TSK-16

94.1K 5K 28
                                    

Vote dulu yaaa!!!

"LIONA!!"

Tok! Tok! Tok!

Gadis yang bersembunyi di bawah selimut itu mengerjabkan matanya. Siapa yang menggedor pintunya sekarang. Ini bahkan masih jam setengah enam. Yang benar saja.

"Liona!"

Dengan langkah gontai Liona berjalan keluar dari kamarnya. Dia membuka pintu. Melihat siapa yang datang. Ternyata Alden dengan senyum lebarnya.

"Huh?" Liona mengerutkan keningnya. "Kok bisa kesini?"

"Maksudnya?"

"Rusun ini, bang Alden kok tau gue disini?"

"Disini ada temen kampus abang yang tinggal, dia tau lo jadi dia ngasih tau gue."

Liona mengangguk saja. "Terus kenapa pagi-pagi kesini? Bunda nggak khawatir?"

"Masih tidur."

"Nah, kenapa kesini pagi buta?"

"Lo harus pindah ke rumah kami." kata Alden.

"Gue nggak mau."

Alden menghela nafas. "Disini bahaya, lo anak gadis. Haram hukumnya tinggal di tempat beginian."

"Kalau pandai ngejaga diri kayaknya nggak bakal kok, keamanan disini ketat." kata Liona.

"Tetap aja bahaya, ayo ke rumah!"

"Tunggu, kenapa tiba-tiba sekali? Ada apa?"

"Nenek mau ketemu sama lo, nenek mau lo tinggal disana." kata Alden. Nenek dari ibunya-Elina. Namanya nenek Victoria, kesan Liona terhadapnya ya sedikit ketus namun sedikit perhatian dibanding Elina sendiri.

"Dalam rangka apa."

"Nenek rindu, nenek sakit keras sekarang." kata Alden dengan raut sedih. Tidak ada kebohongan yang ditangkap Liona.

"Oke seminggu."

Alden mengangguk. Tidak memaksa adiknya itu. "Sekarang ya?"

"Gue belum mandi."

"Lo mandi di rumah aja. Bawa beberapa baju dan perlengkapan sekolah lo ya, jangan lupa."

"Hm, gue masuk dulu,"

"Iya, abang tunggu disini."

"Ya."

***

Liona dan Alden tiba di depan rumah. Gadis itu memandang bangunan di depannya dengan raut datar.

Rumah ini besar, bergaya Eropa klasik dengan pilar tinggi, jendela besar berbingkai ukiran kayu, dan atap segitiga berwarna tanah liat. Lantai marmer dan langit-langit tinggi dihiasi lampu gantung kristal menambah kesan mewah. Perabotan antik mengisi ruang-ruang luas, dan taman rapi dengan patung serta air mancur melengkapi keindahannya.

Namun, Liona rindu dengan flatnya.

"Ayo masuk."

"Duluan aja." Liona kini mengikuti kakaknya itu masuk. Langkahnya pelan seakan memperhatikan semua benda yang ada disana.

Hingga Liona menabrak punggung Alden yang ternyata berhenti. Gadis itu melirik keatas tangga paling atas. Disana ada Elina yang menatapnya datar.

"Udah bangun, Nda?" kata Alden tersenyum.

Elina melirik putranya. "Sarapan terus ke kampus." katanya.

"Masih ada 30 menit, bunda..."

"Sekarang!" bentaknya. Elina menatap mereka tajam.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang