Halooo, halooo ...
Lama nunggu kah?
Maafkan, ada beberapa hal yang harus diurus minggu lalu.
Hari ini aku UP 2 bab gimana?
===
Cantika melirik ponselnya yang bergetar, notifikasi pengingat muncul di layar ponselnya. Seperti biasa, dia membuat pengingat kapan harus menjemput anak-anak, atau melakukan hal lainnya karena dia pelupa akut.
Masalah dengan Ben sudah diselesaikan pagi tadi, mereka berbaikan, Cantika membuka blokir nomor pria itu. Tadinya Ben menawarkan untuk mengantarnya ke kampus hari ini sebagai tanda permintaan maaf dan rayuannya seperti biasa. Tetapi selesai kuliah, ada tugas yang harus di laksanakan Cantika. Sehingga dia harus ke kampus dengan mengendarai mobil yang biasa dipakai menjemput anak-anak. Terpaksa tawaran Ben ditolaknya dengan berat hati.
"Kiara." Suara seseorang yang dikenalnya menghentikan langkah Cantika. Dia mengangkat kepala dari layar ponselnya, memastikan siapa yang memanggilnya sambil menyimpan ponsel ke saku celana. Meski sebetulnya, sudah bisa dipastikan siapa si pemilik suara.
"Ya, Jov?"
"Ra, aku nggak mau putus." Adalah kalimat yang sudah sering didengar Cantika.
"Tapi aku selingkuh."
"Nggak pa-pa. Mungkin aja kamu selingkuh karena aku yang kurang bisa diandalkan sama kamu. Atau mungkin aku masih payah buat jadi pacar kamu."
Cantika terperangah. Sejujurnya, Jovino adalah lelaki pertama yang tak marah padanya meski ia memutuskan hubungan secara sepihak. Apalagi alasan putusnya terbilang yang paling buruk di antara yang lain.
Jovino memang mudah tersulut emosi dan cemburu saat ada pria lain mengganggunya. Tapi pemuda itu tidak pernah menuduh Cantika kecentilan, penggoda, sok jual mahal, atau hinaan kasar lainnya seperti beberapa mantan yang lain.
Sentuhan fisik yang dilakukan Jovino tergolong wajar. Anak muda zaman sekarang berciuman, tentu saja merupakan hal biasa. Jangankan seusia Cantika, anak bocah yang pacaran saja di tik-tok sudah main cium-cium. Walau bagi Cantika, terlihat aneh dan mengerikan dengan pergaulan semacam itu. Awalnya dia sendiri mengharamkan sentuhan fisik yang melibatkan bibir. Tapi mau bagaimana lagi, anggap saja itu adalah bayaran untuk mereka yang dimanfaatkan olehnya.
Olin pernah berpesan padanya, perempuan centil boleh saja, asal jangan murahan. Jadilah wanita berkelas yang tak mudah dibodohi. Sebab Olin sendiri tak sembarang menyerahkan tubuhnya pada lelaki.
"Jovin, kamu itu baik," ucap Cantika. "Dan kamu pantas buat dapat yang lebih baik dari aku." Alasannya klise.
"Tapi nggak ada yang lebih cantik dari kamu, Ra."
Baiklah.
Untuk yang satu ini, mungkin Cantika harus mengakuinya.
Gadis itu pun kemudian berdeham, menetralkan raut wajahnya. "Maafin aku, ya. Kamu nggak kurang apa-apa, cuma aku yang nggak bisa suka kamu."
Jovino punya nilai yang cukup baik di kampus, dia dari keluarga berada dan berpendidikan, wajah tampan, gaya oke, sejauh ini Jovino menuruti apa kata Cantika, bukan jenis lelaki kasar maupun terlalu posesif. Tetapi jika lawannya adalah Ben, Jovino jelas kalah.
"Ra, apa nggak ada kesempatan buat aku lagi?" pinta Jovino sedikit memohon.
"Kenapa Jov? Kenapa kamu suka aku? Aku itu bukan anak konglomerat kayak gosip yang beredar."
"Aku nggak peduli."
"Meskipun aku sebetulnya cuma anak miskin, kamu tetap suka?"
Jovino sedikit bingung dengan pertanyaan Cantika yang dianggapnya mustahil itu. Miskin seperti apa yang dimaksud Cantika? Baginya, Cantika tidak terlihat seperti orang yang kekurangan. Supir yang pernah menjemput, juga kendaraan roda empat yang kadang dikendarainya ke kampus terbilang menengah atas. Tetapi bagaimanapun keadaan ekonominya, Jovino yakin tidak akan memusingkan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
Romance"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...