===
"Miko? Kamu kok pindah ke sofa?"
"Eh, Can." Miko hampir lupa kalau Cantika selalu bangun pagi.
"Apa aku semalam tidurnya nggak bisa diem? Aku ngigau?"
Dengan gerakan serba salah, Miko mengusap tengkuknya. "Ng-nggak, kok."
Cantika memekik tanpa suara. "Jangan-jangan aku nampar kamu?? Apa ngilerin kamu?"
"Nggak, Can ..." Sesuai kata-katanya semalam, Cantika tidur dengan amat sangat tenang seperti putri tidur. Justru sbealiknya, yang jadi masalah di sini adalah Miko sendiri. "Itu ... aku cuma nggak betah aja karena terbiasa tidur sendiri."
"Ya ampun, sorry ya. Kehadiran aku di sini pasti ganggu banget. Nanti sore aku balik ke rumah, deh," ucap Cantika dengan bibir mengerucut dan wajah memelasnya.
Tapi tak hanya sampai di situ, Cantika bergumam menambahkan, "Ya, meskipun aku dan mamaku belum akur. Meskipun aku masih nggak nyaman pulang. Meskipun aku belum bisa ketemu Tante Grace. Aku paksain—"
"Udah, nggak pa-pa," potong Miko cepat. "Kamu di sini aja dulu kalau belum bisa pulang. Sampai kamu merasa lebih baik, kamu bisa tetap di sini." Bahkan Miko hampir tak percaya dengan apa yang baru saja mulutnya katakan.
Sorot sedih Cantika secepat kilat menjadi berbinar. "Beneran, Mik?"
"Iya, terserah kamu sama Olin mau sampai kapan di sini."
"Makasih, Miko!" Gerakan Cantika tidak bisa diprediksi saat mendorong diri memeluk lengan Miko.
Jangankan membujuknya pulang ke rumah, baru melihat Cantika memberengut saja, otak Miko sudah nge-blank.
Fix, nanti malam alamat tidur di sofa lagi, batin Miko.
***
Dia melihat sedan biru itu dari kejauhan, bergerak perlahan mendekatinya. Ketika sedan itu memelan dan berhenti tepat di depannya, kaca jendela di sisi penumpang perlahan turun. Menampilkan sosok pria di balik kemudi. Seperti sudah terkoneksi, Cantika langsung masuk ke mobil tanpa diperintah.
"Lama nunggu?" tanya Ben.
"Nggak, kok."
"Oh, mendung soalnya. Takut kamu kehujanan," kata Ben lembut dan sungguh-sungguh, sarat akan kekhawatiran.
Setelah selesai mengumpulkan tugas maketnya tadi, tiba-tiba saja Ben menelepon. Cantika sempat heran, bukan hanya karena Ben meneleponnya sebelum jam makan siang, tapi alasan Cantika tidak memblokir nomor itu kali ini. Dan ajaibnya, dia mau menerima panggilan dari Ben.
"Bisa kita ketemu?" Suara Ben terdengar rendah, dan terdesak secara bersamaan ketika lelaki itu bertanya di telepon.
"Buat apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
Romance"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...