Makin sepi:( nggak semangat up
Selamat membaca!!Liona masih memandang pintu kamar mandi dengan perasaan campur aduk. Hujan masih deras di luar, dan suara gemuruh petir terdengar lagi, mengguncang jendela dan menggema di seluruh ruangan.
Liona menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya.
Baru saja dia hendak merebahkan badannya, pintu kamar diketuk lagi, kali ini lebih keras dan tergesa. Liona mengerutkan kening, bingung dengan siapa lagi yang bisa datang pada malam seperti ini. Dengan perasaan sedikit was-was, ia berjalan menuju pintu dan membukanya.
Begitu pintu terbuka, Liona terkejut mendapati sekelompok teman-teman sekelasnya berdiri di sana. Mereka semua tampak basah kuyup, sama seperti Arion sebelumnya. Beberapa dari mereka tampak cemas, sementara yang lainnya terlihat agak bingung.
Liona berdiri dengan bingung di depan pintu, berusaha mencerna apa yang terjadi. Teman-teman sekelasnya tampak menggigil kedinginan, basah kuyup dari kepala hingga kaki.
"Ngapain kalian kesini?" tanya Liona dengan nada tajam. Jelas sekali, ia tidak nyaman dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba.
Seorang pria di antara mereka, mungkin Rio, mengusap rambutnya yang basah sambil menjelaskan, "Kami baru saja dari ruang rawat inap Selina. Waktu kami mau pulang, kami ketemu bundanya Arka. Kami tanya kenapa beliau ada di rumah sakit, dan dia bilang kalau lo lagi dirawat. Jadi kami langsung ke sini karena sekalian sudah berada di rumah sakit."
Liona terperanjat, bingung dengan situasi ini. "Dirawat?" ulangnya, suaranya terdengar ragu. "Siapa yang nunjukkin ruangan ini?"
"Kak Arka, kebetulan juga mau ke sini katanya. Itu orangnya." Mereka menunjuk ke arah koridor, di mana Arka baru saja muncul, berlari dengan rambut basah.
Arka menghampiri mereka dengan tergesa, wajahnya sedikit lega melihat Liona di depan pintu. "Lo baik-baik aja, kan?" tanyanya, napasnya sedikit terengah. "Gue tadi liat temen-temen lo dari ruang rawat Selina, gue pikir gue bakal bawa mereka ke sini sekalian."
Liona hanya bisa mengangguk pelan, masih terkejut dengan keadaan yang terjadi begitu cepat. "Iya, gue baik-baik aja, Ka. Tapi kenapa lo bawa mereka semua ke sini?"
Arka mengangkat bahu, tampak sedikit bingung. "Gue pikir mereka bakal tenang kalau liat lo baik-baik aja. Gue juga nggak tahu mereka bakal datang segini banyaknya."
Liona menghela napas, menatap teman-temannya satu per satu. "Oke, masuk aja," katanya akhirnya, membuka pintu lebih lebar dan membiarkan mereka masuk.
Liona berjalan lebih dulu menuju tempat tidurnya, diikuti oleh Arka dan teman-temannya yang terlihat masih sedikit canggung. Arka membawa beberapa kantong bungkusan makanan, tampaknya sudah mempersiapkan untuk menginap bersama Liona.
Setelah semua orang masuk dan mencari tempat duduk, Arka mulai menjawab beberapa pertanyaan dari teman-teman Liona mengenai keadaan Selina dan apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara itu, Liona hanya duduk di atas kasurnya, mengambil sebutir apel dari kantong yang dibawa Arka dan mulai mengunyahnya tanpa minat.
Mendengar teman-temannya menceritakan Selina membuatnya merasa bosan.
Pikirannya melayang ke berbagai arah, merasa sedikit kewalahan dengan situasi yang tiba-tiba ramai ini.
Beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan Arion yang keluar dengan baju kering dan rambut basah. Kehadirannya langsung menarik perhatian beberapa teman perempuan Liona, yang terlihat menahan napas dan terpaku melihat sosok Arion.
Tatapan mereka tertuju pada tubuhnya yang masih basah dan berotot, membuat suasana menjadi sedikit canggung.
Arion tampak terkejut melihat begitu banyak orang di ruangan itu, tapi dia cepat-cepat berjalan ke samping Liona, duduk di sebelahnya dengan ekspresi yang sama-sama tidak nyaman.
Liona memperhatikan bagaimana Arion berusaha tersenyum sopan ke arah teman-temannya, meskipun jelas dia merasa sedikit kewalahan dengan situasi ini.
Liona tertawa kecil melihat ekspresi Arion yang canggung, sama seperti dirinya. "Kelihatannya lo sama nggak nyamannya kayak gue," bisik Liona pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam keramaian.
Arion hanya mengangguk, membalas senyum Liona dengan tatapan yang hangat. "Gue nggak nyangka bakal seramai ini," jawabnya dengan nada rendah.
Air di rambut Arion menetes mengenai tangan Liona. Membuat gadis itu menatap cowok itu lama.
Liona merasakan ketegangan di udara saat beberapa teman sekelasnya mulai berbisik-bisik dan mencuri pandang ke arah Arion. Bisikan-bisikan itu makin lama makin terdengar jelas, meskipun mereka berusaha untuk tidak mengganggu. Namun, justru hal itu membuat Liona semakin jengkel.
"Eh dia siapa ya?" salah satu dari mereka berbisik, suaranya terdengar penasaran.
"Kakaknya Liona?" tanya yang lain dengan nada ragu.
"Kayaknya bukan deh!" jawab seorang teman, menggeleng pelan sambil terus menatap Arion.
"Pacarnya?" spekulasi lain muncul, diikuti tawa kecil yang ditahan-tahan.
"Nggak mungkin," bantah teman yang lain, suaranya lebih skeptis.
Semua bisikan itu membuat Liona semakin kesal. Arion, yang duduk di sampingnya, hanya tersenyum tipis dan tampak berusaha tidak menghiraukan mereka. Namun, Liona bisa melihat jelas ketidaknyamanan di wajahnya.
Salah satu teman sekelas Liona, seorang gadis bernama Mira, secara diam-diam mengeluarkan ponselnya dari saku dan mulai mengarahkan kamera ke Arion. Dalam sekejap, layar ponsel itu menyala dengan kilatan lampu yang singkat. Mira dengan cepat menurunkan ponselnya, berpura-pura tidak melakukan apa-apa, tapi Liona melihatnya.
"Lo ngapain, Mir?" tanya Liona dengan nada dingin, tatapannya tajam. Dia tidak suka ada yang sembarangan memotret, apalagi dalam situasi seperti ini.
Mira terkejut, wajahnya memerah karena tertangkap basah. "Eh, nggak ngapa-ngapain, cuma... ya... cuma mau foto suasana aja," jawabnya tergagap, berusaha tersenyum canggung.
Liona mendengus kesal, pandangannya beralih ke teman-teman sekelasnya yang lain yang tampak canggung dan gugup. "Kalau kalian di sini cuma buat kepo dan ganggu, mending balik aja, deh. Ini bukan waktunya buat nambah drama," katanya tajam.
Teman-temannya saling pandang dengan ekspresi tak enak. Beberapa dari mereka tampak menunduk malu. Keheningan menyelimuti ruangan, hanya terdengar suara hujan deras di luar.
"Mereka teman kok." kata Arka.
Suasana mendadak canggung.
Liona menatap Arka sejenak, mempertimbangkan kata-katanya. "Ya, kami teman," katanya dengan nada lebih tenang, tetapi masih terdengar ketegangan dalam suaranya. la ingin mengakhiri suasana canggung ini, namun di sisi lain, ia merasa ingin menunjukkan bahwa dia tidak perlu terlalu ramah kepada siapa pun yang tidak menghargai privasinya.
Setelah menegur teman-temannya, Liona mengalihkan perhatiannya kembali ke Arion. Dia tiba-tiba mengulurkan tangannya, menyentuh rambut Arion yang masih basah, dan mengusapnya perlahan. Sentuhan itu lembut, hampir penuh perhatian, membuat Arion terdiam sejenak, menatap Liona dengan tatapan penuh arti. Kilatan listrik terasa seolah melewati di antara mereka, membuat detik-detik itu terasa lebih lama dari yang seharusnya.
"Gue dan Arion... ya, kita memang temenan," ucap Liona sambil terus mengusap rambut Arion. Namun, gerakan tangannya yang pelan dan intim berkata sebaliknya, membuat semua orang yang melihatnya menjadi bingung dan bertanya-tanya tentang hubungan mereka yang sebenarnya.
#TBC
SPAM NEXT/KOMEN 100 LEBIH BUAT LANJUT!!
JANGAN LUPA VOTE!!! Harus 100 buat lanjut
Follow ig: @wiwirmdni21 / @thrillgrace
Follow tiktok: @Wiwi Ramadani
KOMEN DOONG YANG BANYAKKK HIHI😖🖤 SPAM NEXT!!
JANGAN LUPA VOTE🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI SANG KETUA
Fantasy❝Diam menjadi misterius, bergerak menjadi serius.❞ -Liona Hazel Elnara Peringkat Mengesankan: #1 in mafia [18 Agustus 2024] #1 in fantasi [21 Agustus 2024] #1 in misteri [27 Agustus 2024] #1 in thriller [27 Agustus 2024] #1 in teka-teki [28 Agustus...