Vote dulu pliss jangan jadi silent riders 🥺
Beberapa jam kemudian, Liona mulai sadar. Tubuhnya terasa amat sangat lemah, terutama karena sejak kemarin malam dia belum makan, ditambah lagi luka-luka akibat pertarungan tadi. Pandangannya masih kabur, tapi dia bisa merasakan kehadiran seseorang di dekatnya.
Gelap. Ruangan yang dia tempati begitu gelap. Liona langsung siaga ketika menyadari pergerakan di dekatnya.
Gadis itu mempertajam penglihatannya ketika menangkap sosok yang berdiri di samping kasur yang ia tempati.
Dengan berani dia menubruknya kuat dengan tangan meremas kerah baju orang itu.
Liona terkesiap menyadari pinggangnya di remas ketika dia semakin mengeratkan genggannya pada pria itu. Gadis itu tercekat ketika hembusan nafas hangat menerpa wajahnya. "Siapa lo?" tanyanya tegas.
"Coba tebak," jawab suara itu, rendah dan parau. Liona merasakan ada sesuatu yang familiar dalam nada tersebut, namun kabut yang masih menggantung di pikirannya membuatnya sulit berpikir jernih.
"Alan," katanya akhirnya, ragu-ragu.
Pria itu menghela napas singkat, lalu menjawab dengan nada yang tak terduga, "Panggil gue Arion."
Jantung Liona seakan berhenti berdetak. Napasnya tersangkut di tenggorokan. Tangannya yang masih mencengkeram baju Arion mulai melemah. Dengan panik, dia meraba dinding, mencoba mencari saklar lampu dalam kegelapan.
"Dimana skalarnya..." gumamnya, nyaris putus asa.
Arion, seakan mengerti kegelisahannya, berdehem pelan. Dengan satu gerakan, dia menyalakan lampu, mengusir kegelapan yang tadi mengelilingi mereka. Cahaya lembut membanjiri ruangan, membuat keduanya bisa saling melihat dengan jelas. Mata mereka bertemu, saling menatap dalam hening.
"Shh..." Liona meremas rambutnya, merasakan kepalanya yang mulai berdenyut sakit. Sakitnya hampir tak tertahankan.
Arion menatapnya dalam-dalam, lalu mendekat. "Siapa yang lakuin ini?" suaranya rendah, nyaris seperti sebuah ancaman yang terselubung.
Tak menerima jawaban, Arion pun menggendong Liona kembali ke kasur. Lelaki itu menatapnya datar. "Lo cukup diam, Liona."
Setelah Liona terdiam cukup lama sambil menetralkan sakit di kepalanya. Arion pun bertanya. "Bagaimana perasaanmu?"
Liona merasa malu ketika menyadari bahwa Arion mungkin telah melihat sebagian tubuhnya yang hanya mengenakan tank top sebelum memakaikan almamaternya. "Gue... terima kasih," gumamnya, wajahnya memerah.
Arion mendengus ketawa, mencoba menenangkan Liona. "Tenang aja, gue gak berfikir apapun yang aneh, gue cuma mau mastiin lo baik-baik aja."
Liona mengangguk pelan, masih merasa malu. "Terima kasih. Gue benar-benar berhutang banyak sama lo, Arion."
Arion mengangguk. "Nggak usah dipikirin."
Liona mengangguk kemudian bersandar di kepala kasur milik Arion.
"Makan," kata Arion mengulurkan satu paper bag berlogo makanan cepat saji.
"Maksudnya?" tanya Liona bingung.
"Nggak mau?"
"Mau," cicit Liona malu.
Arion langsung menyerahkannya. Cowok itu kembali duduk di kursi depan komputernya dan melakukan sesuatu disana yang Liona tidak mengerti apa namanya.
Setelah makan, Arion memintanya untuk tidur saja sampai pagi. Mengingat ini sudah tengah malam hampir mencapai subuh.
Liona merasa kepalanya berdenyut keras. Dia mencoba duduk, tetapi rasa sakit yang begitu kuat membuatnya hanya bisa merintih pelan. Arion, yang sebelumnya sibuk di depan komputernya, langsung menghampiri ketika mendengar rintihan Liona. Dia berjongkok di samping kasur dan mengelus kepala Liona dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI SANG KETUA
Fantasía❝Diam menjadi misterius, bergerak menjadi serius.❞ -Liona Hazel Elnara Peringkat Mengesankan: #1 in mafia [18 Agustus 2024] #1 in fantasi [21 Agustus 2024] #1 in misteri [27 Agustus 2024] #1 in thriller [27 Agustus 2024] #1 in teka-teki [28 Agustus...