"kalau gitu, kita pacaran yuk" ujar Keegan dengan sangat tiba tiba, Ranya kaget, ini harapan yang ia inginkan dari lama.
"boong ya?" tanya Ranya.
Ranya terdiam beberapa detik, mencerna apa yang baru saja Keegan katakan. Wajahnya memerah, dan hatinya berdebar kencang. "Lo serius, Keegan?" tanyanya dengan suara gemetar.
Keegan menatap Ranya dalam-dalam, mencoba menenangkan perasaannya yang campur aduk. "Serius."
Ranya masih mencoba mencerna kata-kata itu. "Tapi, kenapa sekarang?" tanyanya pelan.
Keegan menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara lembut tapi tegas, "Gue nggak mau lagi nunggu dan ngebuat lo ragu dengan perasaan gue. Gue pengen kita bisa saling berbagi kebahagiaan dan dukungan sebagai pasangan."
Ranya merasa melting, pipinya sangat merah. Kata-kata Keegan begitu tulus dan penuh perasaan. "Keegan, gue... gue nggak tahu harus bilang apa."
Keegan mengambil tangan Ranya dengan lembut, menatapnya dengan mata penuh harapan. "Ra, gue nggak minta lo jawab sekarang. Gue cuma pengen lo tahu betapa pentingnya lo buat gue. Gue siap nunggu lagi sampai lo yakin, gue tau ini terlalu cepat buat lo."
"Lo ngga jadiin gue pelampiasan kan, Ra? lo masih belum bisa nerima kepergian Hanif ya?" tanya Keegan.
Ranya menatap mata Keegan, melihat ketulusan dan kejujuran di sana. Hatinya merasa hangat dan penuh dengan emosi. "Keegan, Gue ngga jadiin lo pelampiasan, gue sayang sama Hanif, gue cinta, tapi sekarang gue cinta sama lo, bahkan rasa sayang gue ke lo lebih besar dari pada sama Hanif dulu"
"kenapa?"
"lo lebih dewasa, lo pengertian, lo sabar banget, apa yang ngga gue dapetin dari Hanif gue dapetin semuanya di lo" ujar Ranya.
Keegan tersenyum, memegang tangan Ranya lebih erat. "So? mau dijawab sekarang atau nanti?."
"kalau gue siap" ujar Ranya. Keegan mengangguk.
Mereka tiba di depan rumah Ranya. Ranya turun dari motor dengan perlahan, masih memikirkan kata-kata Keegan. "Makasih yaa udah nganterin gue pulang."
Keegan mengangguk, menatap Ranya dengan penuh pengertian. "istirahat yaa."
"Mau mampir nggak?" tanya Ranya.
Keegan tampak berfikir, "mmm, nggak deh, mau langsung pulang aja. Kasian lo pasti capek." ujar Keegan
Ranya tersenyum tipis, dia menahan dirinya agar tidak terlihat salah tingkah di depan Keegan. Setelah Keegan pergi, Ranya masuk ke dalam rumah dengan perasaan campur aduk. Dia sangat senang karena akhirnya Keegan menembak diringa. Tapi di sisi lain, dia bingung harus menjawab apa, dalam hatinya "sabar Ranya, setidaknya lo pura-pura bingung dulu, biar ngga ketauan ugal ugalan banget", Kocak.
Laura yang sedang duduk di ruang tamu langsung menyadari perubahan suasana hati putrinya. "Gimana tadi ketemu mamahnya Keegan?" tanya Laura sambil tersenyum.
"Baik banget, Bun. Mamahnya ramah dan enak diajak ngobrol," jawab Ranya sambil duduk di sebelah ibunya.
Leonel yang sedang menonton TV ikut nimbrung, "Jadi gimana, Kak? udah resmi jadian sama Ka Keegan?"
Ranya menggeleng, "Enggak lah, Leo. Kita cuma temenan aja."
Veenstra yang baru saja masuk dari halaman depan ikut bertanya, "Temen doang, tapi kok keliatannya seneng banget." ujar Veenstra menggoda Ranya.
Ranya tersenyum, "Nggak ah, biasa aja kok." ujar Ranya menahan senyum.
Laura menatap putrinya dengan penuh perhatian, "Kalau Keegan serius sama kamu, Bunda dukung, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
RANYA
Teen FictionRanya Aireena Veenstra adalah seorang gadis blasteran Indonesia-Belanda yang tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Ayahnya, Veenstra, memutuskan untuk menetap di Indonesia setelah menikahi Laura, seorang wanita Indonesia. Ranya, anak pertama dari...