Diara turun dari taksi online yang ia pesan dengan membawa kantong belanjaan yang cukup banyak. Ia menenteng kantong belanjaan itu masuk ke dalam gerbang.
Bu Aliah yang tengah ngobrol dengan bu Rita tetangga di seberang rumahnya melihat Diara dengan tatapan tajam. Diara menelan salivanya, sadar belanjaannya yang banyak menjadi sorotan sang mertua.
Diara menyapa 2 perempuan paruh baya itu dan kemudian segera masuk ke dalam rumah. Ia segera ke kamar dan menaruh belanjaannya di lantai, untuk kemudian segera menuju ruang kerja Adrian untuk menenangkan pikirannya.
Pikirannya tengah berkabut kekalutan, bu Aliah malah menambah bebannya dengan tatapan tajam tadi. Apa bu Aliah tidak suka dengan belanjaannya? tapi kenapa? toh itu uang yang diberikan Adrian untuknya.
Belum lagi ucapan 3 orang yang menceritakan kebohongan Adrian yang pergi pagi-pagi buta dan pulang saat gelap karena kesibukan di kantor ternyata hanya alasan untuk menemui Hesty di rumah sakit.
"ini kenapa sih? kenapa semuanya jadi kayak gini?" teriak Diara menjambak kasar rambutnya, pikirannya terasa panas oleh keadaan. Matanya berkaca-kaca menahan tangis karena sesak dadanya.
Beberapa saat kemudian pintu ruangan itu terbuka dari arah kamar Diara, karena memang pintu dari luar terkunci.
"Ra" gumam bu Aliah yang masuk ke sana.
Diara segera mengusap matanya dan merapikan rambutnya lagi."ada apa bu?" tanya Diara.
Bu Aliah mendekat, ia membantu Diara merapikan rambutnya dengan duduk di samping Diara di sofa ruangan itu.
"kamu kenapa nak? ada masalah tadi?" tanya bu Aliah.
"ibu marah karena Ara belanja banyak seperti tadi" tanya Diara dengan ragu, takut jawaban iya diucapkan oleh bu Aliah, sekalipun itu mustahil sebenarnya terjadi.
"ibu nggak marah, yang tahu kebutuhanmu sendiri adalah kamu, bukan ibu" jawab bu Aliah.
"lalu ibu kenapa ibu melihat Ara seperti tadi?" tanya Diara dengan nada rendah.
Bu Aliah mengusap pelipis mata Diara yang masih terlihat basah, "karena yang mengantar kamu tadi bukan Riyana, kenapa mobilnya berbeda dengan mobil Riyana Ra?" tanya bu Aliah.
Deg, Diara menelan salivanya, apa ia harus menceritakan juga apa yang terjadi tadi.
Nanti kalau jadi masalah gimana? bisa saja bu Aliah salah paham dan melarang Diara untuk keluar lagi bersama Riyana.
"tadi Ana ada keperluan mendadak bu, jadi Ara pulang sendiri" jawab Diara.
"ya udah Ra, besok-besok kalau perlu sesuatu, kamu perginya sama Adrian atau sama ibu saja, ibu nggak mau kamu di perlakukan seperti ini sama orang lain" ucap bu Aliah dengan sedikit menekan.
Diara menenangkan deru nafasnya, ia usap pelipis matanya yang sudah kering karena usapan bu Aliah tadi. Terasa nyaman mendengar semua perhatian bu Aliah kepadanya.
"bu, apa mas Adrian benar-benar sibuk di kantor bu?" tanya Diara dengan pelan.
Bu Aliah melepas nafas berat, sekarang ia mencurigai Riyana sudah mengotori pikiran Diara kepada Adrian. Ia usap rambut Diara dan ia peluk menantunya itu dengan erat.
"ibu percaya sama Adrian Ra, sekarang Ara bisa menilai sendiri, Ara boleh percaya atau tidak sama Adrian, itu hak Ara, Ara yang menjalani rumah tangga ini dengan Adrian, ibu hanya mendukung dan mendoakan untuk kebahagiaan kalian" jawab bu Aliah.
Diara melepas nafas berat, ia menyadari bahwa ia belum mengenal Adrian dengan baik, sehingga omongan orang-orang tadi membuatnya meragukan suaminya sendiri saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiada Hutang Dalam Cinta
Romancekali ini cerita drama ya teman-teman, yang suka drama bisa ngumpul, yang nggk suka, bisa diskip kok, Novelme ini pernah terbit di platform lain, sekarang diterbitkan disini, biar tulisan ku bisa di satu tempat aja