Part 52

43 1 0
                                    

Tepat memasuki sembilan bulan kehamilan Ranya, cuaca di luar sangat cerah, seolah ikut merayakan momen mendekati kelahiran. Keegan, yang sudah mulai merasa gelisah dengan mendekatnya waktu, memutuskan untuk mengurus segala sesuatunya agar Ranya bisa merasa tenang.

Di rumah, Ranya duduk di sofa dengan bantal-bantal yang diletakkan di sekelilingnya. Perutnya sudah sangat besar dan tampak jelas bahwa bayi-bayi itu sudah siap untuk lahir kapan saja. Keegan masuk ke ruang tamu sambil membawa secangkir teh hangat.

“Sayang, aku bawa teh hangat buat kamu,” kata Keegan sambil meletakkan cangkir di meja samping sofa.

Ranya menoleh dan tersenyum. "makasi Keegan, pasti ini enak banget" ujar Ranya sambil melihat teh di hadapannya.

Keegan duduk di samping Ranya, memegang perut ranya dengan lembut. "Iya, biar kamu rileks" ujar Keegan.

Ranya memandang Keegan dengan penuh rasa terima kasih. “Kamu udah banyak banget bantu aku. Aku nggak tahu harus gimana tanpa kamu.”

Keegan membalas senyuman Ranya. “Aku selalu di sini buat kamu, Sayang. Ini udah tugas aku buat bikin kamu seneng. Lagian, kamu juga udah banyak banget ngasih aku kebahagiaan."

Sambil terus memegang tangan Ranya, Keegan mulai bercerita tentang pekerjaannya. "Aku udah atur semuanya di kantor. Aku udah nyuruh Alan buat handle semua pekerjaan aku sampai kamu melahirkan nanti. Jadi, kamu nggak usah khawatirin kalau aku ngga ada di samping kamu."

Ranya merasa lega. “Kamu serius?.”

"Serius lah, Sayang"

Keegan mengusap perut Ranya dengan lembut. “Aku cuma mau kamu merasa tenang dan nyaman. Semua ini penting buat kita.”

Ranya menyandarkan kepalanya di bahu Keegan. “Kadang aku nggak percaya kita udah sampai di sini. Rasanya kayak mimpi.”

Keegan merangkul Ranya dengan erat. “Aku juga kadang ngerasa gitu. Tapi kita udah siap. Kita bakal jadi orang tua yang hebat. kaya spiderman”

Ranya mengangguk, merasa terharu. "aku takut ngga bisa merjuangin anak kita." ujar Ranya.

Keegan tersenyum lembut. "ngga boleh overthinking, kamu itu hebat. Pasti bisa." ujar Keegan memberikan semangat untuk Ranya.

Ranya tersenyum menenangkan. "kamu nemenin aku terus kan?" ujar Ranya.

Keegan mengangkat wajah Ranya dan menatap matanya dalam-dalam. "Kamu ngga sendirian, ada aku."

Ranya mengelus pipi Keegan dengan lembut. "ganteng banget si" ujar Ranya. Keegan langsung memundurkan wajahnya dari Ranya.

"apa? mau apa lagi? pasti muji aku karena ada maunya kan?" ujar Keegan.

Ranya tertawa kecil, "Aku mau rujak buah deh" ujar Ranya.

Keegan melirik Ranya dengan tatapan setengah penasaran, setengah khawatir. "Oke, tapi cuma sebentar ya. Aku bakal coba cari rujak buah buat kamu."

Ranya tersenyum lebar, merasa sangat dihargai. "Aku tunggu di sini aja. Jangan lama-lama ya."

Keegan mengangguk dan segera beranjak dari rumah. Di luar, malam sudah mulai gelap dan udara mulai terasa dingin. Namun, Keegan tetap bertekad untuk menemukan rujak buah, meskipun odds-nya terlihat tipis.

Sementara itu, Ranya kembali duduk di sofa, mengatur posisi bantal-bantal untuk kenyamanannya. Dia merasa bersyukur memiliki seseorang seperti Keegan yang mau melakukan apapun untuk membuatnya bahagia.

Di luar, Keegan berkeliling, mencoba mencari penjual makanan atau warung yang mungkin masih buka. Ia melihat-lihat di sekitar lingkungan yang biasanya ramai pada siang hari, namun kini tampak sepi.

RANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang