CONFUTE

13.3K 1.2K 110
                                    

"mbak?" Dilara yang sedang berdandan di sofa dekat jendela, menolehkan kepalanya pada Zeya.

"Aku boleh pulang aja gak?" Melihat apa yang terjadi semalam benar-benar membuat Zeya semakin tidak layak berada di disini.

Ia dengar teriakan Dilara, benar pula katanya. Dia mencintai Tasya. Memuja Tasya, dan memberikan seluruh atensinya pada Tasya. Pria itu datang padanya hanya ketika menginginkan kepuasan.

Bahwa benar pula kata Daniel di hari mereka menikah. Ia menyelamatkan nama keluarga Lazuardi, dan Daniel akan membantu seluruh kerusakan pada ekonomi keluarganya. Benar. Hanya sebatas itu, Zeya mengutuk dirinya sendiri ketika dengan lancangnya merasa cemburu pada apa yang Daniel lakukan. Dia sepenuhnya mengerti bahwa tidak ada cinta disini, tidak padanya dan tidak pula pada Daniel. Tapi, apakah pantas Daniel melalukan itu tepat di depannya? Haruskah dia terang-terangan seperti kemarin? Kalau pun memang ingin, apa tidak bisa dilakukan sembunyi-sembunyi saja agar hatinya pun tidak usah merasa sakit?

"Nanti kita bertiga pulang, tapi sebelum itu, kita harus balas dendam dulu sama Daniel." Bertiga yang Dilara maksud adalah dia, Zeya dan Raisa tentunya. Tapi sebelum itu, Dilara perlu membalas rasa kesal dan tingkah keterlaluan Daniel pada Zeya semalam. Zeya mungkin bisa diam saja. Tapi Dilara tidak. Dia adalah yang membujuk Zeya untuk mau menikah dengan Daniel, maka tidak akan ia biarkan Daniel menyakiti Zeya bahkan hanya seujung kukunya saja. Tidak selama dia masih hidup

"Mbak juga mau pulang? Maksud aku..kenapa mbak gak disini aja? Ini kan liburan keluarga" Dilara menghela nafasnya

"Zey.. kita juga keluarga. Kalau kamu gak mau balas Daniel, biar aku aja." Zeya tidak menjawab. Membalas Daniel? Dia memang..sialnya dia memang cemburu. Dia tidak terima. Daniel seharusnya menyadari posisinya pula. Tapi Zeya tidak mampu membalas seperti apa maksud Dilara. Dia akan semakin tidak tau diri. Daniel adalah yang berjasa bagi keberlangsungan hidupnya. Apalagi ketika beberapa menit lalu Andin mengirim pesan padanya kalau dia akan berangkat besok.

"Aku benar-benar gak ngerti sama mereka berdua" Zeya kembali menatap pada Dilara

"Tasya udah nikah, tapi kok bisa dia gak menjaga jarak dari Daniel. Apa lagi dia juga yang udah nolak Daniel waktu itu. Terus Daniel juga bego, dia udah di tolak, tapi masih deket-deket sama Tasya padahal dia sendiri udah punya kamu." Dilara semalam ingin menampar Daniel sebenarnya. Namun ia khawatir mamanya bangun dan ikut campur. Dimana ia yakin, Meisya pasti akan membela Tasya karena ia tidak suka Zeya. Padahal apa andil Tasya? Peran nya hanya memotivasi Daniel untuk jadi dosen. Lalu apa yang istimewa dari itu?

"Ayo, sarapan dulu. Aku udah pesen tiket untuk nanti siang. Dan mending kamu gak usah bilang Daniel karena dia pasti gak setuju." Zeya mengangguk. Ia memang tidak berencana melakukan apapun lagi. Termasuk berinteraksi dengan Daniel. Biarkan ia fokus memikirkan masa depannya nanti selepas Daniel berhasil membuat Tasya berpaling dari suaminya sendiri. Zeya tidak mau ikut campur disana

Zeya dan Dilara keluar bersama, ia terkejut ketika diruang tengah ada bu Meisya dan Tasya yang sedang membangunkan Daniel yang tertidur di sofa.

"Kamu ini sebenarnya peduli gak sih sama anak saya? Apa gunanya anak saya menikah sama kamu kalau dia tetap gak terurus? Ini kenapa kamu enak-enakan tidur di kamar sementara Daniel__

"Ma, saya yang mau tidur disini." Daniel memotong tegas ucapan mamanya.

"Kok mama malah nyalahin Zeya sih, dia aja yang bego! Ada kamar malah tidur di sofa." Dilara ikut membalas dengan tegas pula. Seharusnya Meisya tidak lupa bahwa ketegasannya juga menurun pada Daniel dan Dilara.

Melihat kedua anaknya malah makin membela Zeya, Meisya tentu tidak terima.

"Ini sama kayak tiap paginya harus Daniel yang nyariin kamu dulu ya Zeya? Kamu pikir__

A MASTERPIECE OF TRAGEDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang