Mereka keluar dari ruangan Laura, dan turun ke lantai satu menggunakan lift, begitu pintu lift terbuka, mereka melihat Bundanya sedang berdiri di depan ruangan dengan wajah yang tampak cemas. Ranya mempercepat langkahnya, diikuti oleh Leonel yang tak kalah khawatir.
"Bunda," kata Ranya.
"Tasnya di bawa?"
"Udah, sama ayah"
"Terima kasih, sayang," ujar Bundanya dengan suara lelah namun penuh kasih sayang. "Kalian mau langsung pulang?"
"Iya bunda"
"tunggu sebentar boleh?"
"kenapa bunda?"
"Anak pasien Bunda beberapa hari yang lalu kesini pake sragam sekolah baru kalian, siapa tau kalian pernah liat muka dia tadi pagi"
Ranya dan Leonel mengangguk, duduk di kursi dekat pintu ruangan. Mereka bisa mendengar suara mesin medis yang berbunyi, menambah kecemasan mereka.
"Apa pasien bunda ayahnya keegan ya?" ujar Ranya dalam hatinya.
Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dan seorang perawat keluar dengan wajah muram. Bunda Ranya menyusul, menghampiri kedua anaknya.
"Kondisi pasien Bunda sangat kritis. Dia sudah dalam kondisi yang sangat lemah, detak jantungnya pun hampir ngga ada." kata Bundanya dengan suara yang hampir berbisik.
Ranya merasa Iba. "Kasian."
Tiba-tiba, Pria yang tidak asing bagi Ranya keluar dari ruangan dengan mata yang bengkak dan merah, wajahnya dipenuhi kesedihan yang mendalam. Ranya berdiri dan menghampirinya, "Keegan?" Ranya kaget, ternyata pasien Laura adalah ayahnya Keegan.
"Ranya" Suara Keegan sangat lirih.
"Pasien bunda aku ternyata Papah kamu" ujar Ranya.
"Papah... Dia meninggal."
Ranya meraih tangannya dengan lembut. "Keegan, gue di sini," bisik Ranya, air mata gadis itu luruh begitu saja,ia tau bagaimana rasanya kehilangan seseorang dalam hidupnya. Keegan mengangguk, air matanya kembali mengalir.
Ranya memeluk Keegan erat, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. Leonel mendekat, menepuk bahu Keegan dengan penuh simpati.
"Kita di sini,kak " kata Leonel pelan.
Malam itu, di tengah kesedihan yang mendalam, Ranya, Leonel, dan Keegan menemukan kekuatan dalam kebersamaan. Mereka tahu bahwa meski kehilangan terasa begitu berat, dukungan dan cinta dari orang-orang terdekat bisa memberikan harapan untuk hari esok yang lebih baik.
❄❄❄
Satu jam sebelum ayah Keegan meninggal, Keegan duduk di samping tempat tidur ayahnya. Wajah ayahnya tampak sangat lelah, napasnya pendek dan berat. Keegan menggenggam tangan ayahnya dengan erat, mencoba menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Pah," bisik Keegan dengan suara parau. "Aku di sini."
Ayahnya membuka mata perlahan, menatap putranya dengan tatapan lemah namun penuh kasih. "Keegan... kamu anak yang kuat... Papah bangga sama kamu."
Keegan menelan ludah, berusaha keras untuk tetap tegar. "Pah, aku akan selalu ada di sini buat Papah. Aku janji."
Ayahnya tersenyum lemah. "Terima kasih, nak. Papah cinta kamu."
"Aku juga cinta Papah," jawab Keegan, suaranya bergetar. "Terima kasih untuk semuanya."
Suara mesin di sebelah tempat tidur mulai mengeluarkan bunyi alarm pelan. Dokter bergegas masuk diikuti dua perawat di belakangnya, memeriksa kondisi ayah Keegan dengan cepat. Keegan tetap di tempatnya, menggenggam tangan ayahnya lebih erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANYA
Teen FictionRanya Aireena Veenstra adalah seorang gadis blasteran Indonesia-Belanda yang tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Ayahnya, Veenstra, memutuskan untuk menetap di Indonesia setelah menikahi Laura, seorang wanita Indonesia. Ranya, anak pertama dari...