TSK-23

81.6K 4.7K 31
                                    

Vote duluuuuuuuuu

Selamat membaca!

Liona meremas rambutnya sembari memandang tubuh tak bernyawa Eros. Sial, dia melupakan satu hal. Kemana dia harus membuang jasadnya.

"Kalau gue Stella udah hilang jasad ini." gumamnya. "Udah mati masih aja ngrepotin."

Liona berfikir keras tanpa mempedulikan penampilannya. Darah di wajah hingga lehernya di usap kasar hingga masih tersisa sedikit. Gaunnya bahkan tidak bisa disebut gaun lagi karna rusak.

"Arion..." gumam Liona setelah memikirkan lelaki itu.

Liona mengeluarkan ponselnya, darah dingin meresapi kulitnya. Dia mencari nama Arion dalam daftar kontak, mengetuknya, dan menempelkan ponsel ke telinga.

"Arion, gue butuh lo sekarang," suaranya terdengar datar, hampir seperti perintah. Tak ada penjelasan lebih lanjut, hanya nada yang membuat siapa pun tak bisa menolak.

Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki cepat mendekati pintu. Arion muncul dengan napas sedikit terengah, matanya langsung terpaku pada tubuh Liona yang berantakan—gaunnya robek, kulitnya berlumuran darah, rambut kusut mengelilingi wajahnya.

"Liona..." Arion tak bisa menahan diri untuk tak terdiam sesaat. Dia membuka jaketnya dan mendekati Liona, memasangkan jaket itu dengan hati-hati di bahunya yang terekspos. "Apa yang terjadi?" tanyanya, meski sudah menduga jawabannya.

Liona menghela napas, "Eros, dia pikir bisa lecehin gue." nada dingin yang terpantul dari suaranya.

Arion menatap jasad Eros di lantai. Dia menunduk, memeriksa tubuh tak bernyawa itu dengan cepat, kemudian berdiri kembali. "Lo beneran ngelakuin ini," gumamnya tenang. "Lo nggak main-main."

"Tidak ada kata main-main jika menyangkut keselamatan."

Arion mengerutkan dahinya. "Keselamatan?"

Liona mengangguk kemudian menunjuk tanda kemerahan di lehernya. Kissmark yang Eros letakkan membuat Liona seolah ingin mengiris tanda itu hingga hilang.

Arion terpaku menatap tanda itu. Ada guratan samar di rahangnya. Tangannya pun ikut mengepal. "Hampir ya?"

Liona hanya mengangguk kecil, matanya tetap fokus pada Arion. "Bantu gue, Arion. Gue harus lenyapin jasad ini."

Arion menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Serahin ke gue. Lo nggak perlu khawatir." Dengan cekatan, Arion mulai mengurus jasad Eros, tanpa ragu, seperti seseorang yang sudah terbiasa dengan hal-hal seperti ini.

Setelah itu Arion menelpon seseorang. "Pergilah ke Hotel Aground, seperti biasa. Urus mayat ini." Kemudian cowok itu menatap Liona kembali yang tampak berusaha menyelimuti tubuhnya dengan jaket Arion. "Lo selalu tau apa yang harus dilakukan, ya?"

Liona hanya menghela napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu. "Gue cuma... nggak punya pilihan lain." Suaranya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada Arion.

"Dan itu yang buat lo bahaya," balas Arion, berjalan kearahnya.

Liona mendongak menatap Arion yang berdiri tepat di hadapannya.

Arion menatap Liona dengan intens, matanya menyapu setiap detail dari wajah dan tubuhnya yang berantakan. Dia merasakan amarah mendidih di dalam dirinya, namun berusaha menahannya. Dia tahu bahwa Liona tak perlu ditenangkan atau diberi rasa kasihan.

Saat pandangannya turun pada tanda merah di leher Liona, pikirannya dipenuhi dengan bayangan mengerikan tentang apa yang mungkin telah terjadi sebelum Eros menemui ajalnya.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang