NOUVEAU CHAPITRE

13.3K 1K 48
                                    

Diamnya Zeya pada hari ini jauh lebih lama dari yang Daniel perkirakan. Ia cenderung menuruti mau Daniel tanpa banyak kata. Ketika Daniel memintanya mengupaskan udang ketika mereka mampir makan siang pun Zeya tanpa bantahan langsung mengerjakannya. Daniel mulai tidak suka situasi diam ini, ia menahan tangan Zeya juga mengunci pintu mobilnya ketika Zeya hendak turun. Mereka sudah di halaman parkir rumah Daniel. Jam sudah menunjuk pukul enam sore.

"Kemarin saya belum minta maaf dengan benar" tapi Daniel memang sudah, meski situasinya ia dan Zeya sedang di kamar mandi.

"Maaf soal kalimat saya kemarin, saya gak bermaksud menyinggung perasaan kamu. Saya tentu turut berduka cita atas apa yang menimpa ayah dan ibu kamu. Maaf kalau saya malah membuka luka lama" ucap Daniel, kepalanya menoleh pada Zeya sepenuhnya.

Zeya sebenarnya selalu menghindari menangis dan terlihat lemah di depan orang lain. Bahkan meski Andin mengingatkannya berulang kali bahwa tidak apa menangis agar lega, meski bude Aminah selalu percaya padanya bahwa ia perempuan yang kuat, meski Anya selalu berusaha menghiburnya ketika ia mengaku lelah, Zeya tidak suka ketika dirinya melemah.

Zeya akan menangis, pasti pernah menangis. Tapi sebisa mungkin hanya dirinya sendiri yang tau. Siapapun tidak usah, terutama orang asing. Daniel Putra Lazuardi

Yang meski berstatus suaminya, Zeya tidak merasa Daniel berhak tau masalahnya atau apapun kondisi hatinya.

"Saya..ke makam ibu tadi pagi." Daniel keluar pagi-pagi sekali, di temani bude Aminah, ia sengaja tidak mengajak Zeya. Ia mendatangi makam ibu Zeya dan tinggal disana beberapa jam hingga bude Aminah pamit meninggalkannya.

Zeya yang mendengar itu ikut menoleh, Zeya tidak pernah lagi ke makam sejak terakhir kali. Karena Zeya khawatir ia tidak mau pulang

"Maafin kata-kata saya yang mungkin menyinggung kamu." Daniel membasahi bibirnya, menunduk sejenak meraba perasaannya yang terusik ketika Zeya tidak menanggapi satu kata pun kalimatnya. Perempuan itu hanya menatap padanya sesekali

"Kamu boleh menegur saya kalau saya keterlaluan" Daniel kembali menyambung. Meski ia ragu, karena Zeya melihat pada kedua matanya saja tidak.

"Saya gak papa pak" jawab Zeya, ia mengusap wajahnya berharap ekspresi sedih yang mungkin Daniel lihat dari sana terlihat.

"Bapak pasti capek nyetir jauh banget, jadi ayo turun biar bapak istirahat." Ucap Zeya lagi, menatap Daniel yang terdiam juga menatap kearahnya.

"Saya enggak mau hubungan yang egois Zeya, kamu bisa kasih tau saya apapun yang gak kamu suka dari saya, karena saya juga akan begitu. Kamu paham?" Zeya mengangguk pelan, meski dalam hatinya ia tidak menyetujui itu.

Zeya memundurkan wajahnya ketika Daniel mendekat, mendapati ekspresi pria itu seperti tidak terima akan penolakannya.

"Buka pintunya pak" ucap Zeya agar tidak lebih lama lagi bersama Daniel disini.

"Enggak sebelum saya selesai" Daniel kemudian menarik wajah Zeya mendekat padanya. Melakukan apa yang ingin ia lakukan

_____

Daniel sudah lihat keberadaan mobil asing di halaman depan tadi, maka ia tidak akan terkejut ketika melihat di ruang tamu sudah ramai.

Priska dan kedua orangtuanya duduk dengan ekspresi tegang, bersama Meisya dan Arya.

"Daniel, Zeya, bersih-bersih dulu. Abis itu kita semua bicara." Arya yang sudah tidak mau mengulur waktu juga berhadapan lama-lama dengan keluarga Priska dan Priska sendiri-, tidak peduli Daniel dan Zeya baru sampai, ia langsung memintanya bersiap.

"Mau kemana Zeya?" Daripada ucapan ayahnya, Daniel lebih tertarik pada Zeya yang malah berbelok ke dapur.

"Saya mau ke dapur pak, permisi." Daniel tidak biarkan itu, ia menarik tangan Zeya untuk ikut dengannya.

A MASTERPIECE OF TRAGEDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang