Bel rumah Ranya berbunyi, menampilkan Keegan dengan penampilan kaos polos berwarna putih dan celana jeans warna hitam.
Leonel berjalan ke arah pintu untuk membukanya. "Ka Keegan? Masuk, Kak," ujar Leonel mempersilakan Keegan masuk dan duduk di ruang tamu.
"Ka Ranya lagi mandi deh kayaknya, soalnya tadi dia minta refill sabun ke bibi," ujar Leonel.
"Yaudah nggak apa-apa, biar gue tungguin aja," ujar Keegan.
"Mau dipanggilin?"
"Nggak usah, udah biarin aja," ujar Keegan. Leonel membalasnya dengan anggukan.
"Gimana di sekolah baru? Betah?" tanya Keegan hanya untuk sekedar basa-basi.
"Betah, Kak. Temen kelasnya juga asik semua, tapi ya gitu, belum terbiasa beradaptasi dengan yang lain. Pada circle circlean," ujar Leonel. Keegan tertawa mendengar kalimat terakhir dari Leonel.
"Emang gitu, tapi itu seru kok. Pas kelas sepuluh juga gue lumayan terganggu, tapi setelah pulang dari Jerman dan lanjutin sekolah di situ, ngerasa udah biasa aja, yang penting kitanya ramah aja" ujar Keegan.
"Ngobrolin apaan?" Ranya tiba-tiba datang dari belakang Keegan.
"Astaga Ranya, ganti nggak bajunya! Apa-apaan pake baju kayak gitu," ujar Keegan melihat Ranya mengenakan atasan tanpa tali.
"Santai, bos. Tenang aja, ini bukan buat keluar kok. Baju gue ada di ruang setrikaan, mau gue ambil," ujar Ranya menjelaskan.
"Kirain mau pake kayak gitu," ujar Keegan merasa lega.
"Cepet! Gue tinggal nih," ujar Keegan.
"Ih, kan lo yang kesini sendiri," ujar Ranya sedikit berteriak karena berada di ruang setrikaan.
"Gue pulang nih," ancam Keegan.
Ranya keluar dari ruang setrika dan mendekat ke arah Keegan. "Yakin? Kalau beneran gue nggak jadi ganti baju nih." Ranya sengaja mendekatkan wajahnya ke wajah Keegan, menyisakan hanya dua jengkal saja.
"Ranyaaa," tatapan Keegan langsung berubah seperti wajah binatang buas yang ingin menerkam mangsanya.
"Ya ampun, Ka Keegan marah beneran," ujar Leonel sambil terkekeh melihat interaksi mereka. Ranya hanya tertawa kecil dan masuk kembali ke ruang setrikaan untuk mengganti bajunya.
Keegan berdiri dan berjalan ke arah pintu ruang setrikaan. "Cepat, Ranya. Udah sore," katanya dengan nada sedikit cemas.
Ranya keluar dengan mengenakan kaos yang lebih sopan, tapi masih terlihat modis. "Udah siap, puas?" tanyanya sambil tersenyum manis ke arah Keegan. Keegan mengangguk dan tersenyum kembali. "Yuk kita jalan," ajaknya sambil meraih tangan Ranya.
Leonel yang melihat itu dari ruang tamu, menggerutu pelan, "Enak banget, jalan-jalan mulu." Ranya menoleh ke Leonel dan tertawa. "Apa yang enak? Temen doang," ujar Ranya, matanya melirik tajam ke arah Keegan.
"Oh ngode?" celetuk Keegan.
"Dih, pede banget," ujar Ranya. Keegan merasa gemas dengan tingkah Ranya.
Di luar rumah, Keegan dan Ranya berjalan beriringan. Keegan menggenggam tangan Ranya dengan erat, seolah-olah tidak ingin melepaskannya. "Makanannya habis nggak?" tanya Keegan.
"Nggak," jawab Ranya sambil tersenyum.
"Kok nggak dihabisin?" tanya Keegan.
"Lo ngasihnya kebanyakan, Keegaaan," ujar Ranya.
"Terus, sore ini jalan sama gue seneng nggak?"
"Seneng dong," ujar Ranya sambil tersenyum manis.
"Yakin?"
Ranya mengangguk. "Tapi lo nggak keberatan kan jalan sama cewek yang baru selesai mandi?" tambahnya dengan nada menggoda.
Keegan tertawa kecil. "Nggak kok, malah segar baunya," jawabnya sambil menarik Ranya lebih dekat. Ranya tersipu malu dan menyandarkan kepalanya di bahu Keegan.
Keegan membukakan pintu mobil untuk Ranya, dan Ranya pun masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, suasana hangat tercipta. Keegan memutar lagu-lagu favoritnya sambil sesekali bernyanyi bersama. Ranya menikmati setiap momen, merasa nyaman dengan kehadiran Keegan di sisinya.
"Kita mau kemana nih?" tanya Ranya.
"Makan" jawab Keegan dengan senyum misterius.
"Ah, Kegaann, gue kan baru makan, udah kenyang ah. " keluh Ranya setengah bercanda.
"Sstt, ini beda, pasti lo suka" jawab Keegan yakin.
Mereka berkendara menuju sebuah taman kecil yang tenang. Di sana, terdapat banyak pedagang-pedagang di samping jalan.
"Wow, banyak banget" ujar Ranya. "Keegan, mau itu" Ranya menunjuk pedagang crepes yang lumayan banyak antriannya.
mereka berdua berjalan mendekati pedagang itu.
"lo duduk aja, biar gue yang beli" ujar Keegan.
Ranya duduk di atas kursi panjang, Keegan sesekali menggoda Ranya, membuatnya tertawa lepas.
"Nih" Keegan memberikan crepes kesukaan Ranya.
"ko cepet?" tanya Ranya.
"abang-abangnya gue kemat" ujar Keegan dengan seringai jahilnya.
"bisa-bisanya kutub ini jadi orang yang receh" ujar Ranya.
"Ranya, lo tau nggak, gue selalu suka lihat lo ketawa," ujar Keegan tiba-tiba serius.
"Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?" tanya Ranya, sedikit bingung.
"Soalnya itu yang bikin hari-hari gue jadi lebih cerah," jawab Keegan sambil menatap dalam-dalam mata Ranya.
Ranya tersipu malu. "Keegan, jangan ngegombal di depan gue secara langsung please, gue ngga kuat, kalau lewat whatsapp gue maklumin" ujar Ranya melting.
Keegan terkekeh, "salting ya?" ujar Keegan.
"KEEGAN, ih ngga suka ah, pulang deh pulang"
"eh, ngambek nih?"
"Iya, abisnya lo ngeselin si"
"lo suka gue belum?" tanya Keegan, dia tidak akan bosan menanyakan hal itu sampai benar benar mendapatkan jawaban yang ia harapkan.
"udah, kenapa?"
"gue belum ada keniatan buat jadiin lo pacar" ujar Keegan.
"ngga masalah, yang penting kita ngga usai sebelum memulai cerita yang sebenarnya" ujar Ranya.
Ranya bohong, gadis itu sangat mengharapkan hari ini Keegan menjadi kekasihnya, tapi ternyata salah, dia terlalu berekspetasi tinggi terhadapnya.
Mereka menghabiskan makanannya dengan suasana yang semakin hangat dan akrab. Setelah makan, mereka berjalan-jalan di sekitar taman, menikmati pemandangan dan suasana sore yang indah.
"Keegan, lo pernah kepikiran nggak, apa yang bakal kita lakukan setelah lulus sekolah?" tanya Ranya tiba-tiba.
"Sering. Gue pengen kuliah di luar negeri" jawab Keegan.
Ranya tersenyum mendengar jawaban itu. "Gue juga pengen kuliah di luar negeri. Siapa tahu kita bisa kuliah di tempat yang sama."
"That would be great," kata Keegan penuh harap.
Mereka menghabiskan waktu bersama hingga matahari mulai terbenam. Saat langit mulai gelap, Keegan mengantar Ranya pulang. Di depan rumah Ranya, mereka berhenti sejenak.
"Thanks for today, Keegan. It was amazing," ujar Ranya.
"My pleasure. Anything for you," jawab Keegan sambil tersenyum.
"Good night," ujar Ranya sebelum masuk ke dalam rumah.
"Good night, Ranya. Sweet dreams," balas Keegan sambil melambaikan tangan.
Ranya masuk ke dalam rumah dengan hati yang penuh kebahagiaan. Hari itu menjadi salah satu hari terbaik dalam hidupnya, berkat Keegan. Keegan pun kembali ke rumah dengan perasaan yang sama, memikirkan betapa beruntungnya dia memiliki Ranya dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANYA
Teen FictionRanya Aireena Veenstra adalah seorang gadis blasteran Indonesia-Belanda yang tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Ayahnya, Veenstra, memutuskan untuk menetap di Indonesia setelah menikahi Laura, seorang wanita Indonesia. Ranya, anak pertama dari...