Ben masih belum percaya pada apa yang dilihatnya ketika terbangun dari tidur. Perempuan yang belum lama ini tidak lebih dari sekadar fantasinya ada di sebelahnya. Bahkan ketika Ben memeluknya dan merasakan kehangatan yang nyata dari tubuh wanita itu, selaganya terasa menakjubkan.
Cantika berbeda dari wanita-wanita yang pernah bersamanya. Tubuhnya adalah yang paling lembut, dan aromanya paling menyenangkan. Satu malam bercinta dengannya tak akan cukup. Ben merasa tiga bulannya berpuasa dari aktivitas panas nan menghibur lebih dari sepadan saat ia bisa sepenuhnya menyentuh sang putri yang sempurna. Ternyata penantiannya tak sia-sia, kesabarannya berujung pada keberuntungan.
Ben sempat ragu meski semua berjalan sebagaimana niatan awalnya; memanfaatkan Cantika. Setelah dia berkata jujur dan mengakuinya pada Cantika, pikirannya berubah. Sifat murah hati perempuan itu yang menggerakkan nuraninya.
Namun, Ben tidak bisa menyimpulkan apa yang dirasakannya adalah cinta. Sama sekali tidak. Kata itu telah lama hilang dari rak perasaannya. Dia yakin apa yang dirasakannya hanya ketertarikan secara fisik. Kecantikannya sangat mengesankan, mudah bagi siapa saja untuk menyukai Cantika.
Sepanjang hari ini Ben tidak bisa fokus bekerja. Pikirannya teralihkan oleh tubuh polos Cantika dengan lekuknya yang sempurna. Ben tidak tahu bagaimana dengan yang lain, tapi untuk ukuran perempuan yang baru pertama melakukannya, Cantika luar biasa.
Perempuan itu cukup hebat dengan bisa mengimbanginya di ranjang. Cantika rajin berolah raga, mungkin itu sebabnya dia dapat bertahan dari serangan Ben yang bertubi-tubi. Kendati begitu, Ben cukup tahu diri untuk memulai semuanya perlahan agar tidak menyulitkan Cantika.
"... En."
"Ben."
"Woi, Ben!"
Saat sesuatu terpental ke dahinya, Ben terlonjak kaget. Menurunkan pulpen yang sejak tadi dimainkannya. Rupanya pesawat kertas. Dan yang barusan melemparnya adalah Theo. Lelaki itu sudah berdiri di dekatnya dengan pesawat kertas lain yang dipegangnya. Ben jadi bertanya-tanya, sejak kapan dia ada di sana sampai sempat membuat dua pesawat-pesawatan?
"Kenapa?" tanya Ben terganggu dengan kehadiran lelaki itu.
"Sebentar lagi tim B mau presentasiin desain ke klien," Theo melipat kertas lain untuk dijadikan pesawat ketiga. "briefing dulu sana."
"Bukan, gue bukan nanya itu. Kenapa lo selalu mucul di saat yang nggak tepat dan ganggu gue?"
"Bangke! Mikirin apa lo lagian di kantor? Dari tadi dipanggil-panggil kayak mayat. Jangan bilang mikirin kerjaan, karena gue nggak bakal percaya sama otak selangkangan lo."
Ben memutar mata kesal. Bukan karena pernyataan Theo salah, lantaran karena lelaki itu terlalu mengenal dirinya. "Lo aja yang briefing. Biar gue yang review rancangan 3D."
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN ROMANCE [TAMAT]
Romance"Orang macam apa yang minum kopi kayak gini? Hot coffee bukan, iced coffee juga bukan." "Oh, I prefer hot lady dibanding hot coffee." Sejak awal, pertemuan Cantika dan Ben bagai bencana. Sekuat tenaga Cantika berusaha menghindari pria yang berbahaya...