"Apa nggak sebaiknya aku pulang aja?"
"Tunggu aku ya, pleaseee?" pinta Ben memelas. "Kamu masih mau keliling di sini, atau tunggu di rumahku, terserah. Jam lima aku usahain selesai pokoknya. Kamu mau minta bantuin tugas juga kan?"
"Iya, sih. Tapi kalo kamu sibuk, aku pulang aja juga nggak pa-pa. Biar aku kerjain sendiri."
"Kita baru ketemu sebentar. Itu pun waktunya terpakai buat foto bahan sponsor. Kita belum ada quality time. Memang kamu rela pulang sekarang, baru ketemu lagi entah kapan?"
Jangan ditanya. Cantika tak pernah memikirkannya. Selama ini, dia rela-rela saja berpisah lama dengan pacar. Mungkin hal itu juga berlaku dengan Ben. Tapi belajar dari pengalaman, menghibur sedikit tidak ada salahnya. Toh, Cantika sudah banyak memeras keahlian Ben untuk dimanfaatkan.
"Iya deh, aku tungguin. Asal jangan kemalaman, aku pulang duluan nanti."
"Gitu, dong. Sorry, ya, aku nggak bisa anter kamu. Nanti kamu naik taksi aja ke rumah." Ben mengeluarkan dompet dompet dari saku celana, disusul sebuah kartu yang kemudian diberikan padanya.
"Apa?" tanya Cantika memandang lelaki itu dan kartu di tangannya bergantian.
"Buat naik taksi, sama kalo kamu masih mau jajan."
Ben sudah membantunya mengerjakan tugas, memotretnya, mentraktirnya, membelanjakannya pakaian, dan sekarang apa lagi? Lelaki itu memberikannya sebuah kartu? Bukan sembarang kartu, tapi kartu ATM-nya!
Karena Cantika hanya bergeming, Ben meraih tangannya dan memberikan benda pipih itu ke telapak tangan Cantika. "Nanti aku kasih tau pinnya."
"Ben! Kamu berlebihan nggak, sih?" desis Cantika setengah tak percaya.
"Bukan ATM utama, kok. Nggak seberapa isinya. Tapi cukup buat kamu jajan seharian." Diliriknya jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya, kemudian mengusap puncak kepala Cantika lembut. "Aku buru-buru. See you, babe." Satu kecupan ditinggalkannya di kening Cantika sebelum Ben ikut pergi meninggalkannya.
Cantika bukan hanya terpaku karena Ben mengecupnya di tempat umum. Dia masih tidak percaya kalau Ben baru saja menitipkan sesuatu yang amat berharga dan personal padanya. Mulutnya bahkan masih ternganga saat menunduk melihat kartu bertuliskan nama Bennedict Soren di tangannya.
Apa ini semacam ujian dari Ben untuk mengetahui sifat Cantika?
Sewaktu Ben menanyakan pendapat soal mandi, tidak sepenuhnya Cantika tak mengerti. Awalnya memang sempat bingung, tapi setelah kode keras, apalagi Ben sampai melepas kausnya, dia paham maksud lelaki itu. Hanya saja hatinya tak siap.
Sebisa mungkin dia menghindari banyak bermesraan dengan Ben. Sebab, Cantika tidak cukup percaya dia masih bisa mempertahankan kewarasannya ketika pria itu menyentuhnya lagi.
Sambil melangkah menyusuri mal, Cantika menggeleng-geleng pelan, lalu menepuk-nepuk kedua pipi. Dia masuk ke salah satu kios minuman boba untuk membeli minum dan menggunakan kartu dari Ben sesuai anjuran lelaki itu.
Tidak apa-apa, bukan?
Toh, si empunya sudah mengizinkannya.
Setelah merasa tidak ada yang bisa dilakukannya lagi di dalam mal, Cantika menuju mesin ATM untuk mengambil ongkos pulang. Betapa terkejutnya dia melihat nominal saldo yang kata Ben tidak seberapa itu.
Rupanya, tidak seberapa menurut tolok ukur Ben dan Cantika sangat berbeda bagai langit dan Bumi. Cantika sadar akan perbedaan mereka sejak awal. Tapi deretan angka "tidak seberapa" ini betul-betul mencengangkan, tak sesuai dengan perkiraannya. Apalagi mengingat kartu tersebut katanya bukan kartu ATM utama milik Ben.
![](https://img.wattpad.com/cover/370339941-288-k494481.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
Romance"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...