TSK-54

44.9K 3K 479
                                    

Double up menyusul kalau vote komen udah 200 (janji karna babnya juga udah siap)

Selamat membaca!

Liona menaikkan alisnya, merasa tertantang dengan kehadiran gadis bernama Rebecca itu. Tatapannya tajam saat dia kembali memandang ke arah bawah, matanya tertuju pada Rebecca yang merangkul Arion dengan erat. Arion tampak terkejut dengan tindakan Rebecca yang tiba-tiba, dan tanpa ragu dia menepis tangan gadis itu, mencoba melepaskan diri.

Liona tersenyum miring, puas melihat reaksi Arion. Namun, sepertinya Rebecca tidak menyadari atau mungkin tidak peduli dengan penolakan itu. Malahan, dia semakin mendekati Arion, tubuhnya hampir menempel ketika dia duduk di antara teman-temannya, semakin menggodanya.

Liona bisa melihat betapa Rebecca berusaha menarik perhatian Arion, dengan senyum lebar dan gerakan tubuh yang menggoda. Gadis itu tampaknya tidak ingin menyerah begitu saja, meskipun Arion sudah jelas menunjukkan ketidaknyamanannya.

Di satu sisi, Liona merasa kesal melihat pemandangan itu. Namun di sisi lain, ada perasaan menyenangkan yang muncul di dadanya. Bagaimanapun juga, melihat Arion berusaha menolak gadis lain memberinya semacam kelegaan yang tak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata. Seolah-olah itu membuktikan sesuatu yang tak terucapkan tentang hubungan mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar permainan atau kebetulan.

"Rebecca ini siapa sih?" gumam Liona pelan, lebih pada dirinya sendiri. Dia mengamati setiap gerak-gerik Arion dan Rebecca dengan teliti. Ada dorongan untuk turun ke bawah dan membuat kehadirannya diketahui, untuk menegaskan batas-batas pada Rebecca yang tampak terlalu berani. Tapi dia masihmenahan diri, memilih untuk melihat bagaimana situasi ini berkembang.

Rebecca kembali mengeluarkan tawa kecil sambil menggoda Arion, tangannya dengan cepat mencoba menyentuh pundak pemuda itu lagi. Tapi kali ini, Arion bergerak cepat, menangkap tangan Rebecca sebelum gadis itu sempat menyentuhnya.

Arion menatap Rebecca dengan tatapan tajam, mencoba menjaga suaranya tetap tenang meskipun nada iritasi mulai muncul. "Rebecca, lo terlalu dekat," ucapnya dengan tegas, tangannya masih menahan pergelangan tangan gadis itu agar tidak menyentuhnya lagi.

Namun, Rebecca sepertinya tidak mendengar atau sengaja mengabaikan kata-kata Arion. Dia justru semakin mendekatkan tubuhnya, senyumannya semakin lebar. "Ayolah, Arion. Kita kan teman. Apa salahnya bersikap sedikit lebih dekat?" katanya dengan suara lembut, nyaris berbisik di telinga Arion.

Liona, yang menyaksikan adegan itu dari atas, merasa panas. Amarahnya membara melihat betapa Rebecca tampak menikmati situasi itu dan berusaha keras untuk mendapatkan perhatian Arion. Sudah cukup. Tidak ada lagi alasan untuk diam saja.

Dengan langkah tegas, Liona menuruni tangga, matanya tertuju pada Arion dan Rebecca. Ia memutuskan untuk membuat kehadirannya terasa tanpa harus berbuat terlalu jelas. Mendekati kelompok yang sedang duduk di sofa ruang tamu, Liona sengaja berjalan di depan Arion, langkahnya cepat dan sedikit gegabah.

Saat mendekati Arion, Liona berpura-pura tersandung dengan canggung, menyebabkan tubuhnya terhuyung ke depan dan jatuh langsung di pangkuan Arion.

Arion terkejut dan reflek menangkap Liona agar tidak jatuh lebih jauh, wajahnya menyiratkan kebingungan bercampur dengan keterkejutan. "Liona?" Arion bertanya, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

Liona mengangkat wajahnya dan menatap Arion dengan ekspresi yang setengah meminta maaf, setengah menggoda. "Maaf, gue sengaja," katanya.

Liona tersenyum tipis setelah mengatakan bahwa tindakannya barusan memang disengaja. Dia tahu betul apa yang dia lakukan dan mengapa dia melakukannya. Dengan berani, dia membiarkan tubuhnya tetap berada di pangkuan Arion, tanpa sedikit pun niat untuk segera bangkit.

Arion, yang mulai mengerti permainan Liona, hanya menghela napas kecil, tetapi ada senyuman yang menghiasi bibirnya. Dia memutuskan untuk ikut serta dalam permainan ini. Tanpa ragu, dia melingkarkan tangannya di pinggang Liona, menarik gadis itu sedikit lebih dekat ke arahnya. Sentuhan lembut di pinggang Liona membuatnya merasa hangat, meskipun dia mencoba menjaga ekspresinya tetap tenang.

"Kenapa nggak tidur, hm?" tanya Arion, lembut.

Liona mengangkat bahu, senyumnya semakin lebar. "Aku cuma mau liat apa yang kamu lakuin, Arion," jawabnya dengan nada yang manis tapi penuh sindiran. Matanya sesekali melirik Rebecca, memastikan gadis itu menangkap maksudnya.

Rebecca, yang sejak awal sudah merasa terganggu dengan kehadiran Liona, kini terlihat jelas sangat marah. Wajahnya memerah, dan dia tidak bisa menahan diri lagi. "Apa-apaan sih lo? Lo kayak nggak punya malu aja, jatuh di pangkuan cowok begitu. Lo kelihatan murahan!" serunya dengan suara lantang, membuat beberapa orang di sekitarnya memperhatikan.

Liona mengangkat alis, tidak sedikit pun terintimidasi oleh kata-kata Rebecca. Dia menatap gadis itu dengan tatapan dingin yang menusuk, senyumnya menghilang dan digantikan dengan ekspresi serius. "Murahan, ya?" Liona mengulang kata itu seolah sedang merenungkannya. "Gue cuma mau nunjukin kalau Arion ini milik gue. Dan gue nggak akan duduk diam kalau ada cewek lain yang coba-coba deketin dia."

Kata-kata Liona itu seketika membuat ruangan menjadi sunyi. Beberapa teman mereka yang tadi sedang berbicara atau tertawa, sekarang terdiam, menatap ke arah mereka dengan penuh perhatian.

Rebecca mendengus, wajahnya semakin merah karena marah. "Oh, jadi lo pikir lo punya hak atas Arion cuma karena lo berani duduk di pangkuannya? Apa lo nggak sadar kalau lo kelihatan seperti...?"

"Seperti apa?" potong Liona, menantang. "Seperti cewek yang nggak akan ngebiarin cowoknya disentuh cewek lain? Atau seperti cewek yang lebih berani nempelin badannya seperti lo tadi?"

Rebecca tergagap, tidak menyangka Liona akan berbicara setegas itu. Matanya melebar, mencoba memproses apa yang baru saja dia dengar. "Lo tuh nggak lebih baik dari gue," katanya dengan nada penuh kebencian. "Lo pikir lo bisa dapatkan semua yang lo mau dengan bersikap kayak gini?"

Liona tertawa kecil, tetapi tidak ada keceriaan dalam suaranya. "Oh, jadi lo pikir lo bisa milikin Arion dengan bersikap seperti itu tadi? Mencoba mendekatinya meskipun dia jelas nggak nyaman? Gue nggak tau siapa yang lebih murahan di sini, Rebecca. Lo yang nggak bisa baca situasi atau gue yang cuma ngambil kembali apa yang jadi milik gue?"

Arion, yang sejak tadi hanya menjadi saksi perdebatan itu, akhirnya memutuskan untuk angkat bicara. "Rebecca, kayaknya lebih baik lo berhenti sekarang," katanya pelan tapi tegas. "Liona bener. Gue nggak nyaman sama lo yang berusaha deket-deket gue. Dan gue juga nggak suka kalau lo ngomongin Liona kayak gitu."

Rebecca terdiam, terkejut mendengar kata-kata Arion. Dia tidak pernah mengira Arion akan membela Liona dengan cara seperti itu. Perlahan, dia menarik napas, berusaha mengendalikan emosinya. "Arion, gue cuma mau kita bisa lebih dekat. Gue pikir kita teman..."

"Kita memang teman," potong Arion. "Tapi itu bukan berarti lo bisa ngelakuin apa yang tadi lo lakuin. Gue hargai perasaan lo, Rebecca, tapi gue udah punya orang yang gue suka."

"Siapa Arion?" pertanyaan Rebecca menjadi perwakilan teman-temannya yang juga penasaran.

Liona tersenyum miring, tangannya naik mengelus rahang Arion agar melihatnya. "Siapa sayang?"

Pantau instagram @snowballpublishing / @wiwirmdni21 untuk info terbit Transmigrasi Sang Ketua ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pantau instagram @snowballpublishing / @wiwirmdni21 untuk info terbit Transmigrasi Sang Ketua ya

#tbc
Follow ig: @wiwirmdni21 / @thrillgrace

Follow tiktok: @Wiwi Ramadani

KOMEN DOONG YANG BANYAKKK HIHI😖🖤 SPAM NEXT!!

JANGAN LUPA VOTE🖤

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang