TSK-14

86.8K 4.8K 46
                                    

Vote dulu pliss jangan jadi silent riders 🥺

Beberapa jam kemudian, Liona mulai sadar. Tubuhnya terasa amat sangat lemah, terutama karena sejak kemarin malam dia belum makan, ditambah lagi luka-luka akibat pertarungan tadi. Pandangannya masih kabur, tapi dia bisa merasakan kehadiran seseorang di dekatnya.

Gelap. Ruangan yang dia tempati begitu gelap. Liona langsung siaga ketika menyadari pergerakan di dekatnya.

Gadis itu mempertajam penglihatannya ketika menangkap sosok yang berdiri di samping kasur yang ia tempati.

Dengan berani dia menubruknya kuat dengan tangan meremas kerah baju orang itu.

Liona terkesiap menyadari pinggangnya di remas ketika dia semakin mengeratkan genggannya pada pria itu. Gadis itu tercekat ketika hembusan nafas hangat menerpa wajahnya. "Siapa lo?" tanyanya tegas.

"Coba tebak," tanyanya balik. Liona mengerutkan keningnya. Merasa familiar dengan suara serak itu.

"Alan," jawab Liona berfikir cukup lama.

"Panggil gue, Arion."

Liona meneguk ludah. Dia langsung meraba-raba dinding mencari skalar lampu.

"Dimana skalarnya.." lirih Liona putus asa. Tubuhnya terasa terombang-ambing.

"Hm," Arion berdehem parau.

"Ughh.." Liona meremas rambutnya merasakan kepalanya sakit.

Arion mematik skalar, keduanya saling pandang dalam keadaan yang sudah terang.

"Siapa yang lakuin ini?" tanya Arion mendekat.

Tak menerima jawaban, Arion pun menggendong Liona kembali ke kasur. Lelaki itu menatapnya datar. "Lo cukup diam, Liona."

Setelah Liona terdiam cukup lama sambil menetralkan sakit di kepalanya. Arion pun bertanya. "Bagaimana perasaanmu?"

Liona merasa malu ketika menyadari bahwa Arion mungkin telah melihat sebagian tubuhnya yang hanya mengenakan tank top sebelum memakaikan almamaternya. "Gue... terima kasih," gumamnya, wajahnya memerah.

Arion mendengus ketawa, mencoba menenangkan Liona. "Tenang aja, gue gak berfikir apapun yang aneh, gue cuma mau mastiin lo baik-baik aja."

Liona mengangguk pelan, masih merasa malu. "Terima kasih. Gue benar-benar berhutang banyak sama lo, Arion."

Arion mengangguk. "Tidak usah dipikirkan."

Liona mengangguk kemudian bersandar di kepala kasur milik Arion.

"Makan," kata Arion mengulurkan satu paper bag berlogo makanan cepat saji.

"Maksudnya?" tanya Liona bingung.

"Nggak mau?"

"Mau," cicit Liona malu.

Arion langsung menyerahkannya. Cowok itu kembali duduk di kursi depan komputernya dan melakukan sesuatu disana yang Liona tidak mengerti apa namanya.

Setelah makan, Arion memintanya untuk tidur saja sampai pagi. Mengingat ini sudah tengah malam hampir mencapai subuh.

Liona merasa kepalanya berdenyut keras. Dia mencoba duduk, tetapi rasa sakit yang begitu kuat membuatnya hanya bisa merintih pelan. Arion, yang sebelumnya sibuk di depan komputernya, langsung menghampiri ketika mendengar rintihan Liona. Dia berjongkok di samping kasur dan mengelus kepala Liona dengan lembut.

"Liona, tenang. Gue ada di sini," katanya dengan suara rendah, berusaha menenangkan gadis itu.

Liona menutup matanya rapat-rapat, berusaha mengendalikan rasa sakit yang mendera. "Kepala gue... sakit..," lirihnya, nyaris tanpa suara.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang