ATAZHAGORAPHOBIA

13.6K 1.2K 117
                                    

Sudah dua hari ini Zeya dirumah sakit, dan Daniel memang tidak kemana-mana selama itu pula. Ia berikan seluruh waktu dan perhatiannya hanya untuk Zeya.

Namun, meski ia membatalkan banyak janji temu dengan para mahasiswa yang ingin bimbingan, meski dia melewatkan banyak kelasnya dan membuat banyak pekerjaannya terbengkalai-, Zeya masihlah mengabaikannya seperti kemarin. Sesepele dia ingin minum saja, ia memanggil Andin, padahal jelas-jelas ada Daniel disana yang siap sedia menuruti apapun maunya.

Tadi pagi Daniel pulang untuk mandi dan berganti pakaian, ia bahkan tidak berselera untuk makan, ia kembali pukul sembilan pagi dan menemukan Andin sedang menyuapi Zeya.

"Kamu baru sarapan?" Daniel tadi hanya pamit pada Andin karena Zeya masih tidur, wajar. Dia pulang ke rumah pukul lima pagi, pihak rumah sakit tidak mungkin terlambat menyiapkan sarapan kan?

"Tadi mbak gak nafsu makan" Andin menjawab, ia menunduk menatap nasi di piringnya karena enggan menatap Daniel.

Jujur saja, setelah kemarin di tengah malam saat Daniel pamit untuk membeli kopi juga banyak mengobrol dengan ayahnya yang kembali menjenguk Zeya setelah bekerja-, Andin agak sedikit kecewa dengan apa yang di lakukan Daniel. Tentu saja, Zeya adalah kakaknya dan pastinya akan selalu ia bela. Tapi lawannya adalah Daniel, yang memberikannya tempat tinggal yang sangat amat layak, membiayai pendidikannya, juga melunasi utang-utang keluarganya. Bagaimana Andin harus bersikap?

Istri mana yang tidak marah kalau tau suaminya masih menaruh perhatian juga masih menyayangi perempuan yang berasal dari masa lalu?

"Kamu udah bolos kuliah dua hari, mending sekarang kamu pulang, istirahat terus besok kuliah." Ucap Daniel untuk Andin, sebenarnya Daniel memang mengusirnya dengan cara halus. Karena jika dia tetap disini, Zeya akan semakin mengabaikannya dan Daniel mulai sangat tidak nyaman. Ia takut Zeya pergi dan tidak mempertimbangkan permintaan maafnya kemarin.

Daniel takut di lupakan Zeya dan tidak dipedulikan lagi olehnya.

Atas ucapan Daniel, Andin menolehkan kepalanya pada Zeya yang memang sudah lebih dulu menatap pada Andin.

"Iya, gak papa." Jawab Zeya, meski sebenarnya dia tidak rela. Ia tidak mau berdua saja dengan Daniel, tidak ketika hatinya masih kecewa. Tapi ia juga tidak bisa menahan Andin tetap disini, dia baru kemarin menjadi mahasiswi baru.

"Yaudah, mbak mau aku bantu mandi sekarang?" Sarapan itu sudah selesai. Tidak habis karena Zeya tidak berselera.

"Kamu mau mandi?" Daniel bertanya pada Zeya dan memang hanya tertuju padanya lah seluruh atensi Daniel. Namun Zeya masih tidak menjawab, Andin kembali mengambil alih.

"Kata dokter gak papa kok, mbak Zeya katanya gak nyaman dari kemarin gak mandi." Zeya sebenarnya tidak setuju Andin menjawabnya. Meskipun memang betul, ia mulai tidak nyaman karena kemarin hanya ganti baju dan mencuci wajahnya di bantu oleh Andin.

Zeya juga merasa rambutnya sudah agak lepek.

"Iya Andin, ayo." Zeya kesulitan, karena tangannya masih terkilir juga memakai arm sling, pakai baju saja dia kesulitan.

"Ada supir yang udah nunggu kamu depan, Zeya biar mandi sama saya." Bukan cuma Zeya yang terkejut. Tapi Andin juga, dan meskipun tidak masalah karena Daniel adalah suaminya, tetap saja tidak karena Zeya malas berurusan dengan dia.

"Tunggu apalagi?" Pada dasarnya Andin memang tidak berani membantah Daniel, ia akhirnya menatap pada Zeya sembari mengambil barang-barangnya yang tidak banyak, Andin juga masih menyempatkan diri menyiapkan pakaian ganti untuk Zeya.

Zeya?

Mandi di bantu Daniel?

Lebih baik tidak usah, sampai seminggu kedepan juga tidak apa. Asal tidak usah dengan dia.

A MASTERPIECE OF TRAGEDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang