WAAAA ...
MAAF BANGET TELAT UPDATE.
Oke, napas dulu. Jadi minggu lalu aku bepergian, gak bawa laptop dan susah sinyal di tengah laut.
Sebenernya udah siapin cerita sih, tapi pas upload dari HP kayaknya kacau banget spasi dan enternya. Makanya aku nunggu pulang ke rumah.
Sekali lagi, maaf banget molor. Aku bakal nebus dengan update beberapa part. Semoga kalian suka ❤
Dari aku, yang habis liburan.
=====
"Kenapa nanya-nanya? Mencurigakan."
Ben tersenyum seraya menjawab, "Aku anter, yuk."
"Nggak, ah. Nanti ada maunya," tuding Cantika. Tidak pakai basa-basi. Berbanding terbalik dengan hatinya yang sudah bersorak karena dia tak harus membayar ojek online.
"Kan aku lagi usaha, buat memenuhi standar jadi calon pacar kamu."
Kalimat itu.
Ben memang sudah mengatakannya dan Cantika hanya menganggap angin lalu karena mereka belum lama kenal. Dari segi fisik, tentu saja semua yang ada pada diri Ben menang telak. Wajah dan tubuh tak perlu dikata lagi, macam model pria di sampul majalah. Soal materi, Ben adalah pria dewasa yang sudah bekerja. Lebih dari boyfriend material, malah sudah bisa dibilang husband material mengingat usianya yang matang.
Seberapa jauh Cantika mengenal sifat Ben dan seberapa dalam hatinya akan terlibat, itulah yang menjadi bahan pertimbangan utama. Meski bosan harus berganti-ganti pacar, setidaknya Cantika masih bisa menikmati kebebasannya. Selain itu, menerima tawaran Ben terasa seperti membuka kotak yang dia tidak tahu apa isinya.
"Jangan kebanyakan bercanda. Nanti orang lain jadi nggak tau kapan kamu serius," desis Cantika datar.
"Ehem!" Ben sengaja berdeham setelah mereka dilingkupi sunyi barang semenit. "Kapan nih, cicilan nontonnya dibayar?" Pria itu langsung mengalihkan ke topik lain karena dirasa suasana mendadak kaku.
"Kamu kapan ada waktu?" Cantika balik bertanya.
"Weekdays malam, weekend," kata Ben mengendikkan bahu tanpa arti.
Sembari memutar-mutar tube salep di tangannya, Cantika bergumam sebentar, lalu bertanya, "Hmm ... nanti malam kamu pulang jam berapa?"
"Mau hari ini?"
"Tergantung, kamu bisa jam berapa? Kalau terlalu malam, aku nggak bisa."
"Jam tujuh?" tanya Ben memastikan.
"Jam tujuh waktunya makan malam sama anak-anak. Setengah delapan, deh. Atau jam delapan."
"Boleh, deal ya."
Setelah melirik sekilas jam dinding di rumah Ben, Cantika merosot turun dari bar stool. Sudah waktunya dia pulang dan bersiap-siap untuk ke kampus. Sejujurnya tidak masalah terlambat, tapi Cantika tidak ingin terlalu lama di rumah itu. Ben juga pasti harus bersiap kerja. Jadi, Cantika memutuskan kembali ke rumah Tante Grace.
"Kalau gitu aku pulang dulu. Kamu juga harus siap-siap kerja kan?"
"Iya. Jadi, ..." Ben menjeda kalimatnya. Wajahnya penuh harap. "Aku antar, ya?"
Butuh waktu tiga detik untuk kembali berpikir sebelum Cantika akhirnya benar-benar menerima tawaran itu. "Ya udah."
***
"Jadi, nanti terakhir lo naik yang ke arah Meruya. Turun dari halte tinggal naik ojol deh ke rumah lo."
Gadis cantik itu melongo setelah temannya panjang lebar menjelaskan rute TransJakarta. Cantika baru dua kali naik bus, itu pun dengan Sheril dan Olin waktu SMA. Bisa dibilang dia anak miskin golongan elit. Selama hidupnya, hanya dalam hitungan jari naik kendaraan umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
Romance"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...