BEFORE YOUR MEMORY FADES

14.7K 1K 7
                                    

Pagi ini jam enam pagi, seluruh anggota keluarga Lazuardi sedang lengkap. Ada satu anak kecil berusia lima tahun yang kata Mutia adalah anak dari Dilara. Anak sulung keluarga Lazuardi.

Mutia meminta Zeya membuat sup jagung, kemarin pagi Zeya membuatnya dan ternyata Arya menyukainya, dan meminta lagi pagi ini.

Zeya letakkan mangkuk kaca berisi sup jagung itu diatas meja makan. Bersamaan dengan itu, Dilara datang lalu menurunkan putrinya dari gendongannya.

"Kamu ART baru?" Tanya Dilara setelah tersenyum tipis pada Zeya

"Iya mbak, nama saya Zeya." Dilara mengangguk, kembali mengambil anaknya untuk duduk di meja makan dan Zeya memilih kembali ke dapur karena seluruh anggota keluarga sudah berkumpul. Mutia akan ada disana memastikan tidak adanya kekurangan, namun ia kembali ke dapur dan memanggil Zeya.

"Di panggil ibu" katanya, Zeya langsung merasa berdebar. Ini juga adalah pertama kalinya ia bertemu dengan sang nyonya.

Dengan telapak tangan yang mulai berkeringat karena gugup, Zeya merapikan sebentar dress putih panjang yang ia pakai, ia rapatkan cardigan nya karena benar-benar gugup sekarang.

"Nama kamu siapa?" Tanya Meisya yang duduk di samping suaminya

"Zeya Kanaya bu" semuanya berkumpul disana. Kedua orang tua juga kedua anak keluarga Lazuardi. Zeya melirik pada Mutia yang mengangguk padanya sambil tersenyum. Seolah mengatakan tidak apa-apa dan ia tidak perlu panik. Dari yang ia dengar beberapa hari disini, bu Meisya dan pak Arya adalah orang yang baik. Keluarga ini adalah keluarga yang baik, Zeya terus mengulang itu di pikirannya.

"Kamu umur berapa?" Dilara menolehkan kepalanya pada Zeya yang berdiri tidak jauh di belakangnya.

"Saya dua puluh dua mbak." Dilara melotot. Dia juga tau bahwa selama ini, ART dirumah baik yang masih kerja atau sudah berhenti, rata-rata berumur dua puluh enam tahun keatas.

"Kamu kuliah?" Atas pertanyaan bu Meisya, Zeya menggeleng.

"Dia katanya dari desa ma" Arya ikut menimpali, ia menjauhkan mangkuk kosong bekas sup jagung sedikit menjauh dari tangannya.

"Oh ya? Kamu kesini sendiri?" Zeya mengangguk. Dalam hati ia memohon semoga Bu Meisya tidak bertanya lebih soal keluarganya. Karena Zeya juga tidak akan mampu menjelaskan itu.

"Om Daniel, cantik ya dia?" Dia Raisa, anak dari Dilara yang sekarang membalikkan penuh tumbuhnya pada Zeya sembari mencolek bahu Daniel yang duduk di sebelahnya.

Daniel tidak menanggapi ucapan keponakannya itu, ia bahkan tidak melirik pada Zeya sama sekali.

"Yaudah Zeya, semoga betah ya kerja disini. Kamu udah sarapan?" Zeya mengangguk sambil tersenyum kearah bu Meisya. Ia masih canggung juga gugup, kedua hal itu membuatnya tiba-tiba merasa otaknya kosong dan tidak bisa menimpali bu Meisya dengan kalimat apapun.

Zeya kemudian kembali ke dapur, bersamaan dengan berdirinya Daniel dari kursinya.

"Saya jalan duluan ya ma, mau ke kampus." Ucapnya yang samar-samar masih Zeya dengar.

_______

"Aku dengar-dengar mas Daniel tuh sebenernya gak mau di jodohin sama mbak Priska tau" pukul empat sore, Asih meminta bantuan Zeya untuk menyirami tanaman di sekitar kolam renang. Yang Zeya dengan senang hati turuti karena ia belum ada kerjaan lagi. Kata Mutia, ia bisa santai saja kalau tidak ada orang dirumah, karena itu berarti mereka juga tidak perlu masak. Kata Mutia juga, nanti malam mereka baru mulai masak lagi.

Ngomong-ngomong, di beberapa bagian rumah sudah di dekorasi karena putra keluarga Lazuardi akan segera menikah. Maryam juga bilang kalau beberapa keluarga akan datang dan mungkin menginap untuk beberapa hari.

A MASTERPIECE OF TRAGEDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang