ON CLOUD NINE

14.6K 2K 237
                                    

Zeya hari ini ada rencana untuk jalan-jalan dengan Dilara, setelah banyak rencana yang gagal karena Daniel tidak mengijinkan. Pagi ini Zeya akan lebih berusaha untuk meminta izin, Raisa besok ulang tahun. Dilara meminta di temani Zeya untuk membeli beberapa barang, dan Zeya menyetujui untuk sekalian mencari kado untuk Raisa.

"Hari ini kamu mau kemana aja?" Daniel mengangkat pandangannya, berapa lama sejak mereka menikah? Baru kali ini Zeya bertanya.

"Kenapa gak makan?" Jawaban yang tidak nyambung itu tidak melunturkan senyum Zeya.

"Belum lapar" Daniel selalu betah memandangi wajah Zeya terutama ketika dia tersenyum. Sebenarnya pagi ini ia bangun dengan tidak semangat mengingat dia akan lumayan sibuk hari ini, namun senyum perempuan cantik di depannya, Zeya-, seolah membuat Daniel lupa pada itu. Ia ingin tinggal dirumah saja, memeluk Zeya juga menciumnya sesuka hati, sayangnya dia bukan pengangguran. Itu lah mengapa mereka mempunyai harta, ya karena mereka rajin bekerja. Keluarga Lazuardi juga sama.

"Cantik banget" ucap Daniel, meraih tangan Zeya dan mengecupnya.

"Aku mau pergi sama mbak Dilara hari ini." Zeya masih tersenyum, melepaskan genggaman tangan Daniel pada tangannya.

"Kemana?" Kening pria itu mengernyit, nada suaranya tadi terdengar tidak suka, alisnya nyaris bertaut. Dan Zeya paham Daniel memang agaknya ingin mengisolasi dirinya dari dunia luar. Apa-apaan peraturannya itu? Kenapa dia tidak boleh keluar rumah?

"Raisa besok ulang tahun" Daniel tidak mungkin tidak di beritahu, Dia kan pamannya.

"Iya, terus? Kamu mau pergi dari sekarang gitu?" Senyum Zeya menghilang, hampir saja ia memutar bola matanya.

"Enggak lah!" Nadanya agak meninggi, dan Daniel makin tidak suka, ia bersandar pada kursi dengan tangannya yang terlipat di dada. Menanti sejauh mana Zeya mau tidak mendengarkan ucapan suaminya.

"Maksud aku..." Zeya normalkan kembali ekspresi dan nada suaranya

"Mbak Dilara ngajak aku beli perlengkapan buat acaranya besok, aku juga sekalian mau beli kado buat Raisa. Pake uang kamu sih..tapi__

"Gak ada istilah uang saya atau uang kamu disini. Saya enggak mempermasalahkan soal uang." Daniel memotong tegas ucapan Zeya.

"Iya..tapi aku boleh pergi kan?" Daniel berfikir, memang dia tentunya sadar untuk tidak boleh egois, dan Zeya juga manusia yang butuh udara bebas. Tapi kalau Dilara orang yang mengajaknya, Daniel memang agak berat.

"Kemana emangnya?" Ucap Daniel sembari mempertimbangkan

"Ke mall mungkin? Aku kan enggak pernah jalan-jalan sebelumnya." Dia dan Daniel pernah ke mall. Daniel membelikannya jam tangan dan beberapa tas seingat Zeya, tapi tidak ada yang Zeya pakai hingga hari ini.

"Ada syaratnya" Daniel tersenyum tipis, ekspresi khawatir Zeya sebenarnya membuat Daniel hampir tertawa.

"Apa?" Zeya sudah menduga, memang tidak akan semudah itu.

"Kamu kenapa sih? Aku enggak pernah ngelarang kamu mau kemana aja." Ucap Zeya dengan berani. Apalagi disini, orang yang ingin ia temani keluar cuma Dilara. Yang jelas-jelas kakak Daniel sendiri. Sebagian besar hidup Daniel ada Dilara di dalamnya, mereka cuma berbeda dua tahun dan sejak kecil tinggal serumah.

"Saya cuma ke kantor dan ke kampus, kedua tempat itu kamu udah tau. Kalau saya mau bawa kamu ke restoran seharian gak akan cukup karena saya punya beberapa. Selebihnya pasti saya kasih tau kalau memang mau ke tempat lain." Zeya tidak menjawab. Dilara memang sudah bilang padanya kalau hobi Daniel dalam mengembangkan bisnis kuliner itu tidak main-main. Dia sama seperti bu Meisya. Sama-sama suka kuliner, tapi bedanya Daniel tidak bisa masak. Dia bisa membayar orang untuk menjadi chef di restoran tapi tidak bisa masak secara mandiri.

A MASTERPIECE OF TRAGEDY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang