13. Tak Ada Yang Pantas

5 0 0
                                    

“Mas,” gumam Diara melihat wajah Adrian yang menggendongnya.

“Udah Ra, jangan sedih lagi, aku malah semakin bersalah sama kamu melihat keadaanmu begini,” jawab Adrian, ia mencium ubun-ubun dan kening Diara di dalam gendongannya.

“Dia yang salah, Mas, dia sahabatku, tapi dia juga yang menjualku sama orang,” ucap Diara dengan suara gemetar. "teman macam apa dia Mas, dia menjualku, Mas," Diara kembali terisak.

Adrian segera membaringkan Diara di ranjang, ia kembali mencium kening Diara, ia ingin menunjukkan semuanya baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.

Adrian kemudiam naik dan ikut berbaring, Adrian memeluk Diara dan menaruh kepala Diara di dadanya, “udah, Ra, semuanya udah selesai saat kita menikah, sekarang jangan pikirkan lagi masalah ini.”

Diara menarik nafas panjang, ia menikmati belaian Adrian di kepalanya, sangat lembut dan memberinya kenyamanan. Walaupun rasa takut Adrian akan berbuat lebih masih ada dihatinya, namun ia melawan itu semua, Adrian sama sekali tidak memaksanya untuk itu, setidaknya hal itu bisa membuatnya percaya kepada Adrian.

“Mas, karena dia kamu yang menjadi korbannya, Mas, kamu nggak hanya harus menikah denganku, tapi juga keluar biaya besar untuk Ibuku,” ucap Diara.

“ibumu juga ibuku Ra, apa lagi yang harus dipermasalahkan?” jawab Adrian.

Diara mengalah, ia memejamkan matanya menikmati dada suaminya yang menjadi bantal bagi kepalanya. Sementara Adrian berpikir keras dengan apa yang terjadi. Ia paham, masalah itu tidak ada hubungannya dengan dirinya. Masalah yang murni kelalaian Reni yang menjual Diara sebagai teman tidurnya. Ahh! ini benar-benar membuatku pusing,' batin Adrian.

Pikiran Adrian berputar pada nama yang tadi disebut Reni. Nama itu juga yang disebut ibu-ibu tukang gosip. Hendra, siapa itu Hendra, apa dia pacarnya Diara? Adrian kembali teringat percakapan Diara dan Reni tadi, apa dia terlalu berlebihan menikahi Diara? bagaimana kalau Hendra mau menerima Diara yang tak lagi perawan?

Memang dia yang mengambil kehormatan Diara, tapi itu tidak sepenuhnya salahnya. Benar kata Kamil, Diara dibayar untuk ia nikmati, tapi mau gimana lagi, hatinya tak menerima apa yang ia lakukan itu. Tangisan Diara pagi itu masih terngiang di telinganya, menjadi beban di hati dan pikirannya.

Membuka luka lama akibat kelakuan ayahnya dulu. Adrian menggertakkan giginya, Ia mencium kembali kepala Diara, tidak ada pilihan lain lagi, ia harus belajar mencintai Diara.

Adrian mendengar tarikan nafas yang teratur dari Diara, gadis itu sudah tertidur karena lelah akibat rasa emosionalnya. Adrian menurunkan kepala Diara dari dadanya, Ia membaringkan Diara disisinya, ia tatap lagi wajah itu. Cukup menarik, itu sudah cukup baginya untuk menikmati saat-saat membuka mata di pagi hari, mungkin nanti ia harus memberi biaya lebih untuk Diara merawat dirinya, kecantikan Diara pasti akan bertambah terlihat.

“Ra, kamu cantik,” gumam Adrian, ia mencium kening Diara dan bibir Diara dengan lembut.

“Aku harus lebih sering menciummu Ra, dengan begitu aku akan cepat mencintai dan menyayangimu,” gumam Adrian.

Adrian menarik nafas kasar, matanya tertuju dada Diara, pemandangan itu seakan menantang jiwa kelelakiannya. Namun ia harus bersabar, menunggu sampai Diara benar-benar siap untuknya.

****

Diara membuka matanya, udara terasa masih dingin, suara ayam terdengar berkokok, hari masih gelap. Diara merasakan tangan Adrian di pinggangnya, matanya melotot kaget dengan sosok laki-laki di depannya.

Diara menarik nafas panjang, mencoba menenangkan pikirannya, ia menyadari Adrian telah menjadi suaminya, mengikat janji suci di hadapan Tuhan untuk bertanggung jawab atas dirinya, di dunia dan akhirat. Diara kemudian menyentuh dada Adrian.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang