48. Perlu Bicara

5 0 0
                                    

“kita sama-sama perempuan mbak, sama-sama tidak ingin disakiti” lanjut Rina.

“aku nggak tahu seperti apa awal mula mbak kenal dengan pak Adrian, tapi setidaknya aku tahu banyak tentang pak Adrian dari mbak, aku telah lama mengenalnya”

“langsung aja Na, kamu mau ngomong apa?” ucap Diara yang tak suka dengan basa basi Rina, hampir mirip dengan basa basi Riyana. Merasa lebih kenal Adrian dari pada dirinya yang merupakan istri Adrian.

Tatapan Rina memandang sendu ke arah bunga-bunga taman yang terawat indah. Kekagumannya kepada sosok Adrian masih ia simpan dengan rapat di hatinya. Selama ini tersembunyi karena ia merasa takkan mampu bersaing dengan perempuan seperti Hesty dan Riyana.

Sekarang disampingnya tengah duduk seorang perempuan yang terlihat masih lebih rendah darinya. Bukan merendahkan Diara, itulah kenyataan yang ia rasakan. Dalam memilih baju saja, selera Diara lebih mirip selera emak-emak. Andai saja dia tahu apa yang terjadi antara Diara dan Adrian, ia ingin menggantikan gadis itu.

Ternyata mencintai dengan sebatas mengagumi akan berakhir menyakitkan. Tapi mau gimana lagi. Jika dia mengakui perasaannya, nanti dia malah dipecat. Kehilangan gaji besar sebagai asisten Adrian juga membuatnya takut.

“Na” gumam Diara melihat Rina melamun.

“Pak Adrian orangnya baik mbak, jika mbak benar-benar tulus dan menginginkan pak Adrian, katakan dan tunjukan ketulusan mbak itu, dan percayalah pada kesetiaan pak Adrian” ucap Rina.

Rina menarik nafas panjang dan kali ini ia membalas tatapan Diara kepadanya.

“Dulu pak Adrian pernah dikhianati sama putri raja mbak, hidup pak Adrian waktu itu benar-benar hancur, bahkan semua pekerjaannya terbengkalai, aku nggak ingin itu terulang lagi mbak”

Mata Rina terlihat berkaca-kaca, Diara memalingkan pandangannya, takut dugaan itu benar adanya. Apa sekarang perempuan di depannya itu juga ingin menyingkirkannya?

“maaf Na, aku memang baru mengenal mas Adrian, tapi sekarang dia suamiku, aku harap kamu bisa menghargai rumah tangga kami” ucap Diara.

Rina tersenyum getir, ia usap matanya yang terasa perih. “aku hanya asisten mbak, nggak lebih, pak Adrian bisa memecatku jika aku macam-macam, lagi pula aku sedang belajar menerima Andre”

“aku ngomong kayak gini karena aku nggak mau pak Adrian dan mbak terluka, aku lihat sendiri seperti apa pak Kamil memberikan semua pekerjaan sama pak Adrian”

“pak Adrian bahkan bela-belain buat ngerjainnya di jam istirahat agar bisa punya waktu lebih banyak buat mbak di rumah” jelas Rina.

Deg, jantung Diara tersentak, berdetak cepat, hatinya berdesir. Tak menyangka Adrian akan seperti itu menuruti keinginannya.

Sekarang bukan Adrian yang perlu ia curigai, tapi keegoisannya sendiri.

Mata Diara berkaca-kaca, ia melihat jauh ke arah jalanan, dimana mobil dan motor saling menyalip dalam padatnya jalanan. ‘apa cemburu ku selama ini tak beralasan?’ Diara membatin.

****

Tali infus masih terpasang di tangan Hesty, baju pasien berwarna biru masih ia pakai. Rambutnya tergerai dengan wajah masih pucat. Selimut putih dengan motif bergaris merah masih menutupi kakinya.

Hesty tengah duduk di atas ranjangnya, menatap nanar ke arah jendela di sisi kirinya. Suara sang ayah terdengar berat memintanya merebut kembali hati Adrian.

Benar dulu Adrian akan dimanfaatkan olehnya dan ayahnya sebagai senjata untuk mengambil alih harta keluarga Kamil. Hingga ia rela duduk bersimpuh di lantai memohon maaf kepada Adrian atas kesalahannya yang berselingkuh.

Tiada Hutang Dalam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang