Pihak keluarga Lazuardi sepakat untuk meniadakan resepsi. Kondisi bu Meisya yang masih terguncang menjadi alasan utama. Daniel juga sedang tidak ingin berlama-lama lagi disana, ia mulai jengah dengan tatapan orang-orang terutama pada Zeya. Ia sudah berjanji, pada tuhan, pada dirinya, pada seluruh orang yang ada disana, Zeya sudah menjadi tanggung jawabnya. Maka wajib pula baginya untuk melindungi juga menjaga perasaan Zeya.
Zeya yang tanpa pamit tadi meninggalkannya menuju entah kemana, Daniel tidak sempat bertanya karena perempuan itu bahkan enggan menatap kearahnya.
"Zeya itu, anaknya Ahmad Jaya? Ini Ahmad Jaya enggak cuma satu kan di dunia?" Itu juga yang semakin membuat kepalanya pusing, ucapan Dilara sama sekali tidak bisa ia benarkan.
Jelas-jelas faktanya sudah di depan mata, ayah Zeya sekarang sedang berada di penjara. Daniel tau mamanya tidak setuju, dan jika sampai ia tau Zeya adalah anak Ahmad yang sama. Bisa jadi masalah baru. Pernikahan seharusnya membuatnya bahagia, kenapa dia malah stress?
"Tapi ini enggak ada hubungannya sama Zeya. Dia tetap istri kamu, perlakukan dia dengan baik, kalo sampe mbak tau kamu nyakitin dikit aja, awas kamu!" Ancaman Dilara itu selalu serius, meski dia perempuan, Daniel tidak akan mengelak dari balasan apapun yang bisa ia lakukan semisal Daniel menyimpang. Dilara kemudian beranjak, meninggalkan Daniel dengan pikirannya yang masih kalut.
_____
Maryam, Asih juga Mutia, sudah pasti terkejut. Zeya sekarang sedang menangis. Begitu terdesak juga tidak tau mau mengelak bagaimana hingga akhirnya Zeya mengiyakan. Ini salah, Zeya menyadari dia keliru.
"Aku mau pulang aja mbak" ucap Zeya pada Asih yang mengusap punggungnya menenangkan.
"Mana bisa gitu Zeya, kamu sekarang istrinya mas Daniel. Kamu jangan khawatir, dia orang baik." Mungkin memang benar dia orang yang baik, tapi Zeya bahkan tidak berani menatap matanya lebih dari lima detik.
Daniel tidak melakukan apapun, tapi Zeya takut berada di sekitarnya. Zeya takut membuatnya tidak nyaman, ada perbedaan begitu besar diantara mereka yang membuat Zeya tidak berani sekedar berucap di depan pria itu.
"Aku nanti yang bakal kabarin mbak Aminah, aku bakal ceritain semuanya tanpa tertutupi. Kamu tenang aja, Andin sama Anya pasti juga bakal ngerti." Ucap Asih yang membuat Zeya justru menggeleng.
"Gak usah, aku sendiri yang mau ngomong, aku mau pulang__
"Kalau sekarang enggak bisa, besok baru kita pikirin lagi." Semua tersentak, bahkan Zeya yang masih sesenggukan terpaksa ikut berdiri seperti yang lain karena kedatangan Daniel tiba-tiba.
"Mending sekarang kamu siap-siap, kita pulang sekarang juga." Daniel berucap dengan nada biasa, tidak ada yang salah disana. Tapi dari awal Zeya memang segan padanya.
"Ayo Zeya" Mutia mengambil tangan Zeya berniat mengajaknya pulang, namun ucapan Daniel menghentikan mereka.
"Zeya pulang sama saya, tunggu disini saya ambil barang-barang saya dulu." Keluarnya Daniel dari kamar itu membuat semuanya bernafas lega.
"Aku aja yang udah kerja lama di rumah mereka masih segan loh sama dia" Mutia mengusap-usap dadanya yang berdentum ketika keberadaan Daniel sudah hilang dari pandangan.
"Mungkin karena mas Daniel emang gak terlalu deket sama kita, jarang di rumah, di sapa cuma ngangguk, dan emang dia orangnya tegas, kita juga jadi enggak enak lama-lama di sekitar dia" Maryam menimpali, meski tidak melakukan apapun. Daniel seperti punya aura yang membuat orang-orang sekitar mengerti untuk jangan mengusiknya.
Dari sejak awal dia bekerja sampai tahun kesepuluhnya, Maryam memang tidak pernah akrab dengan Daniel. Dia berbeda dengan Dilara yang mau diajak mengobrol atau saling bergosip, Daniel punya urusan sendiri yang tidak mau orang ikut campur karena dia juga tidak mencampuri urusan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MASTERPIECE OF TRAGEDY
RandomI want you. All of you. Your flaws, your mistakes, your imperfection, your happiness and sadness, everything.