Pagi-pagi di hari selasa, Zeya tadi sudah membangunkan Daniel, pria itu hanya mencuci wajah juga menyikat giginya lalu keluar untuk berolahraga. Daniel biasanya hanya lari pagi di sekitaran komplek. Sementara Zeya yang sudah selesai membuat sarapan, keluar dan berniat membersihkan halaman yang mulai ramai oleh daun-daun kering yang berjatuhan.
Daniel yang terakhir kali membersihkan, Zeya sudah bilang Daniel itu orang yang teratur, juga telaten, dan mengurusi segala keperluan dirinya sendirian. Bahkan ketika sudah menikah, Daniel selalu berusaha untuk tidak merepotkan Zeya.
Pria itu pulang kerja biasa membuat kopi untuk dirinya sendiri, dia sudah tau cara menyalakan kompor dan kebetulan kompor dirumah bukan kompor listrik. Zeya sudah pernah menegur dan meminta Daniel memanggilnya saja kalau butuh apa-apa, tapi jawaban Daniel hanya "kalau saya bisa sendiri terus masih nyuruh kamu, itu males namanya." Ya. Daniel memang bukan pemalas. Setiap hari di saat mandi sehabis pulang bekerja, Daniel selalu mengakhiri acara mandinya dengan mengelap kaca kamar mandi, menggosok lantainya juga mengelap wastafelnya.
Dia serajin itu memang.
Halaman ini, Daniel yang menyapu dan memunguti daun matinya. Tapi karena sekarang Zeya lebih dulu menyadari, ia ambil sapu dan mulai menyapu halamannya yang syukurnya tidak terlalu luas.
Zeya buka sedikit pagar rumahnya, benar memang. Komplek ini sepi, Zeya bahkan belum pernah berkenalan dengan tetangganya yang lain selain Sadie.
Sadie. Panjang umur, dia datang dengan motornya berhenti tepat di depan Zeya yang sedang menyapu diluar pagarnya.
"Pagi Zey?" Zeya mengangguk dengan senyum tipisnya
"Rajin amat pagi-pagi udah nyapu, aku sih pagi-pagi beli sarapan biar berangkat kerja gak loyo." Zeya tertawa kecil, melirik sekilas kresek putih yang Sadie bawa.
"Disini ada yang jual sarapan?" Zeya belum pernah menyusuri seluruh komplek perumahan ini sih. Jadi dia tidak tau apa-apa saja yang ada disini.
"Di depan komplek ada yang jual bubur ayam, kamu mau? Mumpung motor ku belum masuk nih." Zeya menggeleng, dia sudah membuat sarapan ringan di dalam. Lagi pula kalau Sadie orangnya, Zeya khawatir Daniel akan mengamuk.
"Enggak usah Sadie, aku udah buat sarapan sendiri kok." Ucap Zeya dengan senyum tipis
"Enak ya mas Daniel, pagi-pagi ada yang masakin. Aku kalau mama ku udah balik ke kampung ngerasa jadi gembel, gak ada apa-apa yang bisa di makan kalau gak beli." Zeya tertawa. Apalagi ekspresi memelas Sadie terlihat lucu.
"Yaudah beli, kenapa gak stok makanan?" Zeya jadi lupa kalau niatnya keluar adalah untuk membersihkan halamannya.
"Aku pengen cari istri aja, biar___
"Iya, cari sana. Biar gak usah ngobrol sama istri saya." Zeya melotot, terkejut karena tidak melihat kapan Daniel datang. Sadie apalagi, dia tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya.
"Misi mas, mau sarapan." Sadie berlari kecil menuju rumahnya.
"Ngapain kamu?" Masih pagi loh ini. Memang harus ya Zeya membuatnya cemburu pagi-pagi begini?
"Aku mau nyapu" Zeya mengangkat sedikit sapu lidi yang ia pegang.
"Nyapu gak bakal kelar kalau kamu sambil ngobrol." Daniel terdengar mengomel, ia berniat mengambil sapu dari tangan Zeya, namun Zeya tidak membiarkan.
"Kamu mandi terus sarapan, emang kamu gak kerja? Ini udah mau jam sembilan" Daniel olahraga lebih lama dari biasanya. Matahari sudah jelas terlihat ketika dia kembali
"Kerja, nanti siangan." Daniel kembali meraih sapu yang di pegang Zeya. Mengambil alih pekerjaan itu. Zeya diam, menatap Daniel yang wajahnya di penuhi keringat, baju bagian punggung dan dadanya basah karena keringat, tapi Daniel malah mengambil alih pekerjaan Zeya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MASTERPIECE OF TRAGEDY
RandomI want you. All of you. Your flaws, your mistakes, your imperfection, your happiness and sadness, everything.