BEFORE YOU'RE MEMORY FADES

19.9K 1.3K 12
                                    

Seminggu bekerja disini, Zeya mulai bisa beradaptasi. Setiap hari ia akan bangun pukul lima, membantu Mutia menyediakan bahan masakan atau memotong sayuran dan apapun jika Mutia meminta, mencuci peralatan masak sehabis memasak. Sebenarnya pekerjaan Zeya hanya itu, namun jika luang, Zeya selalu keluar dan menyiram tanaman di rumah kaca yang keluarga ini punya. Dari Asih, Zeya di beritahu kalau nyonya rumah sangat menyukai anggrek dan mawar, tidak heran jika dua jenis bunga itu berjumlah ratusan disini.

Semingguan ini pula, Zeya dan Mutia hanya memasak untuk satu anggota keluarga yaitu Arya Lazuardi- sang kepala keluarga yang kemarin menyapa Zeya dengan baik.

"Karena ibu sibuk, gimana kalau mulai sekarang bunga-bunga ini  kamu yang urusin?" Zeya langsung mengangguk mendengar ucapan Asih. Ia baru saja selesai mengelap seluruh dinding kacanya.

"Emang gak papa?" Asih menggeleng, sebenarnya ini tugasnya, tapi lama-lama jadi tidak terpegang karena ia keburu lelah membereskan rumah dan juga tiap-tiap kamar dirumah ini kecuali satu kamar. Anak laki-laki keluarga Lazuardi tidak suka kamarnya di masuki orang lain.

"Emang ibu kerja apa?" Zeya seminggu ini tidak banyak tanya soal anggota keluarga.

"Ibu punya banyak usaha di luar, tapi dia lebih sering keluar buat ngajar." Zeya mengangguk, meletakkan kembali pot mawar yang sudah ia siram dan cabuti daun matinya.

"Dia guru?" Asih menggeleng

"Dia dosen, keluarga ini pekerjaannya mentereng semua." Lanjut Asih lagi, mendengarnya Zeya menjadi maklum kenapa rumah ini sepi. Karena semua anggota keluarga adalah orang sibuk.

Asih kemudian bercerita, kepala keluarga Arya Lazuardi adalah seorang arsitek dan punya beberapa hotel, juga ratusan unit apartment yang ia sewakan. Nyonya Lazuardi adalah seorang dosen, pemilik salon kecantikan, juga beberapa restoran.

Asih tidak sempat menceritakan pekerjaan anak-anak keluarga Lazuardi ketika Mutia memanggil mereka.

"Kenapa?" Tanya Asih ketika mereka semua sudah berkumpul di dapur.

"Ibu udah di jalan pulang, kita di suruh masak banyak soalnya ada mbak Dilara juga, sama ada tamu juga yang mau mampir makan malam." Kata Mutia seperti yang di jelaskan nyonya rumah lewat telepon tadi.

"Zeya, Dilara itu anak sulungnya ibu. Dia udah nikah punya anak satu." Asih yang tidak pernah lupa memberi informasi pada Zeya. Dan Zeya sangat syukuri itu karena Asih sangat bisa diandalkan.

"Yaudah, ayo Zey temenin masak." Itu Mutia, yang karena kreatifitas sendiri memanggilnya Zey. Sebenarnya Zeya kurang suka mendengar namanya di sebut begitu, tapi sudahlah.

"Zey, bisa minta tolong ambilin daun seledri di kebun?" Oh, di samping rumah ini memang adalah tanah luas yang di tanami banyak sayuran. Tomat, cabai, daun bawang, kemangi, juga seledri, ada disana. Kata Mutia, tiap setidaknya dua atau tiga bulan sekali mereka akan berkebun dan menanam bibit baru. Zeya mengangguk kemudian mengambil wadah untuk tempat seledri nanti.

Hari sudah mulai sore, dan Zeya benar-benar sangat suka suasananya. Ia ingin berlama-lama di kebun kecil ini, tapi Mutia pasti menunggunya. Maka Zeya berlari untuk segera kembali ke dapur, lari yang pelan-pelan melambat lalu berhenti ketika sebuah mobil berhenti tidak jauh darinya. Dari sana, turun seorang pria dengan celana panjang berwarna hitam juga kaos polosnya berwarna putih. Ia menatap Zeya bingung, tidak. Lebih tepatnya Zeya merasa seperti ketahuan mencuri. Pria itu tidak mengira dirinya orang luar dan berniat mengambil seledri tanpa izin kan?

"Kamu siapa?" Daniel baru tidak pulang selama seminggu, itu tidak membuatnya lupa pada siapa-siapa orang yang tinggal dirumah orang tuanya. Dan seingat Daniel, gadis muda dengan dress panjang berwarna hitam bermotif bunga depannya ini tidak pernah ia lihat sebelumnya.

A MASTERPIECE OF TRAGEDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang