Olin membasahi bibirnya gugup. Sambil duduk menangkup cangkir kopinya, Olin memerhatikan Bayu yang membaca lembaran kertas berisi perjanjian mereka dulu serta lampiran tambahan darinya.
Setelah beberapa tahun hidup dari kucuran dana Bayu, Olin terpaksa harus mengambil keputusan ini. Keputusan yang merupakan janjinya pada Cantika. Mungkin bukan sepenuhnya karena Cantika. Sebagian dirinya memang ingin berhenti. Hidup untuk dirinya sendiri seperti yang Cantika katakan.
"Kamu yakin sama pilihan kamu, Lin?" tanya Bayu melirik Olin dari map yang dipegangnya.
Kali ini, mereka bertemu dalam situasi yang lebih formal sesuai permintaan Olin. Untuk membahas hal yang sangat serius ini, Olin tidak mau membicarakannya di apartemen, apalagi di dalam kamar. Dia bisa saja goyah.
Kebiasaan yang sudah melekat selama bertahun-tahun sulit untuk ditinggalkan. Olin mungkin tidak akan bisa langsung terlepas dari pergaulan bebasnya. Tapi setidaknya, ia harus mencoba memangkas akar dari belenggunya.
"Saya memang udah memikirkan ini sejak lama. Tapi baru punya keberanian sekarang. Untuk barang-barang dan harta benda pemberian Pak Bayu—"
"Sssttt ..." Bayu segera menyela kalimat Olin, "Kita udah cukup lama kenal, kamu menjalankan tugas kamu dengan baik. Dan semua itu bukan cuma pemberian dari saya." Sembari membolak-balik beberapa kertas yang disisipkan Olin.
"Pak Bayu setuju? Pak Bayu nggak nahan saya?"
"Kamu benar-benar mau berhenti? Atau cuma menjauhi saya?" Bayu bertanya balik.
"Olin mau berhenti dari semuanya. Mungkin sulit, makanya Olin mulai dari Pak Bayu. Bukan karena Pak Bayu orang yang nggak berarti, bukan begitu. Justru karena Pak Bayu yang paling lama Olin kenal dan paling mengerti saya."
"Alasan kamu?" Bayu meraih bolpoin di meja. Menatap Olin sebelum benar-benar membubuhkan tanda tangannya di atas kertas.
Olin terdiam sejenak sebelum menjawab, "Keluarga."
Jelas-jelas Bayu tahu kalau Olin yatim piatu, juga soal sanak saudara Olin yang lepas tangan atas hak asuhnya sejak sekolah. Dengan kata lain, bisa dibilang Olin sebatang kara.
"Oh, yang benar aja, Sayang. Saya tau hampir semua tentang kamu."
"Saya punya, satu-satunya orang yang saya anggap keluarga. Buat saya, pilihan ini memang sulit. Tapi saya mau hidup lebih baik demi dia. Saya harap, Pak Bayu bisa menemukan orang lain." Tetapi Olin segera menggeleng. "Enggak. Saya harap, Pak Bayu juga berhenti menemui orang lain demi keluarga Anda."
Ekspresi Bayu tidak terbaca. Rautnya tetap tenang, tidak menunjukkan kemarahan. Bayu terdiam cukup lama, seperti menimbang-nimbang sesuatu. Kemudian pandangannya kembali tertuju pada dokumen di atas meja.
"Jadi, kontrak kita betul-betul berakhir?" tanya Bayu memastikan.
"Iya." Jawab Olin mantap. "Tolong kasih saya waktu untuk pindah dari apartemen."
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
Romance"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...