Part 20

62 6 0
                                    

Pagi itu, Keegan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia duduk di meja makan bersama ibunya, Maya, sambil menikmati sarapan yang telah disiapkan. Aroma roti panggang dan telur dadar memenuhi udara, namun pikiran Keegan terfokus pada pesan yang baru saja ia kirimkan kepada Ranya.
Namun, balasan yang diterimanya dari Ranya hanya singkat dan menolak.

Namun, balasan yang diterimanya dari Ranya hanya singkat dan menolak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keegan menghela napas berat. Meskipun Ranya telah memaafkan kesalahannya semalam, ia tahu bahwa kekecewaan masih tersisa di hati gadis itu. Ranya belum bisa sepenuhnya menerima bahwa Keegan lebih memilih menghadapi Amel daripada menjemputnya yang sudah menunggu sendirian.

"Keegan, kamu kenapa? ada masalah sama pacar kamu?" tanya Maya begitu menyadari anaknya hanya melamun, makanan di hadapannya pun belum ia sentuh.

Keegan menatap ibunya dengan senyum lemah, mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

"Hanya masalah biasa,Mah."

Maya menatapnya dengan perhatian, memahami bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiran anaknya.

"Ingat, Keegan, dalam hubungan, komunikasi itu penting. Kalau ada masalah, bicarakan dengan baik-baik."

Keegan mengangguk, menyadari nasihat Ibunya benar. Namun, saat ini, ia hanya bisa berharap bahwa waktu akan membantu menyembuhkan kekecewaan Ranya.

Sementara itu, di rumah Ranya, gadis itu sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia sudah sarapan lebih dulu, menyisakan sedikit waktu untuk menunggu adiknya, Leonel, yang belum juga turun dari kamar. Laura, ibu mereka, memanggil nama Leonel dengan sedikit keras.

Laura berdiri di anak tangga terakhir,memanggil anak terakhirnya yang tak kunjung keluar dari kamar, "Leonel, ayo cepat turun! Sarapanmu sudah siap. Nanti telat ke sekolah!"

Ranya duduk di teras depan, menatap tanaman hias dengan sabar, meskipun hatinya masih terasa berat dengan kejadian semalam. Ia tahu bahwa Keegan menyesal, tetapi rasa kecewa itu masih menghantuinya. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada hari ini.

Beberapa saat kemudian, Leonel akhirnya turun dari kamarnya dengan langkah terburu-buru, masih menggosok matanya yang mengantuk.

"Maaf, Bun. Aku kesiangan."

"cepet sarapan dulu"

"Kakak berangkat sama ka Keegan?" tanya Leonel.

"ada di depan" ujar Laura.

"semalem tidur jam berapa? kok bisa telat?" tanya Veenstra.

RANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang