"udahlah Zeya, kamu ngapain sih segala repot-repot mau kerja? Kamu gak percaya ya? Mas Daniel itu kaya banget loh." Zeya percaya, Balthazar kemarin juga mengakui itu. Daniel yang Zeya dapati bisa gonta-ganti mobil sesuka hati juga sudah cukup membuktikan dia orang kaya.
"Asih, pak Daniel udah lunasin utang-utang orang tua aku dan beli rumah yang aku tinggalin di desa." Asih dan Zeya sedang di rumah kaca, Asih membantu Zeya mencabuti rumput liar dan daun mati pada tanaman-tanaman disana.
"Serius? Ya bagus dong" tidak bagus, karena Zeya merasa itu bukan tanggung jawab Daniel.
"Asih, itu utang orang tua ku, pak Daniel harusnya__
"Asih, kamu di panggil ibu." Asih mengangguki ucapan Maryam, ia meninggalkan Zeya untuk mengerjakan sisa pekerjaannya sendiri.
Sial memang tidak pernah mengenal waktu, Zeya hampir terjatuh. Ia menumpukkan tangannya di meja panjang yang ada disana, sehingga tidak sengaja menjatuhkan salah satu pot besar. Itu bunga anggrek berwarna ungu yang Asih bilang baru di beli beberapa minggu lalu. Zeya panik, dengan tergesa-gesa mengambil bunga anggrek yang sudah berserakan itu. Posisinya masih berjongkok ketika bu Meisya ternyata sudah pulang. Zeya melihat dengan jelas bagaimana matanya itu membulat kaget menatap bunga anggrek miliknya berserakan di tanah.
"Bu..saya__
"Kamu tau gak berapa harga bunga itu?" Meisya lelah sehabis bekerja dan perjalan yang jauh. Lalu ketika pulang ke rumah, ia mendapati tanaman kesayangannya rusak begini?
"Maaf bu, saya gak sengaja. Saya akan__
"Mengganti maksud kamu? Mau di ganti pake apa? Pake uang anak saya?" Zeya terdiam, posisinya masih berjongkok. Ia menundukkan pandangannya karena tidak sanggup menatap kedua mata marah bu Meisya di depannya.
"Saya tadi hampir jatuh, jadi___
"Jangan kira saya gak tau ya Zeya, Daniel itu udah mau biayain adik kamu, melunasi utang kamu, membeli rumah buat kamu, sebenarnya kamu ini maunya apa sih? Menghabiskan uang anak saya? Kamu gak sadar ya sama posisi kamu?" Zeya semakin menunduk, ini adalah pertama kalinya ia melihat bu Meisya semarah sekarang. Dan padanya. Asih, Mutia, Maryam juga bilang kalau bu Meisya termasuk majikan yang jarang marah. Ternyata memang menyeramkan. Zeya merasa tangannya mendingin mendengar segala kalimat panjangnya. Selama ini itu bukan asumsinya saja, pada kenyataannya bu Meisya memang menganggapnya begitu. Ia hanya tau menghabiskan uang anaknya. Menyadari posisi? Zeya merasa sudah. Tapi itu tidak cukup ternyata
"Saya minta maaf bu" Zeya bahkan tidak berani bangun dari posisinya
"Kamu harus tau Zeya, satu-satunya alasan saya terima kamu disini itu cuma karena saya gak mau kehilangan Daniel." Ya. Zeya pahami itu. Bu Meisya memang selama ini tidak memperdulikan keberadaannya hanya demi Daniel.
"Daniel itu anak yang penurut, dia bukan pembangkang. Tapi setelah nikah sama kamu dia berubah" dan Zeya menyadari. Ini sudah bukan soal bunga anggreknya yang ia jatuhkan. Tapi merambat pada kegelisahan bu Meisya terhadapnya selama ini
"Dia berencana mau keluar dari rumah ini, dan itu gara-gara ada kamu. Kamu hasut bagaimana itu anak saya supaya mau keluar dari rumah orang tuanya?" Zeya tidak mau menangis, tapi air matanya deras sekali turun. Zeya mau bangun dan menyangkal semua ucapannya. Tapi tidak bisa kalau lawannya adalah bu Meisya.
"Rumah ini sengaja saya bangun besar dan luas, supaya anak-anak saya akan tetap disini sama saya. Kamu malah mau mengacaukan semua rencana saya" Asih berada disana, di balik pintu dan tidak berani mendekat. Ia dengar semua kalimat bu Meisya barusan. Kasihan sekali Zeya, dan saat-saat seperti ini, mas Daniel malah belum pulang. Padahal jam segini seharusnya dia sudah dirumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MASTERPIECE OF TRAGEDY
RandomI want you. All of you. Your flaws, your mistakes, your imperfection, your happiness and sadness, everything.