55. Perempuan dan Bisnis

1 0 0
                                    

Adrian mengambil jaket hitam hoodie miliknya di dalam lemari, setelahnya ia beralih menuju ruang kerjanya mengambil sebuah dokumen, dan kemudian kembali lagi ke kamar untuk memasukkan dokumen itu ke dalam tas.

“mas mau ketemu siapa malam-malam gini?” tanya Diara menatap penuh penasaran pada suaminya yang terlihat tergesa-gesa.

“salah satu rekan bisnis Ra, tiba-tiba saja dia membatalkan kerjasama, mas harus ngurus ini dulu agar  semua pekerjaan di kantor lancar” jawab Adrian yang tak mau menyebut nama Samuel.

Diara mengangguk, mencoba memahami kesibukan Adrian. Hanya saja ia ingin sedikit mengeluh, bukankah seharian tadi Adrian sudah sibuk di kantor? kenapa waktu istirahat malamnya juga diambil juga oleh kesibukan yang bernama pekerjaan?

Segera Diara membuang pemikiran itu, ia mendekat kepada Adrian dan membantu suaminya itu memakai jaket hoodienya. Diara kemudian mengambil tas kerja Adrian yang ada di ranjang dan memberikannya kepada Adrian.

“lama pertemuannya mas?” tanya Diara.

“mas nggak tahu Ra, biasanya kalau diskusinya alot, bisa lama”

Diara mengangguk paham, ia mencoba tersenyum agar Adrian tidak menilai rasa berat dihatinya untuk membiarkan Adrian pergi.

“hati-hati ya mas” ucap Diara.

“Iya ra, kamu juga, kalau mas terlambat pulang, kamu tidur duluan ya” ucap Adrian.

Adrian kemudian pamit pergi dengan memberi kecupan singkat di kening Diara. Seperti biasa, penuh rasa sayang yang menghujam langsung ke hati istrinya itu.

Adrian segera turun, beberapa menit kemudian mobilnya melaju, segera meninggalkan rumahnya untuk memecah jalanan. Kepergiannya ikut dilihat oleh Diara dari jendela kamar, mata Diara menyiratkan ketidak nyamanannya melihat kepergian Adrian

Malam itu Adrian telah sepakat dengan Samuel untuk bertemu di sebuah cafe yang tak jauh dari kantornya. Cafe itu sudah biasa direservasi kantor Adrian untuk berbagai macam pertemuan, termasuk juga malam itu.

Sebuah tempat khusus telah disiapkan untuk mereka bertemu. Adrian datang lebih dulu di meja yang posisinya ada di lantai 2, menghadap ke arah jalanan hanya dibatasi dinding kaca yang tingginya sepinggang Adrian.

Jaket hoodienya ia lepas dan diletakkannya di sandaran kursi, kemudian ia menarik kursi itu untuk duduk di meja yang ukurannya tidak terlalu besar, cukup memuat 4 orang.

Cukup lama ia menunggu Samuel seorang diri disana, bahkan ia harus menunggu hingga 30 menit baru Samuel muncul di mejanya. Minuman jus jeruknya bahkan sudah habis hampir setengahnya.

“lo datang lebih dulu” ucap Samuel berbasa basi saat menarik kursi di depan Adrian.

Tangan Adrian segera mengeluarkan dokumen yang tadi ia bawa, ia tak ingin berlama-lama. Kalau bisa segera pulang cepat, menikmati waktu bersama Diara sebelum tidur.

“lo buru-buru kali Yan, nggak ada gunanya lo buka dokumen itu” ucap Samuel.

“kenapa nggak ada gunanya? lo harus jelasin bagian mana dari proposal kerja sama ini yang bermasalah”

Samuel tersenyum tipis, Ia tatap lamat-lamat mata Adrian yang melihatnya dengan mata terheran. Tangan Adrian masih memegang dokumen diatas meja.

“ini penawaran gue, kerja sama ini bisa lanjut dengan keuntungan kedua perusahaan” ucap Samuel.

Kening Adrian berkerut, alis kanannya terangkat. Setahunya semua isi dokumen itu sudah menggambarkan semua kerja sama perusahaan mereka. Kedua perusahaan sama-sama untung, tidak ada yang dirugikan.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang