"Ketika pernyataan 'perempuan selalu benar' adalah bullshit."
Ben menyugar rambutnya kasar. Terus memaki dalam hati. Kakinya menendang udara dengan frustrasi. Entah kenapa dia menjadi kekanakan begini. Marah hanya karena hal sepele. Padahal dirinya sendiri masih terikat oleh Viona. Tetapi dia malah menumpahkan stres dan seluruh emosinya pada Cantika. Perempuan itu pasti akan benar-benar memebencinya setelah ini.
Berkat rasa tidak percaya yang dimilikinya pada diri sendiri, Ben otomatis melemparkan duri pertahanannya sebelum ia lebih dulu disakiti. Ben kesulitan untuk menaruh kepercayaan terhadap orang lain. Amarahnya setelah menyaksikan Cantika dekat pada lelaki lain segera memproteksi diri dengan cara menyerang seperti tadi.
Menurut Ben, jika bukan dia yang berselingkuh, akan ada kemungkinan sang wanita yang melakukannya. Ben sudah terlalu banyak melihat kejadian serupa selama hidup. Mulai dari orang terdekat yang menjadi figur teladannya.
Sang ayah yang telah menikah sebanyak empat kali dan memiliki entah berapa banyak selir di luar sana merusak makna ikrar setia dalam hidup Ben.
Baginya hanya ada dua kemungkinan dalam kelangsungan sebuah hubungan, jika bukan mengkhianati, maka harus siap dikhianati. Dan Ben tidak suka memposisikan diri sebagai korban. Lebih mudah dianggap bejat dibanding merasakan sakitnya pengkhianatan. Sebab, dia sudah cukup merasakannya.
"Ben, kamu di mana?" terdengar suara seorang wanita saat Ben menjawab panggilan di ponselnya. "Kamu belum pulang kan?"
"Belum," sahut Ben datar.
"Jangan pulang. Kalau kamu ninggalin aku di sini, apa kata orang-orang? Banyak influencer lain di sini, nama baik aku dipertaruhkan."
"Keluar."
"Apa?" tanya Viona kebingungan. "Maksud kamu gimana?"
"Keluar dari sana sekarang sebelum aku tinggal," desis Ben tajam.
"Hei!" Pekikan terakhir dari Viona yang didengar Ben sebelum ia memutus teleponnya.
***
Miko menarik beberapa lembar tisu dari kompartmen sebelahnya. Dia memberikannya sambil menoleh sebentar pada Cantika karena masih harus fokus melihat ke jalan.
Gadis itu mulai menumpahkan air mata ketika mereka masuk ke mobil. Menangis sesenggukan menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.
Tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi Miko sempat mendengar teriakan marah Cantika sebelum gadis itu menabraknya. Yang pasti bukan hal baik hingga Cantika berderai air mata seperti sekarang. Miko juga tidak bisa langsung mengantar Cantika pulang dalam keadaan begini.
Ketika dilihatnya jalan lebar yang agak sepi, Miko menepikan mobilnya, berhenti di sana. Jalan itu bukan jalan raya yang umum dilalui banyak orang, tetapi ada beberapa pedagang kaki lima di sekitarnya. Miko memilih berhenti di sana, bersebelahan dengan trotoar dan petak tanah kosong yang ditumbuhi pepohonan.
"Kita berenti di sini dulu ya, Can," ujar Miko tanpa bermaksud meminta persetujuan.
Cantika tak meresponsnya, masih sibuk terisak selama beberapa menit ke depan. Sampai dirasa lensanya mulai kehabisan air mata, gadis itu berhenti.
Begitulah Miko, dia tipe yang tidak akan banyak bertanya, berusaha menenangkan Cantika, atau menyuruhnya berhenti menangis. Pria itu hanya membiarkannya hingga dirasa Cantika siap untuk bicara.
"Eh, mau lihat fotonya Ji ... –Ji siapa tadi kata kamu yang mirip Pak Yuka Leovin?"
"Ji Chang Wook," kata Cantika mengoreksi Miko. Mengusap pipi basahnya dengan bibir mengerucut.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
عاطفية"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...