Zeya sudah bangun sejak beberapa menit lalu, namun bukannya beranjak dan menuju dapur seperti pagi biasanya, sudah dua menit lamanya Zeya hanya tetap berbaring menatap Daniel yang masih terlelap.
Ini pukul lima pagi, Alarm Daniel akan bunyi di jam enam. Zeya masih tidak mengerti, akhir-akhir ini ia masih agak berlebihan karena selalu ingin melihat Daniel. Dimana sebenarnya Zeya tidak benar-benar memperlihatkan atau mengatakannya pada Daniel. Zeya takut merepotkan pria itu, mana mungkin dia meminta Daniel tinggal saja dengannya padahal dia seharusnya bekerja.
Daniel bergerak, pelan-pelan membuka mata dan menemukan Zeya yang tersenyum menatapnya. Daniel masih setengah sadar, hampir berfikir dirinya mengalami halusinasi melihat Zeya tersenyum padanya. Namun Daniel tetap mendekat, memeluk Zeya dan memejamkan matanya.
"Aku harus masak" Daniel tidak menjawab, kepalanya tenggelam pada ceruk leher Zeya hingga beberapa lama.
"Kamu mau kemana hari ini?" Daniel masih tidak menjawab, Zeya dengan sabar menunggu Daniel untuk benar-benar membuka mata dan mengumpulkan kesadarannya dan mengangkat kepalanya dari leher Zeya.
"Kampus" jawabnya pendek, beranjak dan pelan-pelan bangun. Meraih ponselnya yang sudah berdering pertanda jam sudah menunjuk pukul enam.
Zeya ikut bangun, berfikir apakah dia boleh ikut ke kampus. Karena seharian tanpa Daniel beberapa hari ini tidak ia nikmati. Padahal sebelumnya Zeya biasa saja. Dia tahan berada di rumah sendirian menonton tv, melakukan panggilan video dengan Anya, membuat kue, atau menonton tv. Biasanya itu menyenangkan.
"Saya mandi dulu" Daniel pagi ini agaknya tidak ingin berolahraga. Ia mengecup kening Zeya sebelum masuk ke kamar mandi. Zeya sembari merapikan tempat tidur dan menyiapkan baju kerja Daniel. Bergantian dengan Daniel menggunakan kamar mandi, ia menuju ke dapur sementara Daniel bersiap.
Sembari membuat sarapan, sembari ia berfikir apa yang ia ingin lakukan lagi seharian ini. Mungkin memanggil Andin atau menelpon Irish menanyakan apakah hari ini bisa menemaninya atau tidak. Sulit juga ketika Zeya menyadari ia tidak punya teman disini.
Daniel datang, mengambil duduk di meja makan yang menghadap pada Zeya yang sedang menyeduh kopi untuknya.
Zeya masih memakai kaos longgar dan celana piyama. Zeya punya kebiasaan, dia tidak suka pakai piyama baju dan celananya secara bersama. Zeya lebih suka pakai celananya saja dan bajunya adalah kaos biasa. Jarang Zeya memakai piyama langsung dengan bajunya sekalian.
Rambutnya di ikat rendah, dan Daniel menyadari, agaknya berat badan Zeya bertambah. Tidak gemuk, tidak juga. Tapi Daniel memang melihat tubuh Zeya sekarang lebih berisi. Baguslah, berarti perempuan itu bahagia hidup dengannya kan?
Daniel tetap memandang dalam diam, mengabaikan kopi yang sudah di letakkan Zeya. Melihat Zeya bolak balik di depannya membuat Daniel semakin memperhatikan.
Akhir-akhir ini, Zeya tidak lagi segan atau malu untuk memeluknya duluan. Daniel selalu senang ketika pulang kerja dan Zeya langsung memeluknya. Satu sisi ia berfikir Zeya pasti kesepian dirumah, satu sisinya lagi berfikir Zeya mungkin merindukannya.
Untuk apapun alasannya, Daniel senang Zeya lebih banyak skinship sekarang.
Baiklah, Daniel menyerah. Melihat Zeya terutama dengan tubuhnya yang sekarang memang sayang sekali kalau ia lewatkan. Daniel beranjak dari duduknya mendekat pada Zeya dan langsung menciumnya.
"Saya harus kerja" ucapnya lalu kembali menunduk menguasai bibir Zeya.
"Ya-yaudah sana." Zeya merasa kaget, tapi sudah dia bilang kan, akhir-akhir ini dia aneh. Akhir-akhir ini dia terus ingin bersama Daniel. Ini membuatnya merasa bodoh, bukannya dulu dia ya sempat ingin kabur dari Daniel.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MASTERPIECE OF TRAGEDY
RandomI want you. All of you. Your flaws, your mistakes, your imperfection, your happiness and sadness, everything.