TSK-53

44.4K 3K 568
                                    

Jadi sebagian dari kalian ada yang silent readers, kalau merasa kalian vote ya atau setidaknya komen:) selamat membaca!

Liona memasuki rumah dengan langkah  gontai. Keningnya mengerut ketika para maid berlalu lalang menyiapkan sesuatu. Bertepatan itu juga Arka datang dari arah dapur dengan semangkok puding di tangannya.

"Bang, ada acara apa ya?" kata Liona.

"Belum tau ya? Itu bang Alden sama anggota geng nya mau party..."

"Hah? bukannya udah ya?"

"Itumah dulu temen kampusnya, sekarang temen se-geng nya,"

Liona mengangguk-angguk. "Geng apa?"

"Biasa anak mudaa,"

Liona menatap Arka dengan mata setengah tertutup, jelas merasa kelelahan. "Anak muda yang mana, sih?" tanyanya setengah berbisik, lebih pada dirinya sendiri daripada pada Arka.

Arka tertawa kecil sambil mengangkat bahu. "Ya lo tahu sendirilah, anak-anak nakal itu. Selama mereka nggak bikin keributan, biarin aja."

Liona hanya mendengus, merasa jengkel. Dia tahu Alden selalu punya lingkaran teman yang beragam, tapi akhir-akhir ini rasanya lebih berisik dari biasanya. Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut dari Arka, Liona berjalan ke arah kamarnya di lantai atas.

Saat Liona melewati ruang tamu, dia melihat sekilas Alden yang sedang tertawa bersama beberapa temannya. Mereka terlihat santai, duduk di sofa dengan beberapa minuman dan makanan ringan tersebar di meja. Salah satu dari mereka melihat Liona dan melambaikan tangan, tetapi Liona hanya membalas dengan anggukan singkat dan melanjutkan langkahnya.

Sesampainya di kamar, Liona menutup pintu dan menghela napas panjang. Ada perasaan gelisah yang mengganjal di dadanya, mungkin karena kehadiran banyak orang di rumah atau karena sesuatu yang lain. Dia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dan menatap langit-langit, pikirannya mulai berkelana tanpa arah.

Beberapa menit kemudian, suara ketukan lembut di pintu membuatnya terkejut. Liona bangkit dan membuka pintu, menemukan Arka berdiri di sana dengan ekspresi serius.

"Lo baik-baik aja?" tanya Arka dengan nada lembut.

Liona mengangguk pelan. "Iya, Bang. Cuma capek aja."

Arka tersenyum simpul. "Kalau gitu, istirahat aja dulu. Gue di bawah kalau lo butuh apa-apa, oke?"

Liona mengangguk lagi, merasa sedikit lega. "Makasih, Bang."

Arka mengangguk balik sebelum berbalik pergi, meninggalkan Liona sendiri di kamarnya. Liona menutup pintu dan kembali duduk di tempat tidur, mencoba untuk menenangkan pikirannya yang masih bergejolak.

Liona duduk di tepi tempat tidur, merasa gerah dan lelah. Kamar yang biasanya sejuk kini terasa pengap, membuatnya semakin tak nyaman. Dengan gerakan malas, dia mulai melepaskan bajunya. Namun, saat hendak mengganti pakaian, dia berhenti sejenak. Sebuah aroma familiar menyapu indra penciumannya — aroma maskulin yang menenangkan dan hangat.

Wangi itu adalah milik Arion yang menempel di seragam sekolahnya. Seketika, ingatan tentang pertemuan terakhir mereka muncul di benaknya. Liona tersenyum simpul, merasakan dorongan kerinduan yang mendalam.

"Arion..." gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada bayangan laki-laki itu.

Dia rindu Arion — rindu senyumnya, tatapan lembutnya, dan kehangatan yang selalu dibawanya. Kehadirannya seolah bisa mengusir segala penat dan gelisah yang Liona rasakan.

Liona menghela napas panjang dan kembali pada kesadarannya. Dia memutuskan untuk mandi agar merasa lebih segar. Dengan cepat, dia melangkah ke kamar mandi dan membiarkan air dingin mengalir di kulitnya. Air itu memberi sensasi menenangkan, membuatnya merasa lebih baik dan mengusir sedikit rasa gerah yang mengganggu.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang