Leonel terbangun pagi itu dengan semangat baru. Hari ini adalah hari yang istimewa bagi siswa kelas 10 SMA di karenakan ada beberapa seleksi ekstrakurikuler di sekolahnya. Leonel akan mengikuti seleksi untuk bergabung dalam tim basket sekolah. Sejak kecil, basket telah menjadi passion-nya, dan hari ini adalah kesempatan besar untuk menunjukkan kemampuan yang telah ia asah selama ini.
Leonel bergegas mandi dan bersiap-siap. Ia mengenakan seragam olahraganya dengan hati-hati, memastikan semuanya sempurna. Setelah itu, ia turun ke bawah untuk sarapan. Aroma roti panggang dan telur orak-arik yang dibuat oleh Laura, ibunya, menyambutnya di dapur.
"Pagi, Sayang. Kamu sudah siap untuk seleksi basket hari ini?"
"Pagi, Bunda! Iya, sudah siap banget. Semoga aku bisa masuk tim sekolah."
Laura tersenyum, bangga melihat antusiasme putranya. Ia tahu betapa Leonel mencintai basket dan betapa keras ia berlatih untuk mencapai mimpinya.
"Bunda yakin kamu pasti bisa, sayang. Kamu sudah berlatih sangat keras. Jangan lupa untuk berdoa dan tetap percaya diri."
"Siapa yang menyeleksi?" tanya Veenstra.
"Pelatihnya,Yah" ujar Veenstra.
"Bukan pacar kakak?" tanya Veenstra.
"Bukan, tapi ka Keegan nanti juga mau ada pertandingan basket, lawan angkatan aku yang udah lama ikut ini" ujar Leonel.
"Oh, karena kamu baru masuk ke sekolah itu jadi kamu baru ikut seleksi gabung sama kelas 10?" tanya Laura.
"Iya Bun"
"Ah, gampang itu mah" ujar Veenstra.
"Pertandingan Keegan kapan?" tanya Laura.
"besok kayaknya" kata Leonel.
Ranya yang sedang menunggu Leonel di ruang tamu ikut menimpali, "Nggak,di undur lagi jadi minggu depan"
"lah, di undur terus" ujar Leonel.
"yaudah dek, kamu semangat ya" ujar Laura.
Leonel mengangguk, merasa lebih percaya diri dengan dukungan dari ibu dn ayahnya. Setelah sarapan, ia mengambil tasnya dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ranya, kakaknya, sudah menunggu di pintu.
"Kakak ngga sarapan?" tanya Leonel.
"udah, sebelum kamu kebawah juga kakak udah sarapan"
Dalam perjalanan ke sekolah, Leonel tidak bisa berhenti berpikir tentang seleksi basket. Ia merasa sedikit gugup, tetapi juga sangat bersemangat.
Di sekolah, suasana semakin ramai dengan murid-murid yang berkumpul di lapangan basket. Leonel melihat teman-temannya, yang juga akan mengikuti seleksi, sudah bersiap-siap.
"Wih Leonel! Lo ikut seleksi juga? semoga kita semua bisa masuk tim, ya!" ujar Jaka.
"Lah, gue kira lo udah masuk basket, ternyata baru mau seleksi?" tanya Leonel.
"Iya, tadinya gue ikut Volly" ujar Jaka.
Saat seleksi dimulai, Leonel berusaha menunjukkan yang terbaik dari kemampuannya. Ia berlari dengan cepat, menggiring bola dengan lincah, dan mencetak beberapa poin penting. Pelatih memperhatikan setiap gerakannya dengan saksama. Leonel tahu bahwa ini adalah saat yang penting, dan ia tidak ingin menyia-nyiakannya.
Setelah beberapa jam, seleksi berakhir. Leonel merasa lelah tetapi puas dengan usahanya. Pelatih mengumumkan bahwa hasil seleksi akan diumumkan besok pagi, dan semua peserta diminta untuk datang ke lapangan basket setelah upacara bendera.
Leonel pulang ke rumah dengan hati yang berdebar-debar. Ia menceritakan pengalamannya kepada Ranya dan Laura, yang mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Bunda bangga dengan kamu, Leonel. Apapun hasilnya, yang penting kamu udah berusaha dengan sebaik mungkin."
"Benar, Leonel. Kamu udah melakukan yang terbaik. Sekarang tinggal nunggu hasilnya besok."
Malam itu, Leonel sulit tidur. Ia terus memikirkan seleksi dan bagaimana ia bisa masuk tim basket. Namun, ia berusaha tenang dan mengingat nasihat ibunya untuk berdoa dan percaya diri.
Keesokan paginya, Leonel bangun lebih awal dari biasanya. Ia merasa gugup tetapi juga bersemangat. Setelah bersiap-siap, ia segera berangkat ke sekolah bersama Ranya. Sesampainya di sekolah, ia bergabung dengan teman-temannya di lapangan basket.
Setelah upacara bendera selesai, pelatih memanggil semua peserta seleksi ke lapangan. Leonel merasa jantungnya berdebar semakin kencang. Pelatih mulai mengumumkan nama-nama siswa yang berhasil masuk tim basket.
"Baiklah, hasil seleksi sudah kami pertimbangkan dengan matang. Berikut adalah nama-nama siswa yang berhasil masuk tim basket sekolah tahun ini..."
Satu per satu, nama-nama siswa disebutkan. Leonel berdiri dengan tegang, menunggu namanya dipanggil. Hingga akhirnya...
"Dan yang terakhir, Leonel Veenstra!"
Leonel merasa lega sekaligus bahagia. Ia tidak bisa menahan senyum lebarnya. Teman-temannya segera memberikan selamat kepadanya.
Jaka menepuk pundak Leonel, "Selamat, Leonel! Lo berhasil!"
"Lo juga selamat"
Setelah pengumuman selesai, Leonel segera menghubungi Ranya untuk memberitahukan kabar baik ini. Ranya, yang sedang berada di kelas, merasa sangat bangga dan senang mendengar kabar tersebut.
"Selamat, Adik kecil! Cie usah masuk team basket."
"Terima kasih, Kak!"
Di rumah, Leonel juga menceritakan kabar bahagia ini kepada Laura. Ibunya merasa sangat bangga dan memberikan pelukan hangat untuk Leonel.
"Bunda tahu kamu bisa. Selamat, sayang!"
"Terima kasih, Bun! Aku nanti mau latihan yang rajin."
Leonel merasa sangat bersyukur atas dukungan keluarganya. Ia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai dan ia harus bekerja lebih keras untuk mencapai impiannya.
Hari-hari berikutnya, Leonel semakin sibuk dengan latihan basket. Ia bangun lebih pagi untuk berlatih sebelum sekolah dan menghabiskan waktu sore di lapangan basket. Meskipun lelah, semangatnya tidak pernah pudar.
Pelatih sering memuji semangat dan kerja keras Leonel. Ia bahkan mulai mendapatkan kesempatan bermain di beberapa pertandingan penting. Teman-teman dan keluarganya selalu hadir untuk mendukungnya.
"Leonel, kamu benar-benar menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Teruskan kerja kerasmu."
"Terima kasih, Coach. Saya akan berusaha lebih baik lagi."
Di setiap kegiatannya, Leonel memberikan yang terbaik. Ia merasa bahwa setiap kali berada di lapangan basket, ia bisa melupakan segala kekhawatirannya dan fokus pada permainan. Basket menjadi tempat pelarian dan sumber kebahagiaannya.
Namun, tidak semuanya berjalan mulus. Leonel juga menghadapi beberapa tantangan dan cedera. Ada saat-saat di mana ia merasa putus asa, tetapi dukungan dari keluarga dan teman-temannya selalu membantunya bangkit kembali.
"Ingat, Dek. Dalam hidup, pasti ada naik turunnya. Yang penting kamu ngga gampang menyerah."
"Kamu kuat, Leonel. Kakak, Bunda sama ayah selalu mendukungmu."
Leonel merasa beruntung memiliki keluarga yang selalu ada untuknya. Setiap kali ia merasa lelah atau putus asa, ia mengingat kata-kata ibunya dan semangatnya kembali menyala.
Seiring berjalannya waktu, Leonel semakin matang dalam permainannya. Ia menjadi salah satu pemain kunci di tim basket sekolah dan membantu timnya meraih berbagai kemenangan. Pengalaman dan pelajaran yang ia dapatkan selama ini membuatnya semakin percaya diri dan siap menghadapi tantangan yang lebih besar.
Leonel tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi ia yakin bahwa dengan kerja keras dan dukungan dari orang-orang terdekatnya, ia bisa mencapai apa pun yang ia impikan. Hari ini adalah awal dari banyak kisah sukses yang akan datang dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANYA
Teen FictionRanya Aireena Veenstra adalah seorang gadis blasteran Indonesia-Belanda yang tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Ayahnya, Veenstra, memutuskan untuk menetap di Indonesia setelah menikahi Laura, seorang wanita Indonesia. Ranya, anak pertama dari...