Apa yang Daniel takutkan benar terjadi. Sudah ia bilang, Dilara itu hobinya jalan-jalan. Lusa lalu, ia mengajak Zeya dan Andin berbelanja bersama, dimana Daniel emosi tapi di tahan karena Dilara baru mengatar Zeya pulang di pukul sembilan malam, meski sebenarnya Zeya pergi dengan telah menyiapkan semua kebutuhan Daniel termasuk juga makan malam-, tetap saja Daniel tidak suka rasanya. Ia tidak suka sensasinya ketika ia pulang ke rumah tanpa ada Zeya dan harus makan sendiri.
Lalu kemarin, Dilara datang menjemput Zeya pula. Dengan dalih agar Zeya lebih dekat dengan mamanya, Dilara mengajak Zeya ikut menghadiri ulang tahun salah satu temannya, ia mengajak Meisya juga mengajak serta Zeya. Ok, Daniel kemarin izinkan karena Dilara menyebut kalimat "agar Zeya lebih dekat dengan mama"
Namun agaknya kesabaran Daniel sudah habis, ia perlu menunjukkan pada Dilara bahwa dia punya batas dan tidak boleh seenaknya mengambil Zeya darinya.
Kesalnya itu di picu ketika pagi ini, Dilara datang bersama Irish, entah sejak kapan mereka akrab Daniel tidak mau peduli-, mereka mengobrol panjang di pukul delapan pagi di hari minggu, di saat Daniel maunya memeluk Zeya seharian di atas kasur bila perlu, tapi Dilara dan Irish datang mengacau. Semakin kesal dia, ketika Dilara dan Irish malah mengajak Zeya untuk ke Bali. Tiba-tiba saja ide itu di cetus Dilara. Daniel tidak terima
"Enggak. Zeya gak akan ke bali, atau kemana pun." Ucap Daniel, tadinya ia duduk di ruang tengah menonton tv, namun mendengar Irish dan Dilara bersorak menyebut kata 'bali' Daniel langsung mendatangi mereka.
"Apaan sih! Masa istri mau jalan-jalan aja dilarang." Itu Dilara, tatapannya tajam menghunus Daniel.
"Mbak, saya izinin Zeya pergi terus dari kemarin sama mbak, bukan berarti Zeya gak punya batas." Daniel serius, ia tidak akan larang kalau memang Zeya mau bepergian. Asal ia tau kemana dengan siapa dan disiplin terhadap waktu yang sudah Daniel sesuaikan. Tapi Dilara ini, sudah dua hari dia terus-terusan datang dan mengajak Zeya kesana kemari. Dimana Daniel juga tau, Zeya hanya tidak enak menolak. Kecuali hari pertama dimana ada Andin disana.
"Daripada Zeya bosen dirumah, iyakan Zey?" Dilara beralih menatap Zeya, sebenarnya ia mulai tidak enak dengan Daniel. Kemarin ia sudah menegurnya dengan tegas, tapi Zeya tidak bisa bilang dia tidak bosan. Nyatanya memang, sendirian di rumah sampai Daniel pulang agak membuatnya bosan, tidak ada tetangga yang bisa ia ajak mengobrol disini.
"Ehm..tapi kayaknya Bali kejauhan mbak." Dilara hampir melotot mendengar jawaban Zeya.
Dia memang tidak keberatan diajak jalan-jalan, tapi kalau ke Bali mereka agaknya terlalu jauh.
"Gak papa kalau sesekali Zey." Irish berbisik pada Zeya, bisikan yang sebenarnya masih dapat di dengar oleh Daniel.
"Jauh dan saya memang gak mengijinkan, ini kalian juga ngapain sih pagi-pagi udah disini? Suami kalian gak nyariin?" Daniel berjanji akan mengetuk kepala Balthazar dan Abian karena sudah membiarkan para istri mereka merecoki rumah tangganya dan Zeya.
"Suami kita gak kayak kamu, jalan-jalan di mall aja banyak banget aturannya." Dilara menjawab ketus
"Atau bapak ikut aja, nanti mas Altha ikut juga, terus suami mbak juga ajak aja!" Ucapan bernada riang dan berniat memberi usulan itu berasal dari Irish.
"Ide bagus!" Dan mana mungkin Dilara tidak setuju
"Kamu belum pernah ngajak Zeya bulan madu kan?" Iya memang, tapi kalau soal itu dirumah ini juga mereka bisa.
"Kamu mau kan Zey?" Irish dan Dilara yang sangat antusias itu menolehkan kepalanya pada Zeya. Ia spontan menatap pada Daniel, sejujurnya, meski ia dapat merasakan Daniel memang benar pelan-pelan sudah berusaha mengurangi sikap galaknya, Zeya masih saja punya rasa segan. Daniel memberikan segalanya, dan Zeya merasa tidak enak dengan tidak mengikuti aturannya untuk tidak terlalu sering keluar rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MASTERPIECE OF TRAGEDY
RandomI want you. All of you. Your flaws, your mistakes, your imperfection, your happiness and sadness, everything.