02| Mau Pegang

436 23 5
                                    




Cantika masih terbayang juga kejadian tadi. Bulu kuduknya sampai merinding. Mengedarkan pandangan ke sekitarnya, dia lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Memijat layar ponselnya, mencari satu nama pada daftar kontak, dan langsung menekan tombol panggil.

"Lin, Olin!" serunya tak sabar ketika telepon diangkat.

"Hmmm." Suara serak dan nada malas di seberang sana menunjukkan betapa si empunya suara masih teramat mengantuk.

Jelas saja, ini bahkan belum jam tujuh pagi.

"Gue baru aja liat kejadian super gila, Lin!!" Cantika berseru heboh di telepon.

"Mmm?" gumam Olin, tanda bertanya.

Cantika yakin orang yang diteleponnya ini menjawab masih dalam keadaan mata terpejam. Tapi rasa kalut membuat dia mengabaikan apa pun. Dia hanya ingin curhat, membagi cerita spektakuler yang baru dialaminya. Dia memang sering bertemu orang aneh, tapi peristiwa seperti tadi baru pertama kali dialaminya.

"Lin, masa tadi ... waktu gue lagi jogging, gue liat cowok ... di dalam mobil," Kalimatnya tersendat-sendat saking malunya bercerita.

"Mm hm?" Olin mengisyaratkan agar Cantika meneruskan ceritanya. Masih mengantuk tapi penasaran karena temannya terdengar panik.

"Di-dia sinting! Cowok itu sinting! Dia masa kayak gitu di mobil!"

"Hm?" Tidak perlu dijelaskan, Cantika sudah tahu kalau Olin sedang menanyakan maksud ucapannya.

"Dia ... ituuuu Linn!! Dia begitu di mobil! Cowok itu pelepasan di dalam mobil!" Gemetar malu mulutnya berbicara. Masih terasa bergidik mengingat kejadian vulgar tadi.

"Mmhh ..." Terdengar erangan Olin yang meregang. Dengan suara serak khas orang baru bangun tidur, dia akhirnya menyahut, "Kok bisa?"

Cantika kemudian menceritakan rentetan kejadian yang baru dialaminya. Dia harus membuang ingatan itu. Dan satu-satunya tempat menampung ceritanya cuma Olin, sahabatnya.

"Terus, lo bantuin nggak?" tanya Olin santai.

"Ya enggaklah! Ngaco!"

"Cakep?"

Cantika terdiam, mengingat kembali sosok laki-laki itu. Bibir merah alami dan iris jernihnya menarik perhatian meski dalam keadaan setengah sadar akibat mabuk. Hidung mancung dan bentuk bibir tipis yang begitu menggoda. Dadanya yang terasa keras berotot serta lengan kokoh. Dari semua itu, kesimpulan darinya adalah pria tadi benar-benar tampan.

"Yaa, lumayan siiih. Ganteng, tapi kayaknya lebih tua, keliatan akhir dua puluhan umurnya." Sambil memutar bola mata ke atas, melirik langit-langit kamar.

"Kalo gue jadi lo, bakal gue tanya, perlu bantuan apa enggak?" ujar Olin terkekeh.

Satu hal yang dilupakan Cantika. Temannya yang satu ini pasti bakal selalu memberi nasihat luar biasa ekstrem terkait hal-hal vulgar. Olin itu lebih blak-blakan dan berani orangnya. Mungkin kalau dia yang lihat, seperti katanya tadi, dia malah gabung dengan cowok itu!

"Ih ... Olin, mah! Gue kan udah punya cowok!"

"Hilih, tar lagi juga putus lo." Sudah sangat hapal dengan kebiasaan Cantika yang mudah bosan.

"Jangan gitu dong, baru juga sebulan." Meski tahu Olin tidak bisa melihatnya, dia mengerucutkan bibir cemberut.

"Ganteng mana Jovino sama cowok tadi?" tanya Olin menggoda. Jovino adalah nama pacar Cantika.

Jujur saja, kalau secara keseluruhan, tentu Jovino kalah. Pria tadi sangat tampan dan aura maskulinnya menguar sempurna, mana bisa dibandingkan dengan remaja yang baru beranjak dewasa?  Sangat timpang.

FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang