TSK-30

32.3K 1.7K 71
                                    

Vote dulu ya🖤

Liona merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat Arion mendekatkan wajahnya. Tatapan intens pria itu membuatnya merasa tertantang, bukan takut. Dalam hati, Liona tahu dia tidak bisa menghindar dari permainan ini, bahkan jika itu berarti menghadapi Arion dengan lebih dekat.

"Atau perlu sekarang gue kasih paham?" suara Arion terdengar dalam dan rendah, seperti tantangan yang tak bisa diabaikan.

Liona merasakan sebuah dorongan kuat dalam dirinya. Dia tidak ingin mundur, apalagi setelah semua yang terjadi. Tangan Liona terangkat perlahan, kemudian mengalung ke leher Arion. Sentuhannya terasa tegas namun tetap lembut, menunjukkan ketegasan yang penuh kepercayaan diri.

"Buat gue ngerti, Arion," gumam Liona dengan suara rendah dan penuh keyakinan. Mata mereka masih terkunci satu sama lain, seolah tidak ada yang ingin memutuskan kontak itu.

Arion sedikit tersenyum, sebuah senyum yang mencerminkan campuran rasa penasaran dan ketertarikan yang mendalam. Dia menurunkan wajahnya lebih dekat lagi, membuat jarak di antara mereka semakin tipis. Namun, kali ini, Arion tidak terburu-buru.

"Tapi, Hazel..." Arion berkata pelan, nadanya hampir terdengar menenangkan, "Mengerti itu bukan cuma soal kata-kata. Tindakan juga penting."

Liona menyeringai tipis. Dia merasakan panas yang membara di dalam dirinya, sebuah perasaan yang tidak bisa dia abaikan. "Gue bukan tipe orang yang mundur, Arion. Kalau lo mau kasih paham, kasih yang benar-benar jelas."

Arion terdiam sejenak, menatap Liona dalam-dalam, mencari kebenaran di balik kata-katanya. Kemudian, tanpa peringatan, dia memajukan tubuhnya, menyentuh bibir Liona dengan bibirnya, bukan dengan cara yang lembut, melainkan dengan penuh intensitas dan rasa mendominasi. Ciuman itu penuh dengan hasrat yang tertahan, dan Liona membalasnya dengan sama kuatnya.

Tangan Liona yang melingkar di leher Arion menariknya lebih dekat, membiarkan dirinya larut dalam perasaan yang mengalir. Tidak ada keraguan atau ketidakpastian dalam ciuman itu, hanya dorongan untuk saling memahami dengan cara mereka sendiri. Mereka berdua tahu ini bukan hanya tentang fisik, tapi lebih dari itu- sebuah pernyataan, sebuah tantangan yang diterima dan dibalas.

Ketika akhirnya Arion menarik diri, nafas mereka berdua terengah-engah, tapi mata mereka masih tetap terkunci. Arion mengusap pipi Liona sekali lagi, kali ini lebih lembut, seolah mengatakan bahwa ini hanya awal dari permainan mereka.

"Apakah itu cukup jelas untukmu?" Arion berbisik dengan nada menggoda, matanya memancarkan kilatan tajam.

Liona hanya tersenyum, sebuah senyuman yang menunjukkan bahwa dia sudah mendapatkan jawabannya. "Cukup jelas, tapi jangan berhenti di sini."

Arion menyeringai mendengar jawabannya. "Kalau begitu, bersiaplah untuk lebih banyak lagi, Hazel. Gue nggak akan berhenti sampai lo benar-benar paham."

Liona tidak ragu lagi. Dia tahu bahwa dengan Arion, tidak ada jalan mundur. Hanya ada maju, dan dia siap untuk apa pun yang akan datang.

Tring!

Ponsel Arion berdering namun sebelum memeriksanya terdahulu sang empu memilih memandang wajah Liona kemudian menghela nafas dan memeriksa pesan yang masuk.

Cukup lama Arion memandang pesan yang masuk sebelum akhirnya memasukkan ponselnya ke saku kembali. Dia melihat Liona lama dan matanya berubah sayu. "Jalan kenanga, bangunan ke dua sebelah kanan. Pergilah kesana besok di malam hari." ucapnya.

"Oke."

Arion mengangguk. "Maaf, aku harus pergi."

"Tidak masalah."

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang