Part 15

63 9 0
                                    

Beberapa minggu kemudian, setelah hari-hari yang dipenuhi dengan rasa sakit dan kebingungan, Keegan datang dengan sebuah bukti yang bisa mengubah segalanya. Ia membawa ponsel dan menunjukkan pesan-pesan dari seorang teman yang mengaku telah membantu merencanakan jebakan itu. Temannya itu merasa bersalah dan memutuskan untuk mengaku setelah menyadari dampak dari perbuatannya.

Ranya duduk di ruang tamu kamarnya, menatap ponsel yang dipegang oleh Keegan dengan perasaan campur aduk. Hatinya berat, penuh dengan luka yang belum sepenuhnya sembuh. Namun, ia tahu bahwa ia harus mendengarkan apa yang Keegan ingin sampaikan. "Ini apa?" tanyanya dengan suara bergetar.

Keegan menarik napas panjang sebelum mulai berbicara. "Ini bukti bahwa gue dijebak, Ra. Ada orang yang akhirnya ngaku bahwa dia udah bantu seseorang untuk menjebak gue. Dia merasa bersalah dan memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya."

Ranya meraih ponsel itu dan mulai membaca pesan-pesan tersebut. Setiap kata yang terbaca semakin membuat hatinya berkecamuk. Bukti itu memang menunjukkan bahwa Keegan dijebak, tapi luka di hatinya belum sepenuhnya sembuh. Ia menatap Keegan, mencoba memahami perasaannya sendiri.

"Kenapa dia nglakuin ini sama, Lo?" Ranya bertanya dengan suara penuh ketidakpercayaan. "Dia ngga suka gue deket sama lo?"

Keegan menggeleng, matanya terlihat lelah. "Gue belum tahu siapa yang merencanakan ini semua. Tapi yang penting lo tau kalau gue ngga salah, Gue nggak mau nglakuin hal yang bikin lo sakit."

Ranya merasa hatinya berperang. Bukti-bukti di tangannya memang mendukung Keegan, tapi rasa sakit yang telah ia rasakan selama ini tidak mudah untuk hilang begitu saja. "Gue butuh waktu buat maafin, Lo. Tapi gue berterima kasih karena lo udah berusaha ngebuktiin kebenaran."

Keegan mengangguk, matanya penuh dengan harapan. "Gue tetep mau nunggu sampai lo siap"

Ranya tersenyum tipis, merasa sedikit lega. Namun, ia tahu bahwa perjalanan menuju pemulihan masih panjang. "Gue menghargai apa yang udah lo lakuin."

Hari-hari berikutnya, Ranya mencoba kembali ke rutinitasnya, meskipun rasa sakit masih sering menghantui. Setiap kali ia melihat Keegan, ada rasa bersalah dan harapan yang bercampur aduk di hatinya. Keegan, di sisi lain, berusaha menunjukkan ketulusannya melalui tindakan kecil setiap hari.

Pada suatu malam, saat Ranya duduk sendirian di kamarnya, ia menerima pesan dari Keegan. "Gue tahu ini nggak mudah buat kita, tapi gue pengen lo tahu kalau gue akan selalu berjuang buat kita."

Ranya membaca pesan itu berulang kali. Kata-kata Keegan membuat hatinya sedikit lebih ringan, meskipun rasa sakit itu belum sepenuhnya hilang. Ia tahu bahwa memaafkan membutuhkan waktu, tapi ia mulai merasa ada harapan di ujung terowongan gelap ini.

Beberapa minggu berlalu, dan Keegan terus menunjukkan ketulusannya. Ia membantu Ranya dengan tugas-tugas sekolah, mengantarnya pulang setiap hari, dan selalu ada ketika Ranya membutuhkannya. Sedikit demi sedikit, Ranya mulai merasa nyaman kembali berada di dekat Keegan.

Suatu hari, Keegan mengajak Ranya untuk berjalan-jalan di taman yang dulu sering mereka kunjungi. "Gue tahu lo masih kecewa, sampai kapan lo diemin gue kaya gini? lo sesakit itu sama gue?" kata Keegan dengan suara lembut.

Ranya tak menjawab, ia mengikuti Keegan berjalan di sepanjang taman. Mereka duduk di bangku yang biasa mereka tempati, memandangi anak-anak yang bermain dengan riang. "Ingat nggak, waktu pertama kali ke sini? Kita berdua hampir aja tersesat," kata Ranya dengan senyum tipis.

Keegan tertawa kecil. "inget lah, sampe satu jam kita nyari jalan pulang, mana hp kita berdua mati. Tapi gue seneng, dari situ gue mulai akrab sama lo"

Ranya merasakan kehangatan di hatinya. "Gue juga, karena hari itu, gue bisa mengenal lo lebih jauh."

Keegan menatap Ranya dengan mata penuh harapan. "Gue akan melakukan apapun untuk membuktikan bahwa gue pantas mendapatkan kepercayaan lo kembali."

Ranya menghela napas panjang. "Gue tahu ini nggak mudah, tapi gue siap mencoba."

Keegan menggenggam tangan Ranya dengan lembut. "Gue janji, gue akan melakukan yang terbaik buat kita. Gue nggak akan pernah nyakitin lo lagi."

Hari-hari berlalu, dan meskipun rasa sakit itu masih ada, Ranya mulai merasakan harapan yang semakin besar. Ia melihat betapa tulusnya usaha Keegan untuk membuktikan kebenaran dan menunjukkan cintanya. Perlahan, kepercayaan yang hancur mulai pulih, meskipun belum sepenuhnya utuh.

Pada suatu malam, saat bulan bersinar terang di langit, Ranya dan Keegan duduk di balkon rumah Ranya. Angin malam yang sejuk menyelimuti mereka, menciptakan suasana yang tenang. "Keegan, mulai dari awal ya" kata Ranya dengan suara lembut.

Keegan menatap Ranya dengan mata berbinar. "Ra, ngga bohong kan?."

Ranya menggeleng, Keegan langsung memeluk Ranya dengan sangat erat.

Ranya menghela napas panjang, merasa beban di hatinya perlahan terangkat, ia sangat merindukan Keegan,apalagi pelukannya.

Keegan meraih tangan Ranya, menggenggamnya erat. "Gue belum ada keniatan buat jadiin lo pacar karena gue ngga mau lo risih setiap jadi sorotan di sekolah karena belum terbiasa. Deketnya lo sama gue aja udah banyak yang ngusik kehidupan lo, lo sering masuk akun misuh, dan gue ngga mau egois, gue tau lo ngga nyaman sama itu semua. Ra, bilang kalau lo udah siap dengan itu semua ya" ujar Keegan. Ranya mengangguk dengan senyum lembutnya.

Hari-hari berikutnya, Ranya dan Keegan semakin dekat. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, mencoba membangun kembali kepercayaan yang hilang. Ranya masih sering merasa ragu, tapi setiap kali melihat usaha Keegan, hatinya sedikit demi sedikit mulai pulih.

Pada suatu hari, Ranya menerima pesan dari teman Keegan yang mengaku telah membantu merencanakan jebakan itu. Teman itu meminta maaf dengan tulus, menjelaskan bahwa ia telah terjebak dalam permainan yang lebih besar. Ranya membaca pesan itu dengan hati yang berat, tapi ia tahu bahwa ini adalah langkah penting menuju pemulihan.

Ranya bertemu dengan Keegan di taman yang biasa mereka kunjungi. "Gue nerima pesan dari teman lo. Dia minta maaf sama gue," kata Ranya.

Keegan mengangguk. "terus gimana?"

Ranya tersenyum tipis. "Gue udah percaya" ujar Ranya.
Keegan menatap Ranya. "Maaf ya" ujar Keegan, pria itu tidak akan pernah bosan untuk meminta maaf kepada gadis di hadapannya ini.

"besok gue ajak ketemu mamah mau nggak?" tanya Keegan.

Ranya mengerutkan alisnya, "ngapain?" tanya Ranya.

"Ngenalin lo" ujar Keegan, berhasil membuat ranya tersipu.

Meskipun perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan, mereka yakin bahwa dengan cinta dan kepercayaan, mereka bisa menghadapinya bersama-sama. Ranya merasa hatinya semakin ringan, percaya bahwa kebahagiaan sejati bisa ditemukan kembali di ujung perjalanan ini.

RANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang