak pernah memberitahuku apa pun. Sekarang muncul seolah-olah peduli?"

Air mata Elina semakin deras. "Bunda menyesal, Liona. Bunda tahu bunda seharusnya lebih kuat, lebih berani. Tapi bunda hanya ingin melindungi kamu. Kakekmu sangat berbahaya, dan bunda takut kalau kamu..."

"Takut aku apa? Takut aku terluka? Lihatlah sekarang, bunda! Semua ini sudah berakhir, tapi dengan cara apa? Dengan kebohongan dan pengkhianatan. Aku tidak tahu lagi siapa yang bisa dipercaya," kata Liona dengan suara yang bergetar, matanya penuh amarah dan kekecewaan.

Arion melangkah maju, mencoba menengahi. "Liona, bunda lo cuma mau yang terbaik buat lo. Kita semua di sini buat lindungin lo."

Liona menatap Arion dengan tatapan tajam. "Nggak usah ngomongin soal perlindungan. Lo juga ikut nutupin semuanya dari gue. Gue ngerasa dikhianatin, Arion. Lo seharusnya bilang."

Arion menghela napas berat, menyadari sulitnya posisi yang mereka hadapi. "Gue cuma gak mau lo makin sakit. Semua ini rumit, dan kita pikir ini cara terbaik."

Liona mendengus, jelas tidak puas dengan penjelasan itu.  "Kalian pikir kalian tau yang terbaik, tapi gak ada yang nanya apa yang gue mau. Gue bisa ambil keputusan sendiri, dan gue gak butuh perlindungan dari kalian."

Elina mencoba mendekat lagi, namun Liona mengangkat tangannya, menghentikan langkah ibunya. "Jangan mendekat. Kita bicara nanti, tapi sekarang aku butuh waktu sendiri," ujarnya dengan suara dingin.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang