6. Berhutang Banyak

6 0 0
                                    

Adrian melihat dalam wajah Diara, sekarang rasa bersalah itu semakin besar. Tidak hanya menghancurkan kehidupan Diara, ia juga telah membuat kondisi ibu Diara memburuk.

"Tenang ya, Ra, operasi ibu pasti lancar," ucapnya menguatkan Diara yang tampak menangis tanpa henti.

"Biaya operasinya sangat besar, Mas, aku nggak mau membebani kamu," gumam Diara menahan sesak di dadanya, ia menggenggam erat tangan Ayu yang berharap-harap cemas dengan keadaan ibu mereka.

"Ini tanggung jawabku, Ra, kamu nggak suah khawatir," jawab Adrian.

Diara menelan salivanya, Adrian sudah sangat baik kepadanya, ia tidak seharusnya bersikap egois dengan memaksa Adrian agar bertanggung jawab atas kesalahannya dan Reni. Iya, Diara masih sadar, malam itu terjadi karena kesalahannya, bukan Adrian.

"Mas, aku nggak paksa Mas buat menikahi aku, aku sudah ikhlas, Mas membiayai operasi ibuku sudah cukup membayar keperawananku," ucap Diara dengan tegar.

Ayu menggeleng, tidak terima dengan perkataan kakaknya, "Nggak, kak! kehormatan kakak nggak bisa dinilai dengan uang, kakak bukan barang!" ucapnya penuh emosional.

Diara sudah menceritakan semuanya kepada Ayu saat adiknya itu kembali ke rumah sakit. Ayu sangat syok mendengar keadaan ibunya, sehingga memaksa Diara menceritakan apa yang terjadi.

"Benar kata adikmu, Ra, aku akan bertanggung jawab, aku sudah janji kepadamu," jawab Adrian.

Laki-laki itu melepas nafas kasar, seharusnya kata-kata Diara tadi bisa membebaskannya dari kondisi buruk itu. Tapi ia tak kuasa melihat keadaan Diara, gadis itu pasti tertekan dengan keadaan jika ia tidak bertanggung jawab.

Diara bukanlah perempuan malam yang bisa ia bayar untuk melepas hasratnya, tanpa peduli dengan kehormatan perempuan itu. Tapi Diara adalah perempuan baik-baik yang memegang tinggi nilai kehormatannya sebagai seorang perempuan. Adrian sadar bahwa ia harus menghargai hal itu, dan tentu harganya tak bisa dibelinya dengan uang.

"Tapi mas, aku nggak mau merebut kehidupanmu," gumam Diara.

"Nggak, Ra! aku sudah merebut hidupmu, jadi aku harus bertanggung jawab untukmu," jawab Adrian.

Ponsel Adrian kemudian berdering, Hesty menelfonnya. Adrian menarik nafas kasarnya melihat panggilan itu, ia segera mematikannya. Sementara Diara menatapnya penuh selidik.

"Kenapa nggak diangkat mas?" tanya Diara.

Adrian menggeleng, "Nggak penting Ra," gumamnya.

Notifikasi chat masuk ke dalam ponselnya, membuat Adrian harus mengusap kasar wajahnya.

'Yan, kok kamu nggak pulang sama Kamil.' Hesty.

'Aku ada keperluan Hes, nanti ku hubungi jika sempat.' Adrian.

Adrian kemudian membaca pesan chat dari Kamil.

'Cepat pulang, gue butuh lo.' Kamil

'Lo itu sekretaris gue, tahu diri dong lo sama siapa harus bertanggung jawab, bukan perempuan bayaran.' Kamil.

'Gue bakalan balik jika masalah gue selesai.' Balas Adrian.

Adrian kemudian menyimpan ponselnya dan duduk kemudian di kursi tunggu. Ia melihat ke arah Diara dan Ayu yang masih berharap-harap cemas.

"Duduk disini Ra, jangan paksain berdiri terus." Adrian menepuk kursi di sebelahnya.

Diara hanya sekilas melihat ke arah Adrian tanpa menjawab, gadis itu kembali fokus dengan pintu ruangan operasi.

"Biaya operasi ini ratusan juta lo Mas, aku berhutang banyak kepadamu," gumam Diara dengan pelan.

"Jangan gitu Ra, ibumu bakalan jadi ibuku juga," jawab Adrian, "Aku udah janji bakalan nikahin kamu, nanti kita bicarakan jika ibu udah baikan."

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang