17| Fatal

93 10 0
                                    




Ben menatap pesan masuk di ponselnya dengan wajah memberengut. Suasana hatinya sudah tidak baik sejak pagi karena klien rewel yang terus menerus meminta revisi desain. Dia juga harus membantu Barry di kantornya. Ditambah lagi pesan dadakan yang diterimanya menjelang makan siang.

Kiara C: Ben, sorry ...

Kiara C: Aku nggak bisa besok

Kiara C: Aku lupa udah ada janji duluan sama teman


Melihat pesan itu, Ben berdecak kesal. Dan mengetik balasan dengan singkat.

Ben: Ok


"Hey, muka lo kenapa ditekuk aja, Bro?" Seseorang menepuk pundak Ben dari belakang. Dia langsung menoleh mendapati sang kakak berdiri di belakangnya.

"Nggak pa-pa, besok ada undangan dari Leovin, partner gue tiba-tiba bilang nggak bisa."

"Bukan Viona, ya?" tanya Barry tepat sasaran.

"Bukan. Terpaksa ajak dia."

"Masih aja lo sama dia." Pria berwajah Asia yang tidak begitu mirip dengan Ben itu berkomentar.

Ben tidak menggubrisnya dan mengalihkan, "Gimana kabar Mama Delia?"

"She's good."

Sembari menyelipkan ponsel ke saku celana, Ben bertanya, "Lo nggak mau ke rumah Mama Anna?"

"Ngapain? She's not my mom."

"Padahal dia bukan nyokab tiri nyebelin kayak di film-film," ungkap Ben jujur. Benar, ibu yang sempat tinggal dengannya adalah ibu tiri. Dan menurutnya, Ana tidak semenyebalkan itu sampai Barry harus membencinya. Salahnya mungkin, karena dia adalah istri ketiga ayah mereka. Sedangkan Mama Delia yang disebutkan Ben adalah istri sah pertama ayahnya.

Barry hanya mengangkat kedua bahu tak acuh.

"Kenapa Anna harus jadi ibu yang baik? Kalau dia nggak baik, gue kan jadi lebih mudah lepasin Viona."

"Lepasin aja, nggak usah mikirin dia," sahut Barry datar. Menurut Ben, Barry adalah orang yang terlihat tanpa beban dalam keluarga mereka. Melakukan segalanya sesuka hati. Lajang di usianya yang tak lagi muda. "Seharusnya, lo akhiri yang tegas sama Viona. Jangan cuma gonta-ganti perempuan yang akhirnya malah mengacaukan hidup lo sendiri."

"Lo tau sendiri Viona gimana? Kalau gue bikin keributan, mau ditaruh mana muka mama Ana? Orang-orang pasti bakal mulai gossiping tentang gimana dia yang nggak dihormatin sama anak-anak tirinya."

"It's her matters, not yours. Selamatin diri sendiri dulu sebelum lo selamatin muka orang lain. Kalau begini lo malah jadi nggak ada bedanya sama 'dia'."

"Ya mungkin gue salah satu anak yang gennya menurun pekat dari 'dia'." Selain fisik, mungkin sifat player Ben juga menurun dari sang ayah. Itulah yang selalu dipikirkan dan dicemaskannya.

Ben tidak ingin jika menikah nanti, pada akhirnya dia tidak bisa bertahan pada satu wanita seperti ayahnya. Oleh sebab itu, diusianya yang sudah matang, Ben pun masih menghindari pernikahan.

"Lo terlalu lemah Ben. Kalau kebanyakan mikirin orang lain, lo sendiri yang bakal hancur," komentar pedas Barry seperti biasa.

"Sialan, kenapa 'dia' pinter banget milih orang-orang baik buat dinikahin?"

Barry memasukkan kedua telapak tangannya ke saku celana. "Kalau nggak baik, nggak bakal dinikahin. Cuma berujung di kamar hotel doang. We all know that."

"Nah, itu maksud gue. Berengsek memang bokap lo."

"Bokap lo juga."

***

FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang