Halo, haloooo ....
Gak terasa perjalanan Cantika sudah sejauh ini, sebentar lagi berakhir, tinggal menghitung jari.
Apakah aku harus jadi author antagonis yang ngegantungin cerita menuju ending?
Mueheheheh ....
Kasih booster semangat dulu dong lewat vote, comment, share, dan save ke reading list kalian.
===
Belum ada satu pun dari mereka yang berani bicara. Tiga orang yang sudah dewasa itu mati kutu di depan ibunya Cantika. Aura kelam Arita mengintimidasi. Mereka hanya diam memerhatikan ketika Arita membuka kunci pagar rumahnya.
"Kalian mau terus di depan sana?"
Olin menelan ludah susah payah dan menoleh pada Miko dan Ben bergantian. Dua pria itu juga menatapnya, menunggu petunjuk. Begitu Olin mengangguk pelan, mereka masuk ke rumah mengekori Arita.
"Saya ingat kamu," kata Arita pada Olin meski tidak menyebut nama. "Tapi kenapa kamu datang dengan suami Cantika?"
Rumah mungil itu terasa seperti pengadilan untuk Olin. Jantungnya berpacu cepat saking takut dan gugupnya. Olin memang sudah terbiasa mengabaikan cemooh orang lain terhadap dirinya. Tetapi, ia masih tidak terbiasa dengan nada tajam dan sorot menuding Arita.
Menyadari perubahan sikap Olin, Miko berusaha menggantikannya menjawab. "Umm ... begini—"
Namun belum selesai kalimat Miko, Arita memotong. "Kamu teman perempuan ini?" Pasti yang dimaksud Arita adalah Ben. Karena matanya tertuju pada Ben.
"Bukan, saya Bennedict. Cantika tidak masuk kantor, nomornya juga tidak aktif. Apa ... Anda tau di mana Cantika?"
Lama, Arita tidak merespons. Hanya memandangi mereka satu persatu dan berakhir kembali menatap Ben. Tatapannya memang tak pernah ramah, namun kali ini sorot matanya jadi lebih nyalang ketika menatap Ben.
"Kamu ... bajingan itu?" Suara parau Arita sangat pelan sehingga tiga orang lainnya yang berada di ruangan itu tidak yakin dengan apa yang barusan mereka dengar.
Ben mengerjap dengan mulut sedikit terbuka. Bingung.
"Kamu bajingan yang merusak dia?!" Kali ini nada Arita meninggi.
"Saya ...—"
"PERGI! Berani-beraninya kamu muncul di depan saya!"
Olin yang gemetar mendengar teriakan itu berusaha bicara. "Tante, kami cari Cantika."
Sayangnya pertanyaan Olin tidak digubris. Arita malah beralih pada Miko. Tatapannya masih tajam dan tak berkedip sama sekali. "Kamu tau dia berhubungan dengan lelaki ini?"
Dari ekor mata, Miko melirik Ben. Dia menggigit bagian dalam bibirnya, bingung harus manjawab apa. Miko merasa serba salah. Bagaimana ibunya Cantika bisa tahu tentang Ben?
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
Romansa"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...