BEFORE YOUR MEMORY FADES

16.3K 1.3K 21
                                    

Zeya terbangun dari tidur singkatnya, ia tidak langsung bangun dari posisinya, matanya terpaku menatap gorden berwarna putih di depannya.

Dan Zeya mulai mengingat, dia sedang di kamar pak Daniel. Pak Daniel, yang semalam entah kenapa seperti tidak memiliki rasa lelah juga keinginan untuk beristirahat.

Zeya bangun dan duduk diatas kasur, tubuhnya terasa sangat lelah. Seperti dia baru saja mengerjakan sesuatu yang sangat berat. Ia menunduk menatap pakaian yang ia kenakan, ini adalah kaos polos yang semalam Daniel pakai. Ia pakaikan pada Zeya semalam pula

Melirik sampingnya yang sudah kosong, entah kenapa Zeya tiba-tiba merasa kecewa. Ia merasa..di tinggal. Untuk sesuatu yang memang tidak pernah menetap, hatinya seolah kosong entah pernah diisi oleh apa. Kejadian semalam membuat Zeya merasa seperti kehilangan diri sendiri, ini masih pagi, tapi Zeya malah merasa sedih. Laki-laki memang begitu ya? Setelah mendapat apa yang dia mau dan sudah puas ia akan pergi begitu saja. Meski semalam dia benar tidak kasar juga mengutamakan kenyamanannya

Namun air mata itu urung untuk turun ketika Zeya spontan berbalik karena merasakan kasur bergerak, Daniel mendekat dan mencium keningnya sebentar.

Zeya terdiam, ia kembali membuang pandangannya kearah lain. Masih tidak berani menatap pada sang majikan juga tidak menyangka akan tindakannya barusan

"Sini saya bantu ke kamar mandi" Daniel yang baru saja selesai menelpon asistennya -, memutar langkah menuju sebelah kiri agar leluasa membantu Zeya.

"Saya..saya bisa sendiri" ucap Zeya yang masih saja segan dan tidak berani melihatnya. Tapi bukannya semalam, perempuan itu sudah menatapnya tepat pada kedua matanya?

Daniel mengulurkan tangannya, membenarkan rambut Zeya yang berantakan.

"Kalau masih sakit jangan di paksa gerak dulu" Zeya memejamkan matanya mendengar ucapan Daniel barusan. Ia malu sekali jujur saja

"Ayo" Zeya tidak menerima uluran tangan Daniel, ia memberanikan diri melihat pada wajah pria itu.

"Saya bisa..saya bisa sendiri, bapak boleh keluar aja." Mungkin tidak sopan, apalagi kamar ini memang kamar pak Daniel. Tapi Zeya malu kalau harus melepaskan selimut yang menutupi paha dan sepanjang kakinya ini. Kaos pak Daniel yang ia pakai, hanya sampai pada sebatas pahanya.

"Saya bantu" tapi Daniel dengan keras kepala malah mengambil selimut itu meski Zeya melarangnya. Ia dengan mudah mengangkat tubuh Zeya dan menurunkannya di dalam kamar mandi. Zeya cepat menjauhkan tubuhnya dari Daniel juga melepaskan tangannya yang sempat melingkari bahu pria itu.

"Bisa mandi sendiri?" Tanya Daniel berniat iseng, tapi ekspresi Zeya hanya datar dan ia tidak menanggapi ucapan Daniel. Pria itu kemudian keluar dari sana, sebenarnya ia ingin bantu atau sekalian mandi bersama karena dia juga belum mandi-, tapi itu hanya akan memperlambat Zeya, ia merasa perlu memberi jeda untuk sendiri dulu pada Zeya.

Namun, hingga bermenit-menit terlewat, Zeya tidak juga keluar. Daniel yang tadinya duduk di sofa yang terletak di tengah-tengah kamarnya-, mengetuk pintu kamar mandi.

"Zeya?" Tidak di jawab, Daniel jadi panik, dia tidak jatuh dan pingsan kan? Dalam kondisinya yang memang sedang kelelahan akibat meladeninya semalam, asumsinya itu bisa saja terjadi.

Zeya yang berada di kamar mandi mendengar teriakan Daniel yang memanggil namanya juga berusaha membuka pintu yang memang ia kunci. Ia sudah mandi, sekarang hanya mengenakan handuk dengan rambutnya yang basah. Kenapa dia bisa lupa menyiapkan pakaian ganti?

Zeya tidak mau keluar dalam keadaan hanya mengenakan sehelai handuk

"Zeya kenapa di kunci pintunya?" Daniel berusaha lagi membukanya, apa dia dobrak saja pintu ini?

A MASTERPIECE OF TRAGEDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang