Sementara di sisi lain, Keegan, Tanra, dan Jeff memutuskan untuk berkumpul di rumah Tanra. Rumah Tanra selalu menjadi opsi pertama tempat yang nyaman untuk bersantai, terutama dengan suasana halaman belakang yang luas dan teduh. Di sudut halaman, ada sebuah meja kayu yang sering digunakan untuk ngopi dan berbincang, sementara beberapa kursi empuk mengelilinginya. Di sana, mereka biasa menghabiskan waktu bersama, bermain game atau sekadar ngobrol-ngobrol santai.
Keegan baru saja tiba, masih dengan langkah hati-hati karena cedera lutut yang belum sepenuhnya sembuh. Dia membawa satu kotak donat sebagai camilan sore itu. Jeff sudah lebih dulu datang, dan kini sibuk mengatur konsol game di depan TV yang sudah dihubungkan ke layar lebar di ruang keluarga Tanra.
Tanra menoleh melihat Keegan yang baru saja tiba, "Lama banget dah. Gimana, lutut lu udah mendingan?"
Keegan tersenyum sambil duduk hati-hati di salah satu kursi.
"Udah, tapi masi ngilu dikit" ujarnya.
"Lo gimana si jatohnya? sampe separah itu." ucap Tanra.
"Ngga tau gue."
Jeff yang baru saja selesai mengatur game, menoleh ke arah Keegan.
"Emang yang paling bener tu gini, ngopi-ngopi sambil main game. Lu bawa apa tuh, donat?"
Keegan mengangkat kotak donatnya dengan bangga. "Yep, donat kesukaan kalian. Ada yang cokelat, stroberi, sama yang keju."
"Kacang ngga ada?" tanya Jeff
"Kehabisan"
Tanra yang sedang menuang kopi ke cangkir-cangkir tertawa kecil.
"Pas banget! Donat sama kopi, kombinasi sempurna buat sore ini."
Mereka mulai menikmati donat dan kopi, sambil memilih game apa yang akan dimainkan. Pilihan jatuh pada game balapan yang sering mereka mainkan bersama. Suara tawa dan canda pun mulai mengisi ruangan ketika mereka saling meledek di tengah permainan.
Jeff fokus dengan layar di depan "Awas lu, Tanra! Gue bakal salip lu!"
"Halah, mimpi lo! Liat aja nih!"
Keegan, yang biasanya paling tenang, kali ini ikut tersulut semangat kompetitifnya.
"ngeributin apa si, yang ada juga kalian berdua yang kalah telak sama gue kali ini, siap-siap aja!"
Mereka terus bermain dengan semangat, saling bersaing dan sesekali menggoda satu sama lain. Suasana menjadi semakin hidup ketika Jeff tiba-tiba kalah di detik-detik terakhir, membuat Keegan dan Tanra tertawa terbahak-bahak.
"Ah, sial! Gue udah di depan, gimana bisa lo nyalip?!"
Keegan terkekeh, "Makanya jangan terlalu percaya diri, Jeff! Di game ini, semua bisa terjadi."
Setelah beberapa putaran balapan yang penuh tawa, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tanra menambahkan kopi ke cangkir mereka, sementara Jeff mengusap-usap perutnya yang kenyang karena kebanyakan makan donat.
"lo berdua pernah nggak sih ngerasa hidup kita ini kayak komedi?"
Keegan tersenyum dan mengangguk. "Sering banget. Kadang kalau gue inget-inget kejadian-kejadian di sekolah, atau pas nongkrong gini, banyak hal yang kalo dipikir-pikir malah kocak."
"Iya lagi. Misalnya, inget nggak waktu kelas sepuluh kita kabur dari guru olahraga gara-gara lupa bawa baju ganti? Trus kita nyempil di gudang sekolah."
Tanra tertawa terbahak-bahak mengingat kejadian itu.
"dan yang paling kocak, pas kita ketahuan bukannya dimarahin, tapi malah disuruh bantuin guru pindahin alat-alat olahraga. Jadinya malah nyantai, nggak ikut lari lapangan." ujar tanra melanjutkan.
Keegan menggeleng-gelengkan kepalanya, masih tersenyum mengingat momen itu.
"Itu salah satu kejadian paling epic. Kadang-kadang gue mikir, gimana bisa hal-hal kayak gitu terus kejadian di hidup kita?" ujar Keegan.
Mereka tertawa bersama, mengingat betapa banyaknya momen-momen lucu dan absurd yang mereka alami bersama. Tanra menambahkan, sambil memandang ke arah langit yang mulai berwarna jingga.
"Kadang hidup emang gitu. Nggak semuanya harus serius, ada kalanya kita harus ketawa buat ngejaga kewarasan." ujar Tanra.
Jeff mengangguk setuju.
"Setuju banget. Kalo hidup terlalu serius, rasanya berat banget. Makanya gue seneng kalo kita bisa kumpul gini, bisa lepas dari stres dan ketawa bareng. Ya walaupun yang paling setres si Tanra"
Tanra memukul pelan lengan Jeff, "sembarangan, Lo juga ya"
Keegan, yang biasanya lebih kalem, tiba-tiba melontarkan sebuah lelucon tentang salah satu guru mereka yang selalu pakai dasi dengan warna mencolok setiap hari Jumat. Lelucon itu langsung membuat mereka tertawa sampai perut mereka sakit.
"Gila, Keegan, lu bisa juga ngelawak!"
Mereka terus berbincang dan bercanda, mengenang momen-momen yang membuat mereka tertawa. Sesekali, mereka membahas tentang kehidupan, tentang bagaimana mereka melihat masa depan, dan apa yang mereka inginkan.
"Ngomong-ngomong, kalian udah kepikiran mau ngapain setelah lulus nanti?"
Tanra berpikir sejenak sebelum menjawab. "Gue pengen lanjut kuliah di jurusan yang ada hubungannya sama teknologi. Mungkin teknik komputer atau sejenisnya. Lu sendiri gimana, Keegan?"
Keegan mengangkat bahu sambil menyeruput kopinya.
"Belum pasti, tapi gue pengen sesuatu yang berhubungan sama olahraga. Tapi, gue ragu, soalnya gue harus nerusin perusahaan papah."
Jeff menatap Keegan dengan serius.
" Gue yakin lu bisa, Gan."
Tanra mengangguk setuju.
Tanra menepuk pundak Keegan. "CEO Muda kita guys" ujar Tanra meledek Keegan.
Percakapan mereka berlanjut, kadang serius, kadang kembali ke topik-topik yang lebih ringan dan penuh tawa. Tanra mengambil gitar akustik dari sudut ruangan dan mulai memainkannya dengan lembut, menambah suasana yang sudah hangat menjadi lebih nyaman.
"Gas cover lagu ngga si? youtube gue udah lama ngga ada video baru" ujar Tanra.
"boleh boleh, mau lagu apa?" tanya Jeff.
"Keegan, punya rekomendasi ngga?"
"ngga ada"
Tanra datang membawa gitar di tangannya, saat mereka sudah menemukan lagu yang pas, mereka mulai bernyanyi dan membuat Video untuk mengisi youtube Tanra yang sudah lama tidak terurus.
Saat hari semakin gelap, mereka memutuskan untuk mengakhiri sesi bermain dan bernyanyi mereka. Tanra menyimpan gitar, dan Jeff mulai merapikan konsol game yang tadi mereka gunakan. Tapi meski permainan sudah selesai, percakapan mereka masih berlanjut.
"Sore ini Rileks banget" ujar Tanra.
Keegan tersenyum, merasakan hal yang sama.
"Next time ke rumah gue ya" ujar Keegan.
Mereka semua mengangguk setuju, merasa puas dengan sore yang mereka habiskan bersama. Meskipun hidup terkadang terasa rumit dan penuh tantangan, mereka tahu bahwa dengan teman-teman yang bisa diajak tertawa dan berbagi cerita, segala sesuatunya akan terasa lebih ringan.
Saat malam semakin larut, mereka pun mulai berpikir untuk pulang. Sebelum berpisah, mereka saling berjabat tangan dengan gaya khas mereka yang sudah menjadi tradisi setiap kali mereka mengakhiri waktu bersama.
"Thanks, Tan." ujar Keegan.
"Gue juga makasih, Tan."
"Sans! Kalian hati-hati di jalan."
Mereka pun meninggalkan rumah Tanra dengan perasaan bahagia, membawa pulang kenangan sore yang penuh tawa
KAMU SEDANG MEMBACA
RANYA
Teen FictionRanya Aireena Veenstra adalah seorang gadis blasteran Indonesia-Belanda yang tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Ayahnya, Veenstra, memutuskan untuk menetap di Indonesia setelah menikahi Laura, seorang wanita Indonesia. Ranya, anak pertama dari...