TSK-56

38.7K 2.3K 364
                                    

Vote dan komen doonggg😞

Arka dan Alden yang baru saja keluar dari dapur, berhenti di tempat saat melihat pemandangan di depan mereka. Arka menahan nafas, sementara Alden dengan mulut terbuka lebar, jelas terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Alden langsung berteriak, "LIONA?!"

Teriakan Alden seketika membuat semua orang yang ada di ruangan itu menoleh ke arah mereka, termasuk teman-teman Alden yang kini berdiri dengan tatapan penuh tanda tanya.

Liona yang masih berada dalam pelukan Arion, hanya tersenyum santai, seolah-olah tidak ada yang salah. Dia merangkul Arion lebih erat, menoleh ke arah Alden dengan senyuman lebar. "Kenapa, Bang? Ada apa?" tanyanya dengan nada santai, seakan-akan situasi ini sama sekali bukan masalah besar.

Alden yang masih shock, mengangkat alis, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Kamu ngapain, Liona? Dan kenapa kamu...?" Alden menelan kata-katanya saat matanya tertuju pada jaket Arion yang kini membungkus tubuh adiknya.

Arka yang berdiri di samping Alden masih membeku. Dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi dari sorot matanya, jelas bahwa dia sangat terkejut dengan Liona yang berada diatas pangkuan Arion. Bahaya!

"Kenapa sih kalian?" jawab Liona, masih dengan nada santai. "Gak ada yang perlu dikhawatirkan."

Alden tampak masih tidak percaya, tetapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa lagi, Arka akhirnya angkat bicara, suaranya pelan. "Astaga Lio, jangan main-main!" Matanya melirik ke arah Arion, lalu kembali menatap Liona dengan tatapan yang menuntut penjelasan.

Liona hanya mengangkat bahu, tidak terpengaruh oleh ketegangan yang muncul di antara mereka. "Gue memang main, Bang," katanya dengan senyum licik. "Cuma beda permainan aja."

Arion perlahan melepas Liona. "Sana, ganti baju."

"Mau ikut nggak?" goda Liona.

Arion menatap tajam Liona, matanya seakan berusaha membaca setiap gerakan dan kata-kata gadis itu. Dalam keheningan yang mencekam, ia menghela napas panjang, menahan diri untuk tidak berkata apa-apa lagi. Arka dan Alden masih berdiri di tempat, keduanya jelas terlihat bingung dan cemas dengan situasi yang mereka hadapi.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Liona akhirnya berdiri dari pangkuan Arion. Dia melemparkan senyum penuh teka-teki kepada Arion, lalu berbisik pelan, "Tunggu aja. Gue bakal ganti baju sekarang."

Arion hanya mengangguk, meskipun pandangannya tidak pernah lepas dari Liona. Mata mereka bertemu sekali lagi sebelum Liona berbalik dan melangkah menuju kamarnya. Saat Liona sudah tidak terlihat lagi, Arion akhirnya membiarkan napasnya keluar, sedikit lebih tenang. Namun, ketegangan masih jelas terlihat di wajahnya.

***

Liona kembali setelah beberapa saat, kali ini mengenakan pakaian yang lebih sopan. Sebuah sweater oversized dan celana panjang hitam yang menutupi tubuhnya dengan sempurna. Meski tampilannya kini jauh lebih tertutup, Liona masih memancarkan aura kepercayaan diri yang kuat.

Saat menuruni tangga, dia langsung disambut oleh sekelompok cowok yang sedang berkumpul di ruang tamu. Salah satu dari mereka, seorang pria dengan rambut hitam yang rapi dan senyuman lebar di wajahnya, memanggilnya dengan ramah, "Hei, Sini gabung sama kita!"

Pria itu adalah Keenan, salah satu teman Alden yang dikenal karena sifatnya yang ramah dan mudah bergaul. Liona tersenyum, lalu mengangguk sambil melangkah menuju kelompok tersebut. "Hai. Boleh juga, gue gabung ya,” jawabnya dengan nada santai, sebelum duduk di antara mereka.

Permainan yang mereka mainkan sederhana, tetapi penuh dengan canda tawa dan kesenangan. Liona merasa nyaman di antara mereka, bahkan sempat tertawa terbahak-bahak saat salah satu dari mereka menceritakan cerita lucu. Namun, yang paling mencuri perhatian adalah bagaimana Liona dan Keenan dengan cepat menjadi dekat. Percakapan mereka mengalir lancar, seolah-olah mereka sudah lama saling kenal.

"Kamu sekolah dimana?"

"Alexandrous..."

"Wahh, aku juga pernah sekolah disana."

"Pernah?"

Keenan mengangguk. "Cuma 2 semester sih, circle pertemanan disana agak serem sih,"

Liona mengangguk membenarkan. "Serem yah,"

"Tapi kamu nggak ada yang gangguin kan?"

Liona tersenyum miring kemudian menggeleng. "Ya," Karna sekarang gue yang gangguin mereka.—sambung Liona dalam hatinya.

"Kalau ada panggil gue aja."

"Hm.."

Liona menikmati kebersamaan ini, apalagi saat Keenan menunjukkan minat yang tulus pada apa yang dia katakan. Dia merasa diterima dan dihargai di antara teman-teman baru ini. Setiap senyum dan tawa yang keluar dari bibirnya membuat suasana semakin cair. Keenan juga tampak menikmati waktu mereka bersama, sesekali menambahkan lelucon yang membuat Liona tertawa lebih keras lagi.

Namun, di sisi lain ruangan, Arion sama sekali tidak pernah mengalihkan pandangannya dari Liona sejak gadis itu kembali turun. Tatapannya yang tajam dan penuh intensitas kini beralih kepada Keenan, yang semakin sering tertawa dan berbicara dengan Liona. Arion merasakan sesuatu yang panas di dalam dadanya, perasaan yang dia coba untuk tidak biarkan menguasai pikirannya. Tapi semakin dia melihat Liona dan Keenan semakin dekat, semakin sulit baginya untuk menahan perasaannya.

Tangan Arion mengepal kuat, begitu kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Dia tahu bahwa dia tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi antara Liona dan Keenan, tetapi perasaan tidak nyaman itu terus menggerogoti dirinya.

Setelah beberapa saat, Arion mengumpat pelan di bawah napasnya. Tatapannya semakin tajam, hampir seperti belati yang siap menghunus siapa pun yang mencoba mendekati Liona. Dia merasakan desakan untuk melakukan sesuatu, tetapi dia juga tahu bahwa tindakan yang gegabah hanya akan memperburuk keadaan.

Akhirnya, dengan hati yang penuh amarah yang terpendam, Arion memutuskan untuk meninggalkan ruangan. Tanpa sepatah kata pun, dia berbalik dan berjalan keluar menuju area kolam yang sepi di luar. Udara malam yang dingin langsung menyambutnya, namun tidak cukup untuk mendinginkan kepala yang dipenuhi dengan emosi yang bercampur aduk.

Di tepi kolam, Arion berhenti dan menatap air yang tenang di depannya. Pikirannya terus berputar, mengulang kembali kejadian-kejadian yang baru saja terjadi. "Sialan," gumamnya sambil mengepalkan tangan lebih erat. Setiap pikiran tentang Liona dan Keenan membuatnya semakin tidak tenang.

Namun, di balik kemarahannya, ada sesuatu yang lebih mendalam. Sesuatu yang dia tidak ingin akui, tetapi tahu bahwa itu benar. Arion tahu bahwa dia cemburu. Bukan hanya pada Keenan, tetapi pada setiap orang yang mendekati Liona. Dan cemburu itu membuatnya merasa terpojok, karena dia tahu bahwa perasaan ini adalah sesuatu yang tidak seharusnya dia rasakan.

Arion menatap bayangannya di permukaan kolam, berusaha menenangkan diri. Tapi, bahkan dalam kesunyian ini, pikirannya masih dipenuhi dengan bayangan Liona. "Gue nggak bisa terus kayak gini," bisiknya kepada dirinya sendiri. Tapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa perasaan itu tidak akan mudah pergi.

Di dalam rumah, tawa Liona terdengar, seakan memecahkan keheningan malam. Suara itu menggema di dalam kepala Arion, membuatnya sadar bahwa tidak peduli seberapa jauh dia mencoba lari, dia tidak akan pernah bisa benar-benar menjauh dari Liona.

Arion menggeram tertahan. "Shit!"

#tbc

Kalau mau double up (biasa🤪) 200 dulu laaaaahhh awokawok😭😭🤧

Vote dan komen 200+ baru up (menyesuaikan kesibukan)

Lambat up karna lagi ngurus divisi di kampus🤧

Follow ig: @wiwirmdni21 (wajib)

Follow tiktok: @Velinxndr

KOMEN DOONG YANG BANYAKKK HIHI😖🖤 SPAM NEXT!!

JANGAN LUPA VOTE🖤

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang