BEFORE YOUR MEMORY FADES

13.6K 1K 43
                                    

Pukul empat pagi, dengan berusaha tidak menimbulkan suara-, Zeya pelan-pelan turun dari kasur pak Daniel. Kakinya menapaki lantai yang dingin, berjalan agak jinjit untuk mencapai pintu. Namun ia menyadari sesuatu, baju yang ia pakai bukan bajunya.

Ini baju pak Daniel. Yang agak kebesaran di badannya, semalam pak Daniel pakaikan karena Zeya memang sudah bilang dia tidak suka tidur tanpa mengenakan apapun. Mana mungkin ia kembali ke kamarnya hanya dengan begini saja. Zeya celingukan, mencari letak pakaiannya. Tapi tidak ada, seingatnya semalam ada di sekitar sini. Kemana sekarang?

Buang-buang waktu, pak Daniel akan bangun dan Zeya tidak punya muka untuk bertatap dengannya. Maka Zeya keluar dari kamar dengan berlari. Nafasnya sudah tersenggal-senggal ketika sampai di kamar. Ada asih yang masih tidur, Zeya buru-buru mengambil pakaian ganti dan mandi. Ia keluar menuju taman dengan ponselnya berniat menelpon bude Aminah.

Tapi sayangnya tidak diangkat, biasanya bude Aminah jam tiga pagi sudah bangun. Ia mencoba menelpon Andin kali ini

Mbak? Kok nelpon subuh-subuh? Mbak baik-baik aja kan?

Ujar Andin, nadanya terdengar panik.

"Iya, mbak cuma mau nanya" karena Asih bilang dia akan memberitahu bude Aminah, makanya ia ingin memastikan. Apakah benar sudah, namun Zeya berfikir belum karena bude Aminah tidak mengabarinya apa-apa.

Apa mbak?

"Bude....

Bude udah sehat kok mbak, gak usah khawatir.

Zeya terdiam beberapa detik

"Maksudnya?"

Loh? Mbak gak tau ya? Mbak Asih mungkin lupa ngasih tau

Zeya masih diam, ia menunggu Andin sendiri melanjutkan ucapannya.

Bude beberapa hari lalu jatuh di kamar mandi, tapi udah gak papa kok. Sebenarnya mbak Asih kemarin mau kesini, tapi sama bude di larang.

Kenapa dilarang? Dia tidak ingin keadaan sebenarnya di ketahui kah? Zeya memang mau pulang, kabar ini harus ia sampaikan dan jelaskan secara langsung. Namun, Zeya juga merasa sangat kurang ajar dan tidak tau diri jika hanya pergi begitu saja. Tapi, perubahan bu Meisya padanya membuatnya sungkan, meminta izin pada pak Daniel juga ia tidak punya keberanian.

Tapi ia harus pulang.

"Andin, uang yang waktu itu masih kamu simpan kan?" Uang yang pak Daniel kirimkan tentu membuat Andin terkejut.

Masih mbak, aku juga enggak berani pake.

"Mbak mau kesana, kamu tunggu aja." Zeya mematikan panggilan tanpa Andin sempat menjawab ucapannya

______

Zeya memutuskan menunggu matahari terbit dengan menyiram tanaman dirumah kaca. Puluhan tanaman cantik disana ia siram, ia petik daunnya yang mati, juga ia bersihkan pot-pot nya agar tidak nampak kotor. Sampai akhirnya Zeya berkeringat lagi, ia duduk di kursi kecil disana, memandang atap rumah kaca yang pelan-pelan di terpa matahari.

Ayah apa kabar ya?

Pikiran itu sering muncul, namun berapa kali pun ia mencoba juga memaksa ingin menjenguk ayahnya di penjara, kehadirannya selalu di tolak. Zeya bahkan yakin, ayahnya mungkin tidak tau kalau ibu sudah meninggal. Ini sudah tahun kedua ayahnya di penjara, sebagai hukuman karena melakukan perampokan bersama teman-temannya pada salah satu toko emas besar di kota ini.

Dulu, Zeya ingat ketika pertama kali mendatangi penjara-, ayahnya memang mengakui perbuatannya. Dengan menangis ia meminta maaf pada Zeya, karena utang sudah terlalu banyak, maka ia memikirkan cara mudah untuk mendapatkan banyak uang. Maka tanpa pikir panjang, ia mengiyakan ajakan dua temannya untuk merampok salah satu toko emas yang sebelumnya sudah ia pantau.

A MASTERPIECE OF TRAGEDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang