TSK-58

43.4K 2.2K 359
                                    

Udah mau ending nih guys
Vote dan komen ya

Beberapa hari berlalu sejak kejadian di kolam renang dengan Arion. Liona merasa hari-harinya kembali ke ritme yang tenang, namun ada sesuatu yang selalu mengganjal di pikirannya. Hubungannya dengan Arion semakin rumit, penuh dengan permainan emosi yang tak kunjung reda. Namun, malam itu meninggalkan jejak yang mendalam, membuat Liona terus memikirkannya.

Pagi itu, Liona duduk di ruang tamu rumahnya, matanya memperhatikan ibunya, Elina, yang terlihat gelisah dan tak henti-hentinya bolak-balik dari luar ke dalam rumah. Sesekali, Elina terlihat menatap ke arah jam dinding, seakan menunggu sesuatu yang penting. Wajah Liona tetap datar, meskipun pikirannya penuh dengan rasa penasaran. Ada sesuatu yang aneh dengan perilaku ibunya pagi ini, dan itu membuat Liona semakin curiga.

Liona memutuskan untuk tetap diam dan mengamati. Namun, ketika Elina tiba-tiba menghentikan langkahnya dan bergegas masuk ke dalam kamar dengan tergesa-gesa, Liona merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi. Tak ingin melewatkan kesempatan, Liona berdiri dan mendekati pintu kamar Elina, mendengarkan dengan saksama.

Dari dalam kamar, samar-samar Liona mendengar suara ibunya berbicara melalui telepon. Nada suaranya terdengar tegang, seolah sedang berusaha menyembunyikan kekhawatirannya. Namun, ada satu kalimat yang membuat Liona berhenti dan mencerna setiap kata yang diucapkan Elina.

"Ya, Gibran melarikan diri... dibantu oleh beberapa orang anak buahnya."

Mendengar itu, Liona tidak bisa menahan diri untuk tersenyum miring. Senyum itu penuh arti, mencerminkan betapa semua ini sudah sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Tanpa menunggu lebih lama, Liona menjauh dari pintu kamar ibunya, berjalan kembali ke ruang tamu dengan langkah ringan. Ada rasa puas yang tersembunyi di balik senyumannya, seakan-akan kabar ini hanyalah bagian dari rencana yang sudah ia siapkan.

Bagi Liona, semua ini adalah permainan yang lebih besar. Gibran melarikan diri hanya memperkuat posisinya. Dia tahu bahwa langkah ini akan memicu reaksi berantai yang akan membawa dirinya semakin dekat pada tujuan akhirnya.

Liona menatap keluar jendela, matanya tajam seperti sedang merencanakan sesuatu. Semua ini baru permulaan, pikirnya. Dan dia sudah siap untuk apa pun yang akan datang.

"Gibran... anda ternyata lebih menyukai kematian daripada keselamatan anda sendiri." Liona berjalan keluar rumah. Tangannya masuk kedalam saku celananya.

***

Bangunan besar yang berada di pinggiran kota itu berdiri kokoh, jauh dari keramaian pusat kota. Meskipun tampak sepi dari luar, di dalamnya adalah pusat kegiatan yang sibuk—tempat di mana rencana-rencana gelap dan rahasia disusun dengan hati-hati. Bangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai markas, tetapi juga sebagai benteng bagi sekelompok mafia yang telah beroperasi dalam bayang-bayang selama bertahun-tahun.

Malam itu, suasana di dalam bangunan tersebut terasa lebih tegang dari biasanya. Di ruang pertemuan utama, sekelompok pria berjas hitam berkumpul, masing-masing dengan ekspresi serius yang terpancar di wajah mereka. Mereka adalah bagian dari organisasi yang dipimpin oleh Gibran Frederick, sosok yang kini menjadi buronan setelah berhasil melarikan diri dengan bantuan anak buahnya.

Kabar tentang pelarian Gibran telah sampai ke telinga para mafia ini hanya beberapa jam sebelumnya, dan reaksinya beragam. Beberapa dari mereka merasa lega bahwa pemimpin mereka berhasil lolos dari kejaran pihak berwenang, sementara yang lain khawatir tentang langkah selanjutnya. Mereka tahu bahwa situasi ini akan memicu ketegangan baru di antara mereka, terutama dengan musuh-musuh yang semakin gencar memburu Gibran.

Di ujung meja, seorang pria paruh baya dengan mata tajam dan bekas luka di wajahnya, yang dikenal sebagai Leon, salah satu tangan kanan Gibran, bangkit dari kursinya. Suasana ruangan semakin sunyi ketika dia mulai berbicara.

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang