42 | Berbagi Ingatan

72 4 0
                                    

Gak nyangka udah part 42 di WP.

Masih panjang gak sih partnya??

Sabarr yaa, konflik dengan benang merah akan muncul satu per satu.

Sabarr yaa, konflik dengan benang merah akan muncul satu per satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

===

Dua sahabatnya yang sudah berada di apartemen memerhatikan Ben dengan pandangan seolah mereka kedatangan makhluk luar angkasa. Heran, kenapa lelaki itu ada di sini.

Tetapi Ben tidak memedulikannya sama sekali. Jangankan bilang permisi pada tuan rumah, dia masuk tanpa melirik sedikit pun. Hanya sempat bersibobrok dengan Olin barang sedetik. Seakan sejarah kekacauan di antara mereka tidak pernah terjadi.

Sedangkan Cantika, sudah cemas setengah mati. Takut Ben yang yang sedang kumat sumbu pendeknya mencak-mencak di apartemen Miko, membuat keributan.

"Cuma ini bawaan kamu?" Diangkatnya satu tas travel yang dijinjingnya. "Jangan sampai ada yang ketinggalan."

"E-eh, iya." Cantika mengekori Ben ke pintu. Membasahi bibir, merasa tidak punya pilihan. Di sisi lain ia merasa tak enak pada Olin dan Miko karena mendadak pergi dari sana.

Cantika lalu beralih pada teman-temannya. "Nanti gue chat ya."

"Tempatnya kecil, cuma satu kamar. Bed juga cuma satu. Mana bisa tiga orang tinggal di sana?" sinis Ben saat mereka keluar dari apartemen Miko.

Andai Ben tahu, rumah Cantika hanya sedikit lebih besar dari apartemen Miko, berada di gang sempit yang sulit dilewati mobil, kira-kira bagaimana reaksinya? Tapi Cantika memilih diam, menekan tombol lift ke lantai dasar.

Sudah cukup Ben tahu tentang ayahnya. Lelaki itu tidak perlu tahu lebih banyak tentang keluarganya.

"Kamu nggak tidur di sembarang tempat, kan?" tanya Ben.

"Nggak kok, aku tidur di kamar."

"Sama siapa?"

"Sama Olin, Mik—ups ..." Dirasakannya tatapan tajam Ben siap melubangi apa saja yang ada di depannya.

Duh, malah keceplosan lagi! Cantika membatin gusar.

Untung saja pintu lift terbuka saat itu, dengan dua orang yang—entah penghuni atau bukan—berada di dalamnya. Setidaknya Cantika bisa merasa aman meski hanya sebentar.

"Kita lanjut bicara di rumah," bisik Ben di telinganya, membuat ia merinding ngeri.

Cantika melirik pria itu takut-takut.

Dia menyiapkan mental untuk menerima segala omelan, bentakan, atau apa pun itu. Namun yang didapatinya ketika tiba di sana, Ben tidak berkata-kata, tidak menatapnya, tidak mengacuhkannya.

"Ben," panggil Cantika dengan bibir mengerucut. Menyentuh punggung tangan Ben lembut sambil memasang muka memelas—yang di mata Ben paling menggemaskan sedunia. "Jangan marah ...."

FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang