"Kita itu ... sebetulnya apa?" Pertanyaan Cantika membuat Ben menghentikan segala aktivitasnya.
Sedangkan Cantika segera tersadar akan apa yang baru saja ditanyakannya. Gadis itu buru-buru menutup mulut rapat-rapat, kelihatan salah tingkah, wajahnya merona.
"M-maksud aku ..." Mendadak dia gelagapan.
Ben memutar tubuh menghadap Cantika. Senyum tipis terbit di wajahnya. "Kamu maunya apa? Aku jadi selingkuhan kamu?"
Kata selingkuhan sama sekali tidak terdengar baik di telinga Cantika. Lebih dari itu, dia membencinya. "Aku udah putus."
Sepasang iris husky milik Ben pun mengerjap memandangnya. "Kamu udah putus?" ulang pria itu dengan dahi berkerut.
Cantika melirik Ben ragu-ragu dan mengangguk. Memalukan. Rasanya dia seperti baru saja menyatakan perasaan pada pria itu. Di mana dirinya yang biasa mampu mengambil kontrol? Cantika selalu tidak berkutik di depan Ben.
"Then, will you be my girlfriend?"
Napas Cantika terasa seperti tersangkut di kerongkongan. Jantungnya berdentum-dentum menggila. Ini bukan yang pertama kalinya ia menerima pernyataan cinta. Bisa dibilang sudah tidak terhitung jumlahnya. Tetapi, mengapa perasaan asing seperti ini baru pertama dirasakannya, saat Ben yang mengatakannya?
Berbanding terbalik dengan Cantika yang gugup. Ben tampak santai, tersenyum memandangi wajahnya menunggu jawaban. Seolah kalimat yang diucapkannya tak berarti apa-apa.
"Kamu ... udah sering nembak cewek, ya?"
Kekehan renyah Ben segera mengudara. "Kenapa kamu nanya gitu?"
"Kamu kok gampang banget bilangnya? Biarpun cowok, biasanya masih ada grogi-grogi dikit takut ditolak. Lah kamu, lancar banget nanya, nggak ada malunya."
"Kalo aku begitu, yang ada malu sama umur. Aku bukan ABG lagi, udah lewat masa-masa groginya. Lagian kamu nggak bakal nolak aku."
"Tau dari mana?"
"Dari muka kamu." Ben tertawa mencubit pipinya. Dibalas tepisan dan delikan Cantika.
Entah kenapa, mendadak topik ini membuat jiwa Cantika tergelitik untuk bertanya lebih. "Jadi, kamu juga pernah grogi pas nembak cewek?"
"Pernah, dong." Pandangan Ben seperti menerawang. "Waktu sekolah."
"Waktu sekolah aja?" ulang Cantika. "Kalau pas kuliah dan setelah lulus? Udah pengalaman sampe nggak grogi lagi?"
Ben tartawa mengacak rambut gadis yang menatapnya dalam sorot penuh ingin tahu. "Asal kamu tau, aku baru sekali punya pacar."
Apakah Cantika akan percaya? Tentu tidak. Setelah ternganga sejenak, dia langsung berceletuk, "Bohong banget! Nggak mungkin!"
"Kenapa nggak mungkin?"
"Kamu tuh ibarat buaya cap angsa, bisa tiba-tiba nyosor. Pasti kamu tipe yang nggak bakal kehabisan stok perempuan."
"Kok kamu mau punya pacar buaya?"
"Ya gimana dong, siapa suruh muka gantengnya kebangetan? Mana ada yang bisa nolak, coba?"
Kalimat blak-blakan Cantika kontan membuat Ben tergelak. Ganteng kebangetan, kata perempuan itu. Dia sudah sering mendengar pujian. Tapi entah kenapa pujian dari Cantika yang terdengar paling spektakuler, lucu, dan membuatnya salah tingkah.
Sisi Cantika yang sering bicara tanpa rem inilah yang menyenangkan. Gadis itu bahkan tidak malu-malu atau gengsi untuk memberi pujian. Entah apakah karena kejujuran, atau ada maksud lain di baliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
Romans"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...