Waktu dan tempat untuk memenuhi kolom komen dengan kekocakan di persilahkan 🫴
Zeya tidak menduga ini, dan ia pun tidak mengerti pada situasinya. Tidak kah Tasya menyadari bahwa harusnya ia meminta maaf? Bukan malah datang seolah tak terjadi apa-apa bahkan membawakan banyak camilan yang katanya di bawa Satya dari Australia?
Tentu bukan hanya Zeya yang terkejut, Daniel juga. Pembicaraan serta pertemuan terakhirnya adalah di kantor waktu itu. Sewaktu Tasya bercerita bahwa sikap Satya akhir-akhir ini agak aneh, dimana Daniel membalas dengan tidak ingin ikut campur. Sejak itu pula, ia tidak pernah lagi berkomunikasi apapun dengan Tasya.
"Gimana keadaan kamu Zey? Maaf baru sempat jenguk sekarang." Satya dengan senyumnya yang ramah mendekat pada Daniel dan Zeya yang bersandar pada kepala ranjangnya.
"Sudah baikan" Zeya menjawab dengan senyum yang di paksakan.
"Aku nelpon Daniel buat nanyain keadaan kamu kemarin, tapi Daniel gak respon." Zeya hanya mengangguki ucapan Tasya. Sebenarnya dia heran, tumben Daniel bisa mengabaikan Tasya.
"Aku sekalian mau minta maaf ke kamu Zeya." Zeya menatap pada Tasya juga Daniel secara bergantian, karena mereka memang berdiri bersebelahan. Lihat betapa serasinya mereka, lihat betapa Daniel tidak mendapatkan apapun dari menggantikan Tasya dengannya. Lagi pula sudahkah itu terjadi? Belum. Mungkin tidak, ia tidak percaya dengan kalimat cinta pria itu meski seluruh kalimatnya kemarin membuat hatinya porak-poranda.
"Kamu salah apa?" Pertanyaan Zeya sejenak membuat Tasya terdiam.
"Dia salah karena masih deket-deket Daniel padahal udah punya istri dan dia sendiri juga punya suami". Satya yang membalas, tatapannya menatap tajam Tasya. Zeya melihat ekspresi ketidaksukaan itu dengan jelas.
"Kami cuma mengobrol Satya" Daniel membalas ucapan Satya, ia balas tatapan tajamnya.
Dan Zeya yang melihat itu menjadi lain. Daniel terlihat sangat membela Tasya. Sepertinya tidak boleh ada yang kasar pada Tasya. Terlalu menikmati euforia bahagia itu memang tidak baik, tawanya beberapa menit lalu seperti tidak pernah terjadi.
"Berdua aja? Lo gak pikirin perasaan Zeya ya? Lo juga gak bilang ke dia kan? Obrolan itu tanpa sepengetahuan Zeya kan?" Daniel terdiam, dan memang tidak bisa menapik fakta itu. Sialan. Andai tidak ada Zeya, Daniel ingin rasanya menarik kerah baju Satya dan melemparnya keluar.
Lagipula dapat ide darimana dia datang kemarin?
"Atau lo belum benar-benar ikhlas Tasya pilih gue dan akhirnya Tasya juga menyesal, begitu?" Satya menatap Daniel dan Tasya yang jaraknya terpisah oleh tempat tidur Zeya yang berada di tengah-tengah.
"Satya, kamu ngomong apa sih?" Benar memang. Salah karena ia memutuskan mengajak Satya menjeguk Zeya.
"Loh kenapa? Kamu sebagai perempuan harusnya mengerti perasaan Zeya" tanpa takut dan tanpa berfikir suasana telah menjadi semakin keruh-, Satya tetap melanjutkan.
"Kamu nyesel karena menolak Daniel waktu itu?" Tasya menggeleng tegas. Dia sudah bilang, Satya akhir-akhir ini nyaris seperti tidak ia kenali.
"Aku kesini mau minta maaf sama Zeya, lagipula Zeya.." Tasya mengalihkan pandangannya pada Zeya yang hanya menunduk menatap tautan tangannya sendiri.
"Aku sama Daniel gak ada apa-apa, tapi memang dari dulu aku selalu cerita ke Daniel. Tapi aku janji mulai sekarang aku gak akan ketemu Daniel kecuali kamu tau dan kamu ijinin." Zeya mengangkat pandangannya, tersenyum menatap Tasya juga Daniel yang mengalami kegelisahan akibat kedatangan Tasya juga ucapan Satya tadi.
"Kayaknya gak perlu Tasya, Daniel memang gak akan bisa mengabaikan kamu." Ucap Zeya dengan berani. Meski sembari tersenyum, ucapannya itu membuat Daniel tersentil.
KAMU SEDANG MEMBACA
A MASTERPIECE OF TRAGEDY
RandomI want you. All of you. Your flaws, your mistakes, your imperfection, your happiness and sadness, everything.