Part 14

41 9 0
                                    

Keegan duduk di depan Ranya, menatapnya dengan mata yang penuh kesedihan. "Ranya, gue bener-bener ngga tau kenapa gue bisa ada di sana. Gue ingat terakhir kali kita bertemu, pas gue pulang, ada beberapa motor yang ngalangin jalan,gue stop di jalan dan keluar dari mobil, Setelah itu, gue ngga inget apa-apa lagi, pas gue bangun gue udah dikamar, dan dapat foto foto itu dari lo."

Ranya menatapnya dengan tatapan dingin. "Ngga mungkin lo ngga sadar, ngga mungkin lo ngga tau apa yang udah terjadi"

Keegan menghela napas panjang. "Gue tau ini sulit dipercaya, tapi gue benar-benar dijebak. pasti ada orang sengaja mau bikin kita berantem,Ra. Gue yakin kalau gue ngga melakukan apapun yang bisa nyakitin dengan sengaja."

Ranya merasa hatinya berperang antara ingin mempercayai Keegan dan rasa sakit yang masih mencekam. "Keegan, foto itu... itu terlalu jelas. Gimana gue ngga percaya setelah liat foto itu"

Keegan meraih tangan Ranya, tapi Ranya menariknya kembali. "Gue tahu ini sulit. Gue tau lo marah dan kecewa. Tapi tolong, beri gue kesempatan buat buktiin bahwa gue ngga bersalah. Gue akan cari tahu siapa orang yang ada di balik semua ini."

Ranya menatap Keegan lama, mencari kejujuran di matanya. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang membuatnya ingin mempercayai kata-kata Keegan. Tapi luka di hatinya masih terlalu dalam. "Gue butuh waktu."

Keegan mengangguk, matanya penuh dengan penyesalan. Bahkan pria itu menangis,pertama kali dalam hidupnya menangis karena perempuan lain "Gue ngerti. gue bakal nunggu. Gue bakal lakuin apapun buat memperbaiki ini."

Ranya menghela napas panjang, merasa sedikit lega tapi masih diliputi keraguan. Ia bangkit dari tempat duduknya, bersiap untuk pergi.

Saat Ranya berjalan menuju arah pulang, ia merasa hatinya sedikit lebih ringan, meskipun kekecewaan masih membekas. Ia tahu ini bukan akhir dari semuanya, tapi mungkin ini adalah awal dari perjalanan panjang untuk memulihkan kepercayaan yang hilang.

Hari berikutnya, Ranya mencoba menjalani kehidupannya seperti biasa. Ia fokus pada sekolahnya, bertemu dengan teman-temannya, dan mencari cara untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian itu. Namun, bayangan foto itu terus menghantui pikirannya, terutama saat malam tiba.

Jam istirahat mereka hanya duduk di taman, di atas rerumputan hijau.

"Ranya, lo kenapa?" tanya Clara melihat Ranya yang tidak ada gairah seperti biasanya.

"ngga papa" ujar Ranya hanya tersenyum simpul.

"lo kenapa kemarin ngga berangkat?" tanya Jevi.

"capek aja, jadi gue izin ke ibu Sifa langsung lewat pesan" ujar Ranya.

"Ra, ada masalah yang lo sembunyiin dari kita? cerita, Ra, biar lo tenang" ujar Jevi, dia adalah yang paling tertua diantara mereka bertiga, dan mempunyai kepekaan yang luar biasa.

Ranya tidak bisa membendung aimatanya, ia menangis di hadapan Jevi, Clara dan Kyle.

Mereka bertiga langsung sigap memeluk Ranya untuk menyalurkan kekuatan. Mereka membiarkan Ranya menangis sepuas mungkin sebelum cerita.

"Keegan" ujar Ranya.

"Keegan kenapa?"

Ranya menunjukkan foto-foto keegan bersama dengan perempuan itu.

"Ra, ini beneran?" tanya Jevi, mereka bertiga turut bersedih melihat kondisi Ranya.

"dia bilang kalau dia di jebak, tapi gue ngga percaya sebelum dia dapetin bukti yang bener" ujar Ranya.

"Ra, gue ngga tau gimana rasa sakit lo, tapi gue ikut merasakan kesedihan lo" ujar Clara.

❄❄❄

"tolong!" seorang siswi berbadan gempal berteriak meminta tolong di tengah koridor. Posisi sekolah sudah cukup sepi karena sudah waktunya jam pulang, hanya tersisa beberapa orang saja yang mengikuti ekstrakurikuler basket.

"Kenapa?" tanya seseorang dengan suara panik.

"Kak Keegan, Ka Ranya pingsan di depan kamar mandi," ujarnya.

Keegan langsung panik, ia berlari sekencang mungkin menuju kamar mandi. Hatinya berdetak kencang, dipenuhi dengan rasa khawatir yang mendalam. Ketika sampai di depan kamar mandi, ia melihat Ranya terbaring tak sadarkan diri. Wajahnya pucat, dan napasnya terdengar lemah.

"Ranya, Ra, bangun," Keegan menepuk pelan pipi Ranya, berharap gadis itu akan mendengarkan suaranya dan bangun dari pingsannya. Namun, Ranya tak kunjung sadar. Keegan semakin panik. Tanpa berpikir panjang, ia langsung memapah tubuh Ranya dan membawanya menuju parkiran.

Mobil Keegan melesat jauh membelah jalanan kota Jakarta, mengabaikan segala rambu lalu lintas. Di tengah perjalanan, Ranya tersadar. Matanya perlahan terbuka, tapi ia hanya diam setelah tahu siapa yang ada di sampingnya.

"Ra, lo kenapa?" tanya Keegan dengan suara penuh kekhawatiran. Namun, Ranya hanya diam tidak menjawab. Keegan bisa melihat rasa sakit dan kekecewaan di mata Ranya, yang membuat hatinya semakin hancur.

"Ra, maaf," ucap Keegan dengan suara lirih.

"Ucapan maaf lo bikin gue nambah sakit, Keegan. Stop," balas Ranya dengan suara yang hampir tak terdengar.

Keegan menepikan mobilnya, hatinya terasa semakin berat. Ia menatap wajah Ranya yang sangat lusuh. "Kenapa sampai pingsan? Lo belum makan?" tanya Keegan, mencoba menyembunyikan rasa khawatirnya. Ranya hanya diam tak menjawab.

"Ra, jangan diemin gue," ujar Keegan dengan suara bergetar. Tanpa bisa menahan lagi, Keegan menarik Ranya dalam pelukannya. Air mata mengalir deras dari matanya. Ia menangis, Keegan sangat tulus mencintai Ranya, dia tidak peduli jika Ranya memandang dirinya sebagai sosok laki-laki yang cengeng.

"Gue kangen, gue nggak bisa di diemin sama lo, please maafin gue, Ra. Gue janji akan nyari bukti itu," ujar Keegan. Setiap katanya begitu dalam, penuh dengan penyesalan.

Tangan Ranya terangkat, membalas pelukan Keegan dengan lemah. "Gue sakit," ujar Ranya, suaranya penuh dengan kepedihan, membuat Keegan semakin terpukul.

"Maaf," ujar Keegan, mencium puncak kepala Ranya. "Maaf, gue salah."

"Untuk sekarang lo boleh marah sama gue, tapi tolong, jangan diemin gue," ujar Keegan.

Setiap kalimat yang keluar dari mulut Keegan membuat hati Ranya berdebar. Ia ingin mempercayai Keegan, tapi rasa takut untuk dikhianati lagi membuatnya ragu. Keegan terus berusaha menjelaskan, berjanji akan mencari tahu siapa yang berada di balik jebakan itu.

"Ra, gue nggak akan pernah ninggalin lo. Gue akan selalu ada buat lo. Tolong, jangan diemin gue lagi," ucap Keegan dengan suara yang serak.

Ranya hanya bisa menangis dalam pelukan Keegan. Tangisannya semakin keras, mencerminkan betapa dalam rasa sakit yang ia rasakan. Keegan memeluknya erat, berusaha menenangkan gadis yang sangat dicintainya. Hatinya terasa hancur melihat Ranya begitu terluka.

"Gue nggak bisa kehilangan lo, Ra. Lo segalanya buat gue," bisik Keegan di telinga Ranya.

Di dalam mobil yang berhenti di pinggir jalan, dua hati yang terluka mencoba untuk menemukan jalan kembali satu sama lain. Keegan terus memeluk Ranya, sementara Ranya menangis sejadi-jadinya, membiarkan semua rasa sakit dan kekecewaan keluar. Mereka tahu, jalan menuju penyembuhan masih panjang, tapi mereka siap untuk melewati semuanya bersama-sama.

Keegan mengecup puncak kepala Ranya sekali lagi, menahan air mata yang masih mengalir. "Gue akan selalu ada buat lo, Ra. Gue janji, gue akan buktikan semuanya," katanya dengan suara bergetar. Ranya hanya mengangguk pelan, masih dalam pelukan Keegan, berharap suatu hari nanti luka di hatinya bisa sembuh.

❄❄❄

please, Vote for me.
Aku sangat berterimakasih buat yang udah vote. Yang belum vote, jangan lupa vote ya:)
jangan lupa komen juga:)


RANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang